Mohon tunggu...
Nusantara Mulkan
Nusantara Mulkan Mohon Tunggu... Lainnya - Orang Biasa Aja

Sebagian tulisan saya yang ada di sini pernah dimuat di sejumlah media. Walaupun sedikit saya modifikasi kembali.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jakarta, Penaklukan 495 Tahun yang Tak Pernah Usai

22 Juni 2022   18:08 Diperbarui: 22 Juni 2022   19:24 1090
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ENTAH mengapa kawasan di mulut Sungai Ciliwung itu selalu menarik perhatian berbagai kalangan. Silih berganti orang berusaha menaklukkan dan menguasainya.

Setidaknya, sejak pada abad ke-16, Prabu Surawisesa dari Kerajaan Pajajaran merasa perlu bersekutu dengan Portugis karena merasa ada ancaman di sekitarnya. Sehingga kemudian menyerahkan kawasan yang saat itu bernama Sunda Kalapa sebagai tempat berlabuh kapal-kapal sekutunya itu.

Di sisi lain, Fatahillah yang merupakan panglima perang kerajaan Demak menilai keberadaan bangsa Eropa itu sebagai ancaman regional. Sehingga, dia mengumpulkan pasukan dari Demak, Cirebon, dan Banten untuk menggempur kawasan tersebut.

Litografi karya Andries Beeckman yang menggambarkan benteng di Batavia pada abad XVII (luk.staff.ugm.ac.id) 
Litografi karya Andries Beeckman yang menggambarkan benteng di Batavia pada abad XVII (luk.staff.ugm.ac.id) 

Hingga pada 22 Juni 1527, armada perang yang dipimpin Fatahillah berhasil memenangkan pertempuran. Dia pun mengubah nama Sunda Kalapa menjadi Jayakarta, dan kemudian menjadi 'gubernur' pertama di kawasan yang kelak dipersingkat sebutannya menjadi Jakarta itu.

Walaupun ada versi lain dari budayawan Betawi Ridwan Saidi yang justru menyebut Fatahillah sebagai pembantai orang-orang pribumi di Sunda Kalapa. Bahkan menyebut Fatahillah sebagai orang Yahudi! Sehingga, dia menentang penetapan 22 Juni sebagai HUT Jakarta.

Apapun yang menjadi pro dan kontra, yang jelas Jayakarta tetap terlihat seksi di mata bangsa Eropa. Sehingga, Jan Pieterszoon Coen pun menggempur kawasan itu dan menaklukkannya pada 30 Mei 1619. Nama kota diganti menjadi Batavia, sesuai nama kampung halamannya di Belanda, dan bule yang oleh kalangan inlader lebih senang menyebutnya sebagai Meneer Moerdjangkoeng itu menjadi Gubernur Jenderal VoC.

Keseksiannya pun hingga negeri ini bernama Indonesia tetap berlanjut. Buktinya, ya karena kawasan yang kemudian bernama Djakarta itu menjadi ibu kota negara, menyusul diproklamasikannya kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 oleh Soekarno dan Mohammad Hatta.

 Kawasan Molenvliet yang sekarang bernama Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat. [Tropenmuseum]
 Kawasan Molenvliet yang sekarang bernama Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat. [Tropenmuseum]
Dan sejak itulah magnet Jakarta sebagai pusat perekonomian dan politik seolah ditancapkan. Hingga kini Jakarta dengan embel-embel Daerah Khusus Ibukota pun selalu menjadi pusat harapan berbagai anak bangsa dari penjuru Tanah Air untuk bertaruh nasib.

Silih berganti orang beralih rupa menjadi politisi serta berupaya menaklukkan dan menguasainya, sejak posisi kepala daerah bukan lagi lewat penunjukkan, tapi pemilihan satu warga satu suara. Bukan sekadar karena APBD yang hampir menyentuh Rp90 triliun--walaupun setelah pandemi harus menyesuaikan. Bahkan, kini seolah siapapun yang sukses memenangkan pertarungan politik di sana, maka jalannya untuk meraih kekuasaan menjadi RI-1 akan lebih mulus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun