Mohon tunggu...
Ogie Urvil
Ogie Urvil Mohon Tunggu... Wiraswasta - CreativePreneur, Lecturer

Orang biasa yang banyak keponya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nyaman Tipu

17 November 2023   17:58 Diperbarui: 17 November 2023   18:02 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dulu, pernah ada klien saya yang ngomong gini: "Desain aja dulu mas, beli kebutuhan kertasnya juga buat nanti di print. Pokoknya, kalo sampe ini project nggak jadi, potong kuping saya !!.". Desain sudah saya kerjakan, ratusan lembar kertas tebal sudah terbeli, dan akhirnya, ternyata projectnya nggak jadi. Dan kuping si klien sampai sekarang masih pada tempatnya. (^_^)/

Yah namanya juga masih awam, masih awal banget bikin perusahaan. Tuhan sepertinya memang sengaja mempertemukan dengan sejumlah "pembohong" supaya saya-nya belajar. Tapi kok ada yah orang yang bisa dengan nyamannya melakukan kebohongan atau ingkar alias pengkhianatan ?. Seperti kejadian dulu pernah ada kasus boss travel tipu-tipu yang sudah tertangkap itu. Kok bisa ya jalan-jalan manis, santai-santai cakep, dan plesiran cihuy tanpa merasa bersalah ? Padahal kan yang digunakan itu duit calon peng-umroh yang sudah menyetor uang di depan.

Garrett, seorang neuroscientist di University College London meneliti tentang hal ini bersama rekan-rekannya. Hasil studi Garret (2016) dipublikasikan dalam Nature Neuroscience dengan judul "The Brain Adapts to Dishonesty". Dengan alat Functional Magnetic Resonance Imaging (fMRI), dalam eksperimennya mereka mengamati apa yang terjadi pada otak saat seseorang berbohong. Ternyata bagian otak yang dinilai sensitif pada kebohongan adalah amygdala (bagian otak yang juga berkaitan erat dengan emosi).

Saat seseorang berbohong, amygdala-nya akan merespon memberikan sinyal negatif, seakan me-warning dan ngasi tau si orang: "Hoi !! Ngebo'ong yaa. Awas dosa bro ?!?!". Lebaynya sih begitu. (^_^!). Karena terkait dengan emosi, mungkin ini juga yang bikin kita merasa nggak nyaman secara emosi saat berbohong. Celakanya, semakin sering seseorang berbohong, sensitivitas dari amygdala-nya akan semakin berkurang. Analoginya, amygdala itu si pemberi warning. Lantas, karena di cuekin terus, maka makin lama dia akan makin malas memberikan warning lagi.

Tali Sharot, neuroscientist di UCL juga menyatakan ada yang namanya emotional adaption. Saat seseorang pertama kali berbohong soal pajak mereka, mungkin mereka bisa merasa menyesal. Tapi setelah berkali-kali melakukannya, emosinya sudah beradaptasi. Dan seseorang akan menjadi nyaman melakukan hal itu.

Pantas saja ya. Banyak koruptor masih bisa tersenyum & melambai-lambai menyapa kamera. Mungkin studi di atas bisa jadi alasan kenapa jarang sekali kita dengar berita koruptor tobat, alias mengakui khianat atau tipu-tipunya sebelum tertangkap. Karena sudah berasa nyaman dengan itu semua.


Nyaman = enak = terusin. Mana terpikir untuk mengaku atau tobat ?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun