Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keringat Enam Ribu Rupiah

4 Januari 2023   15:27 Diperbarui: 4 Januari 2023   15:35 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para-para; tempat pengolahan buah kelapa menjadi Kopra (dokumentasi pribadi)

Kuantitas pohon kelapa memang merosot dari tahun ke tahun. Beberapa faktor dari amatan yang saya lakukan yakni pertama tidak berkembangnya gairah bisnis yang ditunjukan dengan fluktuatifnya harga di tingkat petani.

Sepuluh ribu itu harga paling tinggi dan didewakan. Sisanya naik turun bahkan bisa mencapai tiga ribu rupiah perkilogram. Alhasil, petani menebang dan mengalihkan tujuan penamanan ke komoditi pala dan cengkih yang harganya bisa menyentuh seratus ribu ke atas.

Kedua, pembagian lahan warisan keluarga. Masyarakat desa masih mempraktekan pembagian lahan kepada anak-anak. Sehingga kebun yang kecil menjadi lebih kecil dengan hak dan kepemilikan berbeda.

Apapun itu, usaha kelapa hingga saat ini memang masih menjadi andalan. Utamanya di Maluku Utara. Tetapi harga selalu menjadi distorsi.

Dalam sekali panen, berdasarkan riset yang saya lakukan, biaya produksi bisa menyentuh angka Rp 2 juta untuk kapasitas produksi di bawah satu ton. 

Beda dengan daratan pulau Halmahera yang mencapai puluhan ton sekali panen. Maka tentu biaya lebih menuding langit.

Dari mulai pemanjatan, biaya makan, hingga mengeluarkan kelapa dari kebun.

Kelapa memang bisa dilakukan pemanjatan sendiri. Dengan sistem bokyan atau babari atau gotong royong. Tapi biaya makan harus disediakan pemilik kebun.

Pun jika dikerjakan sendiri maka efisiensi waktu terkuras lebih lama. 200 pohon kelapa bisa di panjat hingga sebulan. Apalagi kelapa dengan usia di atas 20 tahun tanpa peremajaan. Tinggi benar. Belum lagi mengumpulkan satu persatu.

Solusi lain ialah menyewa jasa pemanjat pohon. Efisien dikerjakan. Terlatih dan dapat dengan cepat menuntaskan pekerjaan. Biaya di kampung saya sendiri 200 ribu perhari. Inilah kesalahannya, pemanjat bisa berlama-lama mendulang rupiah.

Belum dijual sudah ngutang dulu ke pembeli. Yap, ini merupakan bagian dari sistem yang terjadi. Petani terbiasa meminjam modal dulu ke pedagang lalu kemudian dibayar ketika penjualan. Tentu harga berapapun harga bakal diterima.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun