"Bagaimana mungkin, Bang?"
"Ayam di dapur itu, Dik"
Hasan perlahan meleleh, bagian-bagian tubuhnya perlahan turun ke bawah seperti lumpur basah yang mencair lalu mengalir di lantai dan kering seketika.Â
Iyem termenung, retak hatinya. Baru saja ia berbahagia bisa bertemu suami yang ia cintai, ia harus terbangun dari tidur dengan perasaan ganjil. Ayam itu? Suaminya? Hampir saja Iyem megap-megap mencerna segalanya, tapi perkataan Hasan membuatnya berubah pikiran.
Keesokan harinya, Mak Iyem mendatangi dapur. Dilihatnya ayam jantan itu lamat-lamat. Ada yang berbeda dari air muka Mak Iyem. Diberinya makan ayam itu dengan nasi putih sisa semalam.Â
Dalam telapak tangan Mak Iyem yang menengadahkan nasi, ayam jantan itu mematuk-matuk dengan lahapnya. Dalam pikiran Mak Iyem, muncul bayang-bayang suaminya yang datang tadi malam. Setelah habis kira-kira satu mangkuk kecil, ayam itu berjalan-jalan seperti hendak meninggalkan Mak Iyemi di rumah.
"Pergilah, barangkali kau mau menemui kawanmu diluar" celetuk Mak Iyem saat ayam itu mulai melangkah dari hadapannya.
Ayam jantan itu mendongakkan sebelah matanya. Lalu melangkah keluar tanpa ragu. Sore harinya, ayam jantan itu kembali ke dapur Mak Iyem untuk tidur. Mengetahui ayam itu kembali, Mak Iyem tersenyum. Dalam hatinya ia ingin mengajak ayam itu tidur bersama di kamar namun tak mungkin ia lakukan itu.
Sengaja tak ia tutup pintu dapur, agar di pagi hari ayam jantan itu bisa langsung memakan nasi sisa yang ia taruh diatas meja. Mak Iyem lalu menjatuhkan badannya di kasur  dan tertidur.Â
Keesokan harinya Mak Iyem menemukan ayam jantan itu tepat didepan mukanya. Terkejut Mak Iyem, segera ia mengucek mata. Namun Mak Iyem tak marah barang sedikitpun.Â
Ia langsung menggendong ayam jantan itu ke belakang dan memberinya makan. Hari-hari selanjutnya kalian akan menemukan keganjilan, seorang janda tidur bersama ayam jantan!