Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Wajah Pasar Tradisional yang Unik

26 Januari 2021   16:11 Diperbarui: 27 Januari 2021   11:15 1646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak mobil memasuki kawasan pasar tradisional, saya terkejut dan spontan bertanya "ini pasar? kok tak ada angkot". Pasangan suami-istri yang berada di depan tertawa terbahak-bahak sembari berucap, "Jangan salah ini pasar termurah kedua di Batam". Mereka tidak menghiraukan keheranan yang bersemayam di kepala. Bukankah pasar termurah justru banyak angkot?

Minggu pagi, sekira pukul delapan saya dibangunkan dengan sengaja. Walau masih berat karena efek begadang, saya pun bangun. "Bangun, kita ke pasar." 

"Kenapa di pasar?" sebuah pertanyaan yang keluar dengan ambiguitas tingkat tinggi. Bisa-bisanya pertanyaan ini saya lontarkan padahal saya sendiri begitu memuja teori-teori ekonomi yang terjadi di pasar.

" Lah, kan belanja. Beli ikan. Malah tanya kenapa," Jawab paman saya diiringi sedikit cekikan.

Alhasil, berangkatlah kami bersama istri beliau. Pikir saya, kami menuju mall. Toh beberapa kali belanja kebutuhan rumah (konsumsi) dilakukan di mall. 

Namun seiring perjalanan, saya sadar bahwa jalan yang dilalui terasa begitu asing dan belum pernah sekalipun dilewati. Sekira 15 menit kami sampai sejak bertolak dari Perumahan Bukit Indah Sukajadi. 

Enaknya di Batam ialah tak ada kemacetan layaknya Jakarta. Semua berjalan lancar dan tidak sesemrawut Jakarta. Bahkan, hal ini sering diakui para supir taksi yang sering saya gunakan ketika hendak menuju rumah dari bandara. Hanya, intensitas laju kendaraan yang sering membuat saya ngeri-ngeri sedap.

Pasar yang kami tuju ialah pasar basah Mitra Jaya. Dan, semenjak memasuki gerbang pasar saya tercengang. Hal pertama yang terlintas ialah "Tak ada angkot, tak ada pedagang yang jualan di pinggir jalan."

Pandangan saya hanya tertuju pada ratusan kendaraan pribadi berbagai merek terkenal yang terparkir. Begitu juga yang mengantre masuk. Seperti menonton parade mobil dalam event besar.

Istri paman saya kemudian turun dan menuju lokasi pedagang ikan. Sementara kami berdua, setelah mencari tempat parkir, memutuskan memesan kopi di sebuah kedai yang  berada tepat di samping pasar penjualan ikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun