Mohon tunggu...
Mas Nuz
Mas Nuz Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis biasa.

hamba Alloh yang berusaha hidup untuk mendapatkan ridhoNya. . T: @nuzululpunya | IG: @nuzulularifin

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Valentinsiana] Natalie, Oh Natalie...

15 Februari 2014   06:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:48 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

[16]

by: Gaga & Nuzulul

Aku berlari meninggalkan pesawat yang sebentar lagi berangkat. Aku benar-benar nekat. Lariku semakin kencang, meninggalkan petugas dan pramugari yang mengejarku ... Huh. Aku meniru gaya Tom Cruz melarikan diri dari kepungan bandit yang sering aku lihat dalam film Hollywood. Puh. Aku tak peduli. Berlari dan terus berlari saja ...

Ah, itu. Itu dia masih di sana! Kuhampiri perempuan berambut keriting nan pirang, digelung cepol seadanya. Kutatap matanya, kukecup tangannya yang lembut. Bausandalwood mystiqueitu aku hirup sebentar. Uggghhh. Engkau memang bungaku. Dari baunya saja aku sudah merasa bahagia. Bagaimana jika aku hidup bersamanya? Pastilah seperti berada di taman surga.

Kuraba sakuku, kuberikan secarik kertas terlipat bentuk wajik. Berpindah dari tangan berwarna sawo matangku pada tangan Natalie yang bak porselen itu. Tapi itu tak lama, karena dua petugas segera menggeret dan merangketku untuk kembali ke pesawat. Aku tak bisa berontak. Aku menurut saja. OK, OK ... daripada lebam!

Suasana heboh dan hingar-bingar di terminal 1 Charles de Gaul pun segera berakhir. Aku puas kembali ke tempat dudukku meski akhirnya harus menanggung tatapan mata ratusan penumpang  di dalam pesawat yang akan mengusungku ke Jakarta. Mereka sepertinya ingin ramai-ramai mengangkat bantal pesawat dan melemparkannya pada wajahku. Aku tertunduk malu. Gara-gara aku, pesawat terlambat! Argh, biarlah. Yang ku tahu hanya satu, menyampaikan rasa hatiku. Dan aku berhasil melakukannya. Kini kusandarkan tubuhku pada kursi dekat jendela. Mataku terpejam. Aku bayangkan Natalie ada di sampingku dan membaca kertas yang tadi aku berikan padanya."Maukah engkau menikah denganku?"Hanya satu kalimat yang ada di sana, untuknya. Bukan untuk siapa-siapa, kecuali dia. Ya, hanya untuk dia. Natalie.

"Tunggu aku di Paris, Natalie" lirih aku berucap. Mataku kubuang ke seberang jendela, menyapa tumpukan awan yang menggumpal mesra. Oh. Aku masih ingat saat pertama kali aku mengenal Natalie di Paris Sud Universite. Aku mengambil program seni interior dan eksterior di Orsay, sebah kota universitas yang masih masuk distrik Paris. Ada seorang teman sekelas yang membenciku. Ya, dia, ya, Natalie itu. Karena dia selalu menganggap aku ini play boy cap kampak. Yang kalau di mana-mana dikelilingi para mahasiswi. Padahal, aku hanya ingin bersosialisasi saja. Maklum, mahasiswa pendatang, kos lagi. Harus pintar dan banyak usaha.

Sengit ndulit. Itu barangkali yang terjadi pada perempuan berhidung mbangir itu. Dari benci menjadi rindu. Bagaimana mungkin? Ah, aku tahu. Aku yakin lewat kesabaran, kejujuran dan kesetiaanku yang aku tunjukkan padanyalah, ia berhasil jatuh ke pelukanku. Cinta lokasiku dengan mahasiswi cantik sekelas itu, membuat hatiku benar-benar terpenggal. Separohnya tertanam di Perancis. Selama studi, akulah yang menjadi jawara hatinya. Hari-hari Natalie yang sebelumnya selalu sunyi, berubah riuh dan ceria. Aku bagai matahari yang menghangatkan hatinya yang sendu. Memulas langitnya yang sebelum ada aku, hanya ada warna abu dan ungu.

Enam jam kemudian, pesawat transit di Dubai. Aku manfaatkan jasainternet wirelessbandara. Kupencet namanya. Natalie. Face time terhubung.

“Hi ... apa kabar?“

“Lelah. Sudah baca?“

“Si.“

“Et?“

“Non ...“

Ping!!! Gustiiii ... dia menolak! Aku berharap pendengaranku yang rusak. Kata TIDAK itu semoga hanya salah sambung dari gendang di telinga ini.

Aku gundah. Ku sorot mata perempuan yang mengambil  setengah hatiku. Natalie memalingkan muka. Aku lihat mata birunya tak bercahaya. Suram-suram tak bergembira. Lalu ia mengalihkan pandangannya ke kukunya yang cantik. Kuteks unik itu yang aku pilihkan untuknya sebelum kepergianku. Warnanya merah jambu.

Aku kejar dengan beragam tanya. Apakah dia tak mau menungguku karena tak tahu kapan waktu aku akan kembali dan menjemputnya? Apakah dia tak percaya kalimat dalam kertas yang aku buat ekstra untuknya? Aku benar-benar ingin menikahinya! Apakah dia takut aku akan memangkas janji? Aku sangat takut ... khawatir ada pria lain di hatinya. Oh, Tuhan, tolong aku ....

Natalie menggelengkan kepala. Ia menangis! Ingin kupeluk tubuhnya yang jangkung di sana. Ingin kuusap pipinya yang basah dengan tisue berparfum melati kesukaannya. Ingin kupetik ukulele untuk menyanyikan sebuah lagu indah untuknya, agar tangisnya reda. Supaya senyumnya mengembang di sana. Karena akulah, mentarinya.

Tapi aku tak berdaya. Kami hanya dihubungkan facetime. Dunia maya yang tak bisa kuraba. Fantasiku mulai nakal. Membayangkan membajak pesawat untuk kembali ke Paris saja. Menjemput permata hatiku yang tak bisa mengurai kata yang ada di dada. Ingin sekali. Ingin sekali rasanya ....

Tapi buat apa? Jawaban Natalie adalah TIDAK. Aku malu. Aku benci tapi aku juga rindu pada bungaku itu.Ma fleur, Ma Natalie ... je t’aime.Tiba-tiba tubuhku lemas. Langit tiba-tiba gelap. Dunia seakan runtuh. Sayup-sayup kudengar orang ribut membangunkanku lalu menggotongku ke ambulan. Nguing-nguing-nguing .... Aku pingsan! (G&N)

Inilah Perhelatan & Hasil Karya Peserta Fiksi Valentine.

Silahkan bergabung di FB Fiksiana Community.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun