Mohon tunggu...
Nuzula Rahmah
Nuzula Rahmah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aku Sekolah untuk Bermain Bukan Belajar, Faktanya?

10 Februari 2018   13:59 Diperbarui: 10 Februari 2018   14:04 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
littlebinsforlittlehands.com

Kondisi dunia pendidikan jaman sekarang, orang tua lebih tergiur jika buah hatinya mendapat nilai bagus saat ujian bahkan sampai mendapat best of the best di sekolahnya. Buah hati yang jago dalam dunia matematika layaknya Phytagoras, itu merupakan salah satu contoh yang diimpikan oleh orang tua. Bahkan orang tua mementingkan gengsinya sendiri untuk menyekolahkan buah hatinya di sekolah dasar taraf internasional tanpa memandang sisi kebutuhan khusus buah hatinya.

Nah, disini saya akan mengulas mengenai kindergarten. Seperti apa sih didalamnya?

Kindergarten merupakan pendidikan prasekolah, bisa kita ketahui bahwa Kinder= anak-anak dan Garten = taman. Kindergarten yakni taman kanak-kanak untuk seorang anak berusia 4-6 tahun. Masa ini disebut masa pre-operational pada teori Jean Piaget karena seorang anak belum mampu untuk melakukan operasi reversibel. Menurut Ratna (2006: 137) Reversibilitas ialah kemapuan berpikir kembali pada titik permulaan, menuju pada satu arah dan mengadakan kompensasi dengan menuju pada arah yang berlawanan, misalnya menambah dan mengurangi bilangan.

Dan pula anak pada masa ini belum bisa berpikir secara abstrak. Mereka lebih mudah menangkap sesuatu yang baru berdasarkan apa yang diamatinya. Sosok anak usia 4-6 tahun dengan keluguannya ia tidak mudah percaya dengan apa kata orang sebelum ia mengetahuinya sendiri. Pada usia ini anak memiliki rasa ingin tahu yang menggebu-gebu untuk mendapatkan informasi yang sekonkretnya. 

Tapi fakta berkata...

Anak usia taman kanak-kanak sekarang dituntut untuk memperoleh materi calistung (baca, tulis, dan berhitung) sedini mungkin. Padahal masa mereka masa untuk bermain, bersenang-senang, berimajinasi, dan berkarya dengan caranya sendiri tapi anak dituntut oleh sekolah untuk calistung,miris bukan?. Anak yang seharusnya bermain maupun berimajinasi sebagai media belajarnya sendiri malah ditempa untuk belajar baca,tulis dan berhitung. Bermain itu memang sudah dunia anak tahap pre-operational.

Calistung diadakan oleh sekolah untuk mememuhi keinginan orang tua siswa supaya buah hatinya bisa diterima di sekolah dasar yang favorit. Bahkan anaknya di kursuskan kesana kemari agar cepat mengusai baca, tulis,dan berhitung.

Sebenarnya sudah ada Peraturan Pemerintah No.17 tahun 2010 pasal 69 ayat 5 yang berisi tentang penerimaan peserta didik tidak didasarkan pada kemampuan tes baca, tulis dan berhitung maupun tes-tes lainnya. Akan tetapi, masih ada juga sekolah-sekolah yang melakukan tes tersebut secara sembunyi-sembunyi atas kepentingan itu sendiri.

Adanya Peraturan Pemerintah tersebut sehingga tidak perlu dikhawatirkan untuk orang tua yang ingin menyekolahkan anak ke sekolah favorit asalkan syarat-syarat pendaftarannya terpenuhi sesuai ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan pengalaman pribadi..

ketika saya pengabdian masyarakat mengamati sendiri akan perbedaan anak di taman kanak-kanak ketika belajar calistung di dalam kelas dan bermain atau bernyanyi di luar kelas. Anak-anak lebih tertekan ketika berada di dalam kelas daripada di luar kelas karena belum masanya anak untuk berpikir dan belajar baca, tulis dan berhitung. Ketika diluar kelas anak begitu energik sekaligus ia merasa tidak ada beban sama sekali. Memang usia taman kanak-kanak masa untuk bermain, bernyanyi, berimajinasi dengan menggambar, dan berkarya dengan lipatan-lipatan origami warna-warni. Seharusnya taman kanak-kanak itu tempat bermain anak bukan tempat belajar, namanya juga taman. dimana-mana taman itu tempat untuk bermain. hehehe

Thanks for reading...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun