Mohon tunggu...
agus maulana
agus maulana Mohon Tunggu... -

Agus Maulana, S1 Manajemen jurusan marketing STIE KAMPUS UNGU ASMI

Selanjutnya

Tutup

Puisi

err

16 November 2010   10:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:33 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Setiap hari kutelusuri kota Jakarta, begitu banyak persoalan yang datang, mulai dari macet, banjir, tawuran, pengemis dan gelandangan,pengamen, pencopet, berbaur menjadi satu diatas bus kota, bau keringat, b au jigong, bau ompol, bau jengkol, selalu menyergap hidung. Tetapi nuansa aroma itu menjadikan sebuah kerinduan, kenikmatan bagi aku orang kecil dengan penghasilan pas-pasan. Terminal yang jorok dan seram adalah sesuatu yang biasa saja, karena aku pikir untuk apa dipikirin wong pejabatnya saja nggak mikirin, yang penting buatku sampai ditempat kerja dengan selamat.

Terkadang aku iri juga sama orang-orang yang naik mobil pribadi, enak bener mereka, nyaman, sambil mendengarkan musik plus AC mobil yang sejuk ditambah wewangian, seakan tanpa beban,  sementara di atas bus kota yang ada AC alami plus polusi bikin sesak napas. Sesekali asap rokok mengepul dari bapak paruh baya disebelah cewek cantik tanpa peduli orang tergangu atau tidak dengan asap rokok itu. Pokoknye mak nyos.

Seru. itulah yang kurasakan setiap waktu, dan pada setiap halte ketika orang-orang berebut untuk turun atau naik karena takut ketinggalan atau terlambat masuk kerja atau terlambat mencari sasaran buat dicopet. oh.... ternyata Jakarta tidak sebagus dan semudah yang aku bayangkan sebelumnya dikampung dulu, jalanannya yang berlubang-lubang, susahnya mencari peluang , yang ada hanya polusi, macet dan macet.

HIDUP DIANTARA HIDUP

Ingin rasanya berteriak atau memaki-maki para koruptor, sambil dilempari telur busuk ketika koruptor  itu muncul di TV sambil tersenyum manis dengan pakaian necis seakan tanpa bersalah, sementara dijalanan anak-anak kecil atau para jompo mengais rejeki tanpa lelah meskipun beresiko tinggi karena harus berbaur dengan kesemrautan lalu lintas. Tapi, inilah hidup, penuh dinamika dan problematika.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun