Mohon tunggu...
Nur Wahdah Maulidyah
Nur Wahdah Maulidyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - 22107030085 Mahasiswa UIN SUNAN KALIJAGA

Penikmat anime Jepang yang sedang tergila-gila dengan seorang idol Korea

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Pro Kontra Sertifikasi Halal: Pentingkah?

20 April 2023   21:41 Diperbarui: 20 April 2023   21:42 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: lailavegas.com

Kamu tahu tidak kalau ada produk-produk non makanan yang bisa di sertifikasi halal. Ada loh kulkas halal, kerudung halal, sepatu halal. Nah jadi kita butuh tidak sih sebenarnya sertifikasi halal terutama buat konsumen muslim?

Dikutip dari kriteria sistem jaminan halal, persyaratan nama merek atau produk tidak boleh mengarah pada hal yang menimbulkan kekufuran dan kebatilan. Jadi kalau nama produknya coklat Valentine atau biskuit Natal juga tidak bisa disertifikasi halal meskipun tidak mengandung babi atau alkohol. Terus barang gunaan juga ada sertifikasi halalnya. Mari kita bahas tentang pro kontranya!

Nah jadi yang pro tentu saja konsumen muslim yang mau mengikuti gaya hidup halal. Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah lembaga ulama yang secara kolektif bermusyawarah untuk mengeluarkan fatwa, termasuk dalam hal ini mengeluarkan sertifikasi halal. Konsekuensi mengkonsumsi makanan yang haram menjadi dosa buat muslim. Jadi yang muslim taat tidak mau dosa, tapi kan tidak bisa memeriksa makanan satu-satunya, ada babinya tidak, bikin mabuk tidak, makanya bergantung sama keputusan MUI.

Terus kalau soal barang gunaan non makanan yang disertifikasi halal itu sebenarnya bukan kontra terhadap sertifikasi halal, tapi lebih ke mempertanyakan prosesnya, batasan barang-barangnya, dan mungkin juga mempertanyakan soal otoritas MUI dalam hal ini. Dalam Islam sebenarnya semua itu default hukumnya boleh ya mubah unless dilarang atau diwajibkan. Bukan default hukumnya itu haram unless diverified halal oleh MUI. Nah dalam makanan semua muslim sepakat kalau babi itu haram dan minuman beralkohol itu haram.Jadi caranya tinggal periksa aja ada substansi itu atau tidak.

Tapi ternyata nama produk ditentukan juga. Bukan cuma kandungan makanannya yang diperiksa, tapi nama juga bisa jadi penentu label halal atau tidak. Karena ada banyak makanan yang masuk ke kategori halal bahkan yang lebih tidak sehat dari babi atau dari minuman beralkohol tapi tetap bisa dihukumi halal karena halal itu bukan urusan baik atau sehat untuk dikonsumsi atau tidak. Pokoknya halal itu sesuai dengan kriteria dari perintah Tuhan.

Terus sekarang masalah substansi alkohol. Banyak produk yang sebenarnya mengandung alkohol tapi tidak dihukumi haram, seperti tape, cuka, atau obat batuk. Dalam Islam cuka itu makanan yang toyib malah makanan yang baik. Kalau versi MUI, cuka apel bisa halal kalau kandungan etanolnya dibawah 0,5%. Kalau kamu suka masak atau baking, kamu mungkin pernah menemukan ada produk saus atau cuka yang non halal karena mengandung alkohol 0,1 atau 0,2 jadinya tidak bisa jadi halal. Tidak ada guidance jelas tentang bagaimana menentukan alkohol yang haram dan boleh dari lembaga sertifikasi halal. Jadi terlihat ada ketidak konsisten di sini atau bisa saja konsisten, tapi kita tidak tahu karena kita tidak tahu hasil labnya.

Memang sih kita bisa mengecek suatu produk itu sudah certified halal atau belum di website LPPOM MUI, tapi hanya diberi tahu nomor sertifikat halalnya aja. Tidak ada hasil lab atau hasil bagaimana prosesnya mereka bisa menentukan produk itu jadi halal.

Kemudian kita harus bahas nih batasan barang yang bisa di sertifikasi halal. Ternyata yang punya label halal bukan cuma makanan tapi kosmetik dan barang-barang juga. Mengenai penggunaan babi sebagai bahan untuk pembuatan non makanan itu memang tidak semua ulama sepakat haram.

Terakhir soal otoritas MUI. Apakah oke jika MUI menjadi lembaga tunggal yang punya wewenang untuk mengeluarkan fatwa dan memberikan sertifikasi halal? Itu power yang terlalu besar jadi tidak ada pembanding buat konsumen muslim.

Kurang lebih begitu sih pro kontranya. Kalau menurutmu penting tidak sertifikasi halal? Kalau iya, penting barang-barang gunaan perlu sertifikasi hal-hal juga atau makanan saja? Terus setuju tidak kalau nama produk jadi pertimbangan untuk menentukan suatu produk itu halal atau tidak? Terakhir soal otoritas MUI, menurut kamu sudah pada porsinya dan sesuai kebutuhan atau belum? 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun