Mohon tunggu...
Nurul Septiani Wulan Sari
Nurul Septiani Wulan Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Instagram : @nurulwlnsri

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengembangan Pendidikan Penyandang Disabilitas Melalui Program Sekolah Inklusi

13 Januari 2024   16:47 Diperbarui: 13 Januari 2024   17:02 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kelulusan mahasiswa Foto: Getty Images/iStockphoto/Phira Phonruewiangphing

 

Program Pendidikan Inklusif merupakan salah satu amanat dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif yang diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabailitas. Pendidikan inklusif telah diakui sebagai prioritas global bagi anak-anak penyandang disabilitas berdasarkan SDGs (Nair et al., 2023). Memahami pengalaman anak-anak penyandang disabilitas dari sudut pandang mereka sangatlah penting. Penerapan pendidikan inklusif sangat diperlukan agar anak berkebutuhan khusus dapat berkembang dan berinteraksi dengan lingkungannya serta memperoleh pendidikan yang layak.

            Pendidikan inklusif adalah program pendidikan yang mendukung terjadinya interaksi antara anak berkebutuhan khusus dengan anak pada umumnya yang bersekolah di sekolah reguler sehingga mereka bisa memaksimalkan kemampuan berinteraksi dan motivasi dalam hal belajar. Pendidikan inklusif mengimplementasikan konsep pendidikan bagi semua pihak melalui upaya menggabungkan siswa yang memiliki kebutuhan khusus di lingkungan pembelajaran bersama-sama dengan siswa yang memiliki kondisi normal (Murniarti & Anastasia, 2016). Faktor utama yang dapat mendukung penyelenggaraan pendidikan inklusif, yakni dukungan dari orang tua, guru, dan peserta didik.

            Tujuan dari pendidikan inklusif adalah memberikan kesempatan bagi mereka yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental dan sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya (Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, 2011).  Selain itu, memberikan jaminan supaya mereka memperoleh hak pendidikan yang sama seperti anak-anak lainnya. Berdasarkan data dinas pendidikan kulon progo sejak tahun 2007, Kulon Progo telah menyelenggarakan layanan pendidikan inklusif. Kebijakan yang mengatur pendidikan inklusif di Kulon Progo disusun dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2016 tentang penyelenggaraan perlindungan penyandang disabilitas.

            Analisis data SUSENAS 2018, mayoritas anak tanpa berkebutuhan khusus sebanyak 99,6% dapat berpartisipasi pada pendidikan dasar, sedangkan kurang lebih 30% anak dengan berkebutuhan khusus tidak pernah menginjakkan kaki di sekolah. Selain itu, skala putus sekolah pada anak penyandang disabilitas lebih tinggi dibandingkan anak normal pada umumnya. Sebanyak 62% anak non disabilitas berhasil menyelesaikan pendidikan jenjang SMA dibandingkan dengan 26% pada anak disabilitas. Sebesar 95% anak non disabilitas yang berhasil lulus dari SD, anak penyandang disabilitas hanya berhasil setengah persen dari mereka, yaitu sebanyak 54%. Makin tinggi jenjang pendidikan yang diikuti, tingkat kelulusan untuk anak dengan disabilitas pun turun signifikan. Data menunjukkan bahwa hanya terdapat 2,8 persen penyandang disabilitas berhasil menyelesaikan pendidikan hingga perguruan tinggi.

            Sekolah Dasar Negeri Serang merupakan salah satu sekolah yang menerapkan pendidikan inklusif. Peneliti menemukan adanya penolakan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) oleh teman sekelasnya. Akibatnya, menimbulkan sikap kurang menghormati dan menghargai antar teman. Diikuti dengan kurang maksimalnya kerja sama yang dibangun antara guru dan orang tua/wali serta belum adanya GPK di SD Negeri Serang Pengasih. Peneliti juga menunjukkan adanya fasilitas yang telah memudahkan  kebutuhan ABK sehingga anak dapat secara mandiri menggunakan segala fasilitas yang tersedia di SD Negeri Serang. Fasilitas tersebut meliputi perpustakaan, papan tulis, dan lain sebagainya. Dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan waktu pembelajaran untuk Anak Berkebutuhan Khusus dan anak normal pada umumnya. Mereka mendapatkan tambahan jam dan pengulangan materi yang dilakukan sepulang sekolah. Oleh sebab itu, waktu belajar mereka berbeda dengan anak pada umumnya (Anggarani, 2019).

            Menurut (Ahmadi et al., 2022), berdasarkan penelitian yang dilakukan di SDN 159 Sekejati Kota Bandung, sasaran yang ingin dicapai dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif dibagi menjadi 8 kategori, yaitu kebijakan dan regulasi, kelembagaan, sumber daya manusia, data dan sistem informasi, sarana dan pendanaan, kurikulum dan pembelajaran, sistem dukungan, publikan dan sosialisasi. Peneliti mengemukakan program pengembangan Pendidikan Inklusif di SDN 159 Sekejati Kota Bandung dapat berjalan secara efektif dan efisien apabila dilandasi oleh etos dan cara kerja yang andal. Melalui prinsip profesional, akuntabel, kerja sama, berkelanjutan, dan kemanusiaan memungkinkan semua sasaran dapat dicapai secara maksimal. Penelitian lain juga dilakukan di SMA Negeri 4 Sidoarjo. Penelitian tentang pemenuhan hak peserta didik penyandang disabilitas pada program sekolah inklusi di SMA Negeri 4 Sidoarjo yang dilaksanakan secara berturut-turut sesuai hasil observasi dan wawancara yang dilakukan pada awal bulan Maret hingga April 2020. Menurut peneliti, dalam melaksanakan  program pendidikan inklusi sesuai dengan pedoman umum pada Permendiknas terdapat beberapa prinsip yang harus dilakukan dalam menjalankan program pendidikan inklusif. Ada beberapa prinsip yang menjadi pedoman dalam menjalankan program tersebut antara lain prinsip peningkatan mutu, keberagaman, keberlanjutan, dan keterlibatan. Kemudian ada implikasi manajerial sebagai sarana pengoptimalan pengelolaan pendidikan  inklusi dengan tanggung jawab masing-masing seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengoordinasian, pengawasan dan evaluasi (Setiawan & Setyowati, 2020).

            Selama ini, Sekolah Luar Biasa (SLB) untuk anak penyandang disabilitas tidak menyediakan fasilitas yang sesuai. Sekolah inklusi harus memiliki hubungan kerja sama antara sekolah dan tempat tinggal. Dalam melaksanakan program ini, Sekolah dan guru harus melibatkan orang tua murid karena dapat melakukan konsultasi antara guru dan orang tua terkait masalah pendidikan anak mereka. Program pendidikan inklusi perlu mendapatkan atensi khusus dari banyak pihak agar mereka mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan kondisinya dan dapat menghargai perbedaan dalam kehidupan di masyarakat secara maksimal. Oleh sebab itu, diperlukan komitmen dan tanggung jawab yang tinggi serta kerja keras melalui kolaborasi berbagai pihak, baik pemerintah maupun masyarakat untuk mengatasinya. Dengan demikian, kesejahteraan anak penyandang disabilitas dapat direalisasikan secara cepat dan maksimal.

Referensi

Ahmadi, A., Hanifah, M., & Ineu Herawati, N. (2022). Rancangan Program Sekolah Inklusi Di Sekolah Dasar Negeri 159 Sekejati Kota Bandung. Didaktik: Jurnal Ilmiah PGSD STKIP Subang, 8(2), 2251--2265. https://doi.org/10.36989/didaktik.v8i2.537

Anggarani, N. P. (2019). Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar Negeri Serang Pengasih Kulon Progo Implementation of Inclusive Education in Sekolah Dasar Negeri Serang Pengasih Kulon Progo. Jurnal Widia Ortodidaktika, 8(10), 1014--1024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun