Mohon tunggu...
Nyzriel el habibi
Nyzriel el habibi Mohon Tunggu... -

seorang pengembala yang haus akan ilmu DAN hamba yang tak berdaya kecuali dengan kekuatan NYA

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tidak Ada Istilah" Mantan Guru"

25 November 2010   04:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:19 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1290659181975590856

Dulu, sewaktu masih duduk dibangku sekolah dasar. Sebelum bisa untuk berhitung dan membaca. Kadang berbicarapun terbata-bata. Menangis mungkin tak terhitung lagi, bertengkar sudah menjadi hobi. Namun dirimu tetap tersenyum dan berkata “ ee..ee…  gak boleh gitu, gak boleh nakal. Anak yang nakal tidak naik kelas”

Enam tahun berlalu. Waktupun berganti walau tanpa kompromi. Sudah menjadi sunnatullah, si kecil akan tumbuh menjadi anak-anak, dan anak-anak akan tumbuh menjadi remaja, dan remaja akan menjadi dewasa, yang dewasa harus rela tua duluan. Dan yang tua hanya menunggu waktu kapan akan berakhir, walaupun ini hanya taqdir. Karena berakhirnya manusia hidup di dunia tanpa mengenal usia. Karena manusia hakikatnya hanya menunggu gilrian. Namun ini lah sunnatullah.

Enam tahun itu dulu, kini satus itu berobah menjadi anak remaja yang sekolah di tingkat menengah pertama. Canda tawa seakan tiada henti, walau terkadang dirimu marah, terkadang dirimu menangis. Murid yang diharapkan untuk serius mendengar pelajaran darimu, namun mereka terkadang berharap dirimu tidak hadir di ruang kelas itu. Tapi dirimu selalu berkata “ya udah sabar aja. Namanya juga anak ABG. Nanti mereka akan sadar kok. Dan senyum manis itu selalu terpancar dari bibirmu”.

Priode ini hanya butuh tiga tahun, happy ending diakhir tahun menjadiharapan, untuk bisa melanjutkan ke tingkat menengah atas. Disini beda kawan. Berbagai kenakalan mulai bermunculan. Huru hara menjadi kebiasaan, kumpul kebo kadang tak bisa di hindarkan. Maksiat dan maksiat, maka jangan heran kalau kita mendengar dan menyaksikan anak-anak pada priode ini berani adu jetos dengan guru disekolah dan ada juga yang berani unjuk kebolehan bersama orang tuanya di rumah. Namun senyum itu selalu terpancar dari wajahmu dan selalu berkata “ Apa ya yang harus kita lakukan untuk mereka, kita harus mulai bikin terobosan-terobosan baru. Agar anak-anak kita tidak jauh terjebak oleh kenakalan-kenakalan remaja akhir-akhir ini”.Dirimu terus mencari solusi karena kecintaanmu kepada mereka.

Ketika anak-anak mu Sukses, publik selalu berkata “ siapa orang tuanya”. Namun ketika mereka gagal, dirimu sering kali disalahkan “ siapa Gurunya”.

Untuk guru ku tercinta:

Guru maafkan kami, atas kesalahan selama ini.

Engkau yang mendidik kami, menjadi anak yang berbakti.

Jasa yang kau berikan,tak kan pernah terbalas. Meski duniakan ku berikan.

Kau didik kami, kau ajar kami

Cobaan rintangan, kau tempuh jua

Hanya Allah yang membalas jasamu, dengan surga yang ia janjikan.

Selamat Hari Guru; pahlawan bangsa meski tanpa tanda jasa.

Mereka para pembesar negara hari ini adalah buah hasil didikan mu sebagai GURU.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun