Mohon tunggu...
Nurul Mahmudah
Nurul Mahmudah Mohon Tunggu... Guru - Generasi Sandwich Anak Kandung Patriarki

Si sanguinis yang sering dibilang absurd. Aku tukang rebahan yang berharap bisa memberikan perubahan untuk Negara.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Soal Ibu Muda Lecehkan 17 Anak, Dimana Letak Salahnya?

8 Februari 2023   22:31 Diperbarui: 8 Februari 2023   22:32 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

2 Hari yang lalu, saya baru membaca berita terkait kasus seorang perempuan berusia 25 tahun yang di frame oleh media telah melakukan tindak kekerasan kepada anaknya dan juga melecehkan 17 anak lainnya dibawah umur. Saat itu saya melihat beritanya berseliweran di Instagram, dan menggerakkan saya untuk beralih mencari berbagai info tentang kasus ini ke website. 

"Perempuan dengan usia dibawah saya, sudah berkeluarga, memiliki seorang anak, namun melakukan tindak kekerasan seksual kepada anak-anak lainnya?,". Apa yang ada di pikiran anda saat mendengar kalimat itu?

Hal pertama yang saya tangkap adalah bahwa pelaku dan korban kekerasan seksual bisa siapapun, kapanpun, dan dimanapun. Ini yang ingin saya teriakkan keras-keras kepada semua orang agar bisa lebih berhati-hati dan peduli pada diri sendiri. Ingin menepis anggapan bahwa hanya perempuan yang bisa menjadi korban kekerasan seksual oleh laki-laki karena tidak menjaga dirinya atau berpenampilan menggoda laki-laki.

Kembali ke topik, dalam kasus ini saya berterimakasih sekali kepada KPPPA yang sigap dan tanggap dalam aksinya mendampingi korban, terutama pendampingan sisi psikologis korban agar pulih. Karena mau tidak mau kesalahan utama pelaku KS ini adalah karena melibatkan anak-anak dalam pemuasan hasrat seksualnya, yang bisa dibilang "penyimpangan seksual". Sekilap mata, saya melihat bahwa pelaku memiliki perilaku seksual exhibitionism (ini hanya menurut saya).

Kenapa saya bilang dosa utama pelaku adalah karena melibatkan anak-anak?. Karena jika kita andaikan pelaku memilih teman seksual yang sebaya atau di usia dewasa, bukan tidak mungkin kisahnya akan menjadi "consensual", atau mau sama mau dengan kesepakatan berdua atau lebih. Karena kita ambil kesimpulan pendek bahwa orang dewasa (cukup umur) sudah mampu memutuskan untuk menerima atau menolak ajakan pelaku, katakanlah begitu.

sumber : antaranews.com
sumber : antaranews.com

Lain kisah di kasus ini, ada relasi yang tumpangng dimana korban adalah anak-anak dibawah umur dengan pelaku yang usianya jauh diatas korban. Perasaan takut diselimuti kehormatan korban pada pelaku yang dianggap "orangtua". Karena relasi yang tidak sejajar inilah pemaksaan mudah terjadi, terlebih ada iming-iming yang ditawarkan pelaku dimana tawaran ini sangat menggiurkan bagi para korban yang masih belum mampu berpikir jernih karena belum sampai pada kematangan berpikir.

Terkait cerita yang katanya pelaku ini mengancam sampai akan membanting anaknya yang belum genap berusia 1 tahun kalau hasrat seksualnya tidak dipenuhi, menurut saya ini lain cerita. Sekali lagi, ini pendapat saya. Cara pelaku mengancam suami dengan menggunakan kekerasan kepada anaknya adalah karena pelaku mengetahui titik kelemahan suaminya yang bisa ia berdayakan, yakni menggunakan buah hati mereka. Alasan lain lagi-lagi karena ada relasi yang tidak sejajar, objek ancamannya adalah anak yang tidak memiliki kuasa untuk bertindak dan menolak.

Intinya dalam kasus ini yang paling terpenting adalah bagaimana pendampingan korban KS (anak-anak), karena ia melihat dan mengalami secara langsung hal-hal yang belum sampai pada usianya untuk diketahui dan dipahami. Dari kisah ini, pelajaran yang bisa diambil bagi orang tua adalah untuk mulai belajar mengenalkan Pendidikan seks kepada anak-anak kita. Pendidikan seks bukan sekedar berhubungan seks ya, Pendidikan seks mencakup banyak hal dan dapat diajarkan sesuai dengan usia perkembangan.

Mulai dari mengajarkan anak cara memahami bagian mana dari tubuh nya yang berisfat privat dan tidak boleh disentuh baik oleh orang lain maupun diri sendiri di tempat umum. Selain itu, anak juga harus diajarkan untuk melindungi dan memahami kepemilikan diri sendiri, bahwa jika bukan diri sendiri yang menjaga, siapa lagi yang akan menjamin keselamatan tubuh kita. Ajarkan anak juga untuk melapor jika ada hal-hal yang baru, pengalaman baru yang belum pernah ia alami, dan tentunya orangtua juga tidak boleh meremehkan curhatan anak. Dalam proses pendewasaan, orangtua harus hadir secara utuh, mendengarkan, melihat, memahami, dan memberi arti kepada anak. Jadikan Indonesia Negara ramah anak, dimulai dari rumah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun