Mohon tunggu...
Ahmad Fauzi
Ahmad Fauzi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Percaya Kepada Penyelenggara Pemilu

26 April 2019   08:32 Diperbarui: 26 April 2019   08:47 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Salah satu kegiatan yang dapat mengakomodasi partisipasi masyarakat sipil dalam agenda Pemilu adalah pemantauan Pemilu. Agar pemantauan Pemilu terlaksana lebih terpola dan ter lembaga maka diperlukan pula peranan lembaga-lembaga swadaya masyarakat CSO (civil society organization) yang ikut mengawasi Tahapan Penyelenggaraan Pemilu.

Dalam Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, pendaftaran dan akreditasi pemantau Pemilu berada pada wilayah kewenangan Badan Pengawas Pemilu. Ini berarti secara legalitas Pemantau Pemilu diperoleh dari Bawaslu, dimulai dari pelaporan hingga sanksi berlaku sama dan berjenjang, segala kewenangan terkait dengan Pemantau Pemilu berada di lembaga Pengawas yaitu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan berlaku sesuai tingkatannya (provinsi/kabupaten/kota).

Dikutip dari "Pentingnya Pengawasan Partisipatif Dalam Mengawal Pemilihan Umum Yang Demokratis" Ratnia Solihah dkk., menjelaskan bahwa pemantau Pemilu memperkuat fungsi Pengawasan Badan Pengawas Pemilu karena akan mendukung upaya-upaya dan kegiatan-kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu. Dengan perubahan regulasi tersebut, maka lembaga-lembaga pemantau Pemilu akan sangat membantu dan menunjang pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu.

Beberapa pemantau Pemilu yang ada di Indonesia antara lain Lembaga Pemantau Pemerintahan Negara Kesatuan RI (LPPNKRI), Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), dll.

Proses penyelenggaraan Pemilu seyogyanya dapat diawasi dengan ketat, baik dilakukan oleh Bawaslu, masyarakat sipil ataupun lembaga masyarakat sipil guna menghindari kecurangan yang memihak kepada calon pemimpin dari kubu penguasa. Lembaga Penyelenggara Pemilu pun bukan lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah melainkan dipilih langsung oleh anggota dewan yang mewakili masyarakat di Komisi II DPR RI. 

Jadi bagi para calon pemimpin yang kalah dalam Pemilu tidak sembarang menyebarkan opini kepada khalayak luas dengan mengatakan bahwa pelaksanaan Pemilu diadakan dengan penuh kecurangan tanpa bukti-bukti yang konkret karena Pemilu diawasi oleh banyak pihak yang memiliki kepentingan masyarakat luas.

Tidak siap dengan hasil quick count. Pemilu kali ini pun berdampak terhadap lembaga survey yang melalukan hitungan cepat setalah penghitungan suara pemilihan presiden dan wakil presiden selesai. Lembaga-lembaga survey yang melakukan penghitungan cepat mempublikasikan hasilnya kepada khalayak bahwa pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin adalah pemenang pemilihan presiden dan wakil presiden periode 2019-2024. 

Namun hasil ini mendapat respon yang berbeda dari kelompok pasangan Prabowo-Sandiaga Uno, mereka menilai hasil dari penghitungan cepat adalah keliru dan lembaga-lembaga survey yang melakukannya telah berpihak kepada pasangan lawan.

Dikutip dari "Pengumpulan Data Dengan Quick Count dan Exit Poll", oleh Kismiantini, quick count sendiri telah diterapkan di Indonesia sejak 1997 oleh LP3ES (Lembaga Pelatihan, Penelitian, Penerangan, Ekonomi dan Sosial) pada Pemilu terakhir rezim Soeharto yang dilakukan secara diam-diam bekerjasama dengan salah satu kekuatan politik. Quick count ini cukup berhasil, dengan satu hari setelah pelaksanaan Pemilu LP3ES mampu memprediksi hasil Pemilu di DKI Jakarta persis sebagaimana hasil penghitungan suara oleh LPU (Lembaga Pemilihan Umum). Tetapi karena pertimbangan keamanan dan politik, hasil tersebut tidak diumumkan kepada masyarakat.

Selanjutnya mengutip dari Tirto.id dengan tulisan berjudul "Pemilu 2004 dan Sejarah Quick Count Pertama di Indonesia",  diterangkan bahwa Pemilu 2004 tak hanya menjadi pesta demokrasi pertama yang memungkinkan rakyat memilih langsung presiden dan wakil presiden, tetapi juga menjadi titik awal diperkenalkannya sistem prediksi perolehan suara dengan metode penghitungan cepat.

Masih mengutip sumber yang sama, pada Pemilu legislatif 5 April 2004, LP3ES sudah melangkahi KPU dengan merilis hasil quick count untuk pertama kalinya selang satu hari setelah pemungutan suara ditutup. Bekerja sama dengan The National Democratic Institute for International Affairs (NDI), lembaga swadaya terbesar di Indonesia itu berhasil merilis prediksi kemenangan Golkar dengan angka 22,7%. Angka kemenangan Golkar ini selisih 0,9% lebih tinggi dari angka resmi KPU.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun