Di era digital saat ini, batas antara kebebasan berekspresi dan penistaan keyakinan semakin kabur, terutama saat individu atau kelompok menyasar simbol-simbol keagamaan demi agenda tertentu. Salah satu contoh ekstrem dan sangat memprihatinkan datang dari Oliver Bienkowski, seorang warga negara Jerman yang dikenal sebagai pendiri organisasi bernama PixelHELPER. Melalui serangkaian konten provokatif di media sosial, Bienkowski telah berulang kali mencederai nilai-nilai kesucian agama, khususnya Islam, melalui simbol, narasi palsu, dan manipulasi digital yang menyesatkan.
Manipulasi Digital dan Penyesatan Opini Publik
Tindakan Bienkowski tidak hanya sekadar ekspresi seni atau satire sosial. Salah satu bukti nyata adalah unggahan video melalui akun Instagram @pixelhelper yang menyalahgunakan identitas Presiden Indonesia. Dalam video itu, seorang perempuan bertindak seolah-olah mewakili Presiden RI dan menyampaikan bahwa Indonesia telah mengesahkan kebijakan "Marriage for All", mendukung komunitas LGBT, dan akan membangun tempat ibadah khusus Muslim LGBT bernama Rainbow Kaaba.
Tak tanggung-tanggung, video tersebut juga mengklaim bahwa simbol suci Islam, yakni Ka'bah, akan dipindahkan dari Jerman ke Indonesia dan ditempatkan di dekat masjid-masjid besar seperti Masjid Istiqlal. Ucapan-ucapan tersebut disampaikan dengan tampilan visual yang dirancang agar tampak profesional dan kredibel, menggunakan simbol negara seperti Garuda Pancasila, foto Presiden, dan gaya penyampaian khas pejabat negara.
Ini bukan sekadar hoaks biasa, tetapi sudah merupakan penistaan agama, pemalsuan identitas pejabat negara, dan penyalahgunaan simbol nasional serta simbol keagamaan yang sangat serius.
Pelecehan terhadap Simbol Suci dan Penyebaran Agama Fiktif
Lebih jauh, dalam konten yang sama, disebutkan bahwa pemimpin agama baru bernama "Imam Oliver al-Mahdi" akan memimpin komunitas Muslim LGBT dalam ajaran "Liberal Rainbow Islam". Nama tokoh ini jelas merupakan representasi dari Oliver Bienkowski sendiri, yang mencoba memposisikan dirinya sebagai figur religius dengan agenda yang menyimpang dari ajaran Islam. Tidak hanya itu, disediakan pula "kitab suci LGBT" dalam format unduhan digital, yang diklaim sebagai pengganti Al-Qur'an.
Konten semacam ini tidak bisa dianggap sebagai kritik sosial biasa. Ini merupakan bentuk nyata dari penghinaan terhadap ajaran Islam, pencemaran terhadap simbol agama, serta penyebaran agama fiktif yang dibalut dengan simbol-simbol LGBT dan kampanye toleransi semu.
Siapa Oliver Bienkowski?
Oliver Bienkowski bukan nama baru dalam dunia aktivisme digital. Ia dikenal sebagai seniman dan aktivis asal Jerman yang kerap menggunakan media visual dan digital projection untuk menyuarakan isu-isu politik dan HAM. Melalui organisasi PixelHELPER, ia mengklaim memperjuangkan kebebasan, transparansi, dan hak minoritas. Namun, semakin ke sini, aktivitasnya kian menabrak batas moral dan etika.
Beberapa aksi sebelumnya termasuk proyeksi cahaya ke gedung-gedung pemerintah, kampanye satir terhadap pemimpin dunia, hingga proyek seni digital dengan muatan provokatif. Namun kini, tindakan Bienkowski telah jauh melampaui kritik sosial dan masuk ke wilayah penghinaan terang-terangan terhadap agama.
Strategi Propaganda dan Target Umat Islam
Konten Bienkowski dan PixelHELPER jelas menggunakan strategi propaganda digital. Mereka menyisipkan pesan-pesan kontroversial melalui narasi resmi yang seolah-olah berasal dari pemerintah Indonesia. Konten dibuat seolah-olah legal dan didukung negara, lalu disebarkan melalui kanal internasional yang sulit dikendalikan hukum Indonesia.