Mohon tunggu...
nuzex
nuzex Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) yang memiliki minat besar dalam dunia jurnalistik, media, dan kepenulisan. Selama menempuh studi, saya terbiasa mengasah keterampilan menulis artikel, membuat konten kreatif, serta memahami strategi komunikasi yang efektif berbasis nilai-nilai Islami. Bagi saya, menulis bukan sekadar menyampaikan informasi, tetapi juga sarana untuk berbagi inspirasi dan membangun kesadaran positif di tengah masyarakat. Ketertarikan saya mencakup bidang media penyiaran, literasi digital, serta isu-isu sosial keagamaan yang relevan dengan kehidupan generasi muda. Dengan semangat belajar dan konsistensi berkarya, saya berharap tulisan-tulisan yang saya bagikan dapat memberi manfaat, membuka wawasan, serta menjadi bagian dari kontribusi nyata dalam perkembangan komunikasi Islam di era digital.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membangun Kampung Kito: Jejak KKN Mandiri di Mushola Miftahul Huda dan Madrasah Nurul Huda Desa Sukadamai, Muaro Jambi

1 September 2025   19:52 Diperbarui: 1 September 2025   19:52 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kuliah Kerja Nyata (KKN) atau Kukerta bukan sekadar kewajiban akademik yang harus ditempuh mahasiswa, tetapi juga menjadi jembatan untuk mengenal lebih dekat denyut kehidupan masyarakat. Tahun 2025 ini, saya berkesempatan melaksanakan Kukerta Mandiri dengan tema besar "Membangun Kampung Kito" di Desa Sukadamai, Kabupaten Muaro Jambi. Selama kurang lebih 45 hari, terhitung sejak 7 Juli hingga 20 Agustus, saya merasakan pengalaman luar biasa yang tidak hanya menambah wawasan, tetapi juga menumbuhkan rasa cinta dan tanggung jawab terhadap masyarakat. 

Fokus utama kegiatan saya bertempat di Mushola Miftahul Huda, yang menjadi pusat aktivitas ibadah dan sosial warga. Dari sinilah program kerja utama saya berjalan: pembinaan generasi Qur'ani dan gerakan cinta lingkungan. Dua hal ini saya yakini sebagai pondasi penting dalam membangun kampung---menumbuhkan karakter religius pada generasi muda sekaligus menanamkan kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan dan lingkungan 

Minggu pertama dimulai dengan langkah sederhana namun penuh makna. Pada 9 Juli, saya ikut membantu anak-anak belajar mengaji antara maghrib dan isya. Suasana mushola yang hangat dengan lantunan ayat-ayat suci membuat saya merasa cepat menyatu dengan kehidupan desa. Selain itu, saya juga ikut membersihkan mushola, karena kebersihan adalah bagian dari ibadah. 

Memasuki minggu kedua, pada 17 Juli, kegiatan saya masih berlanjut dengan mengajar ngaji. Namun, perbedaannya adalah ikatan emosional dengan anak-anak semakin terasa. Mereka bukan lagi sekadar murid, tetapi sahabat kecil yang penuh semangat dalam menuntut ilmu agama. 

Minggu ketiga menghadirkan suasana berbeda. Pada 23 Juli, saya bersama warga ikut meramaikan pawai pembukaan Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ). Saya juga turut mendampingi peserta dari Desa Sukadamai hingga penutupan. Ada rasa bangga tersendiri melihat generasi muda desa tampil percaya diri membawa nama baik kampung mereka. MTQ bukan hanya lomba, tetapi juga perayaan atas semangat religius yang hidup di tengah masyarakat.

Tanggal 2 Agustus di minggu keempat menjadi momen yang penuh warna. Selain tetap mengajar ngaji dan membersihkan mushola, saya bergabung dengan latihan hadroh bersama Majelis Ahbabul Itthad. Suara tabuhan rebana berpadu dengan sholawat membuat suasana malam semakin syahdu, menyatukan hati warga dalam irama kebersamaan.

Minggu kelima, pada 10 Agustus, kegiatan kembali berjalan seperti biasa: mengajar ngaji dan menjaga kebersihan mushola. Meski sederhana, rutinitas ini menjadi pengingat bahwa konsistensi dalam hal kecil dapat membawa dampak besar bagi pembentukan karakter generasi muda. 

Puncaknya terjadi pada 18 Agustus, minggu keenam. Bersama warga dan rekan mahasiswa KKN Mandiri, kami menggelar gotong royong di madrasah. Kami membersihkan lingkungan sekolah sore sekaligus memasang spanduk penerimaan siswa baru. Ada semangat kebersamaan yang begitu kental hari itu, seakan menegaskan bahwa gotong royong masih menjadi ruh kehidupan desa. 

Dari seluruh rangkaian kegiatan ini, saya menyadari bahwa Kukerta bukan hanya soal program kerja yang direncanakan. Lebih dari itu, ia adalah tentang bagaimana kita hadir, berbaur, dan meninggalkan jejak kebaikan yang bisa terus dilanjutkan oleh masyarakat. Saya belajar bahwa membangun desa tidak selalu harus dengan hal besar, tapi bisa dimulai dari hal-hal sederhana seperti mengajar ngaji, membersihkan mushola, atau membantu,madrasah. 

Kini, meskipun Kukerta Mandiri ini telah usai, saya berharap semangat yang kami bawa tetap hidup di Desa Sukadamai. Anak-anak terus bersemangat menuntut ilmu agama, mushola tetap ramai dengan kegiatan, dan masyarakat semakin mencintai lingkungannya. Bagi saya pribadi, 45 hari ini bukan sekadar angka, melainkan cerita hidup yang akan selalu-saya-kenang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun