Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dupa Kemenyan: Tradisi Spiritual Masyarakat Pedesaan

16 Februari 2025   06:45 Diperbarui: 16 Februari 2025   06:45 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi :Membakar kemenyan (Suara.com/Marzuki)

Pada tahun 70an, masyarakat pedesaan di Jawa masih banyak hidup menganut agama suku. Belum ada agama yang masuk, bahkan tempat ibadah pun belum ada. Di dusun Jati, Kapenawon Semanu, agama suku masih sangat kuat.Pusat penyembahan dan pemberian sesaji biasanya dilakukan di beberapa tempat yang dianggap ada penunggunya. Misalnya di Wunung, lokasi berada di tengah padukuhan Jati, dan ada pohon besarnya. Lalu di Telaga Jati, yang berada di barat padukuhan.

Namun, telaga itu kini tidak berfungsi lagi dan digunakan untuk jalan penghubung padukuhan Jati dan Bulu. Tempat ritual sesaji lainnya di pohon besar di makam yang berada pinggir padukuhan Jati, dan disebut Makam Kyai Tengaran.

Pohon di tengah desa sering digunakan untuk ritual sesaji (Dok.Pribadi)
Pohon di tengah desa sering digunakan untuk ritual sesaji (Dok.Pribadi)
Ketika keluarga mengadakan acara khusus seperti pemberian nama pada bayi, biasanya acara ini setelah Puputan Ari Ari atau pada hari selapan atau 35 hari. Maka keluarga tersebut akan mengundang orang yang berpengaruh dalam spiritual, yang dinamakan kaum.
Kaum ini yang akan membakar dupa sesaji di dalam rumah. Dupa ini ditaruh di atas sepotong genteng. Keluarga kemudian mengundang tetangga sekitar untuk acara kenduri.

Demikian pula halnya bila ada keperluan syukuran, hal yang sama akan dilakukan. Namun beberapa orang yang memiliki hajat (nyadran) tertentu biasanya juga dengan menyembelih kambing.

Daging kambing ini kemudian dibagikan kepada anak-anak di padukuhan tersebut. Daging tersebut dibungkus dengan daun jati dan dibagikan setelah upacara kenduri selesai.

Baca juga: Tradisi

Seiring masuknya agama, maka ritual ini sekarang hanya dilakukan di bulan Ruwah dengan acara "Metoke". Yaitu warga berkumpul di balai padukuhan.

Dengan membawa nasi yang dibungkus di daun pisang atau daun jati, lengkap dengan lauk pauk, seperti tahu tempe atau daging ayam, lalu mereka berdoa bersama.

Setelah mereka membagi kembali makanan tadi untuk dimakan bersama atau dibawa pulang. Tradisi ini masih ada di masyarakat pedesaan di Jawa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun