Mohon tunggu...
Nurul Purnamasari
Nurul Purnamasari Mohon Tunggu... lainnya -

Membaca jadi candu, menulis mengobati rindu @NurulPurnama07

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

17 Tahun, Bukan Sweet Seventeen bagi Udin

9 Mei 2013   13:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:51 1681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13680793581511638335

Tahun 1996,  dunia jurnalistik Indonesia dihentakkan dengan meninggalnya Fuad Muhammad Syafruddin (Udin), jurnalis Bernas, pada 16 Agustus 1996. Udin meninggal setelah tiga hari sebelumnya dianiaya orang tak dikenal di rumahnya. Kematian Udin diduga akibat pemberitaannya tentang pengungkapan kasus korupsi yang dilakukan Bupati Bantul Sri Roso Sudarmo. Akhir 1997, Polda DIY meyatakan kasus tersebut tidak dapat diteruskan karena pelakunya tidak dapat ditemukan.

Kini 17 tahun sudah kasus tersebut seolah menguap dihembus angin. Hampir semua dari kita lupa jika setelah kematian Udin, ada banyak jurnalis yang meregang nyawa akibat pemberitaan yang dilakukannya. Hal ini menunjukkan jika wajah jurnalisme Indonesia masih belum dapat memberikan perlindungan. Kasus Udin juga menjadi penanda keberpihakan kepada jurnalis dan tugas-tugasnya ‘mengetuk-ngetuk pintu bagi terbukanya kebenaran’. Kasus Udin merupakan salah satu kasus kekerasan yang dialami oleh jurnalis. Hal ini juga menandai masih kuatnya ancaman bagi kebebasan dan kemerdekaan berkespresi.

Pimpinan Polda DIY sudah belasan kali berganti, namun penyelesaian kasus Udin tidak ada kemajuan sama sekali. Upaya masyarakat tidak surut. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta serta LBH Pers Yogyakarta menjadi motor untuk terus-menerus mengingatkan Polda DIY akan kewajibannya menuntaskan Kasus Udin. Masyarakat sipil juga berkoalisi melalui Koalisi Masyarakat untuk Udin (KAMU). Sayangnya, semua desakan ini seolah tidak berjejak karena hingga sekarang pembunuh Udin masih bebas berkeliaran.

Dengan latar kasus berupa berita-berita pengungkapan korupsi, penuntasan kasus Udin juga menjadi penanda buruknya komitmen penegak hukum dan para pihak kepada perang terhadap korupsi.  Kasus Udin merupakan salah satu ujian bagi penegak hukum dalam upaya pemberantasan korupsi yang tak kunjung usai. Di tengah banyak tantangan bagi penegak hukum khususnya di DIY untuk menuntaskan kasus-kasus kekerasan, penyelesaian Kasus Udin semakin mendesak. Lebih mengkhawatirkan lagi, menjelang tahun politik, bisa jadi banyak pihak semakin tidak peduli dan tinggal-lah Kasus Udin menjadi ‘dark number’. Dengan menggunakan segala instrumen dan saluran yang ada, masyarakat sipil perlu terus mengawal Polda DIY untuk sungguh menuntaskan kasus Udin.

Kita kembali diingatkan oleh gerakan yang dilakukan rekan-rekan jurnalis dalam rangka Hari Pers Internasional, kala LBH Pers menggugat kembali kelanjutan penanganan kasus ini.  Hanya tersisa satu tahun tiga bulan sebelum kasus Udin kadaluarsa secara hukum. Dalam waktu yang singkat kasus ini harus diungkap, setidaknya pada tahun ini. Mengapa? Siapa yang dapat menjamin tahun depan kasus Udin mendapat perhatian dari masyarakat yang sibuk dengan hingar bingar Pemilu.

Presiden telah berganti empat kali, ribuan anggota dewan silih berganti duduk di kursi empuk, tetapi tak ada sedikit pun getaran di nurani mereka untuk memberikan perhatian, perlindungan, dan penuntasan kasus hukum yang menimpa jurnalis Indonesia. Pedihnya kehilangan Udin, bukan hanya dialami oleh keluarga tetapi rekan-rekan jurnalis pun merasa terancam kehilangan keselamatan dalam menjalankan profesinya. **

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun