Mohon tunggu...
Nurul Firmansyah
Nurul Firmansyah Mohon Tunggu... Advokat dan Peneliti Socio-Legal -

https://nurulfirmansyah.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Arus Balik Nagari

18 November 2018   13:46 Diperbarui: 18 November 2018   14:42 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Handining/KOMPAS)

*Makalah ini pernah dipresentasikan dalam Simposium Masyarakat Adat Kedua : Gerakan Masyarakat Adat dan Pembaruan Hukum dengan judul "Arus Balik : Babaliak Ka Nagari" di Universitas Pancasila, Jakarta, 16-17 Mei 2016.

A. Pendahuluan

Gerakan pembaruan hukum masyarakat adat mendapatkan momentum terbaiknya sejak desentralisasi kekuasaan lahir (Nurjaya 2012). Sentralisme kekuasaan pemerintah pusat di masa rezim orde baru dianggap sebagai penyebab utama "kematian masyarakat adat."  

Rezim orde baru menyumbat ekspresi identitas adat dan peminggiran hak-hak masyarakat adat dalam skala luas dan memakan korban yang tidak sedikit. Pemaksaan identitas tunggal negara terjadi dalam berbagai dimensi kehidupan masyarakat adat, terutama dalam bidang sumber daya alam dan otonomi masyarakat adat.

Hak ulayat dan otonomi masyarakat adat seperti sisi mata uang yang saling melengkapi. Otonomi masyarakat adat dibangun dalam pelaksanaan adat (hukum adat) oleh masyarakat adat melalui struktur asli yang mensejarah. Di garis yang lain, "Negaraisasi" hadir untuk menekan penanda eksistensi tersebut pada titik yang paling nadir. 

Inkuiri Nasional Masyarakat Adat KOMNAS HAM telah merumuskan secara detil pola "negaraisasi" ini sebagai penghilangan secara sistematis dan terstruktur ikatan-katan historis masyarakat adat dengan sumber daya alam dan struktur aslinya melalui teritorialisasi kekuasaan negara secara sepihak (baca; Kawasan Hutan Negara) atas wilayah adat (Tim Inkuiri Nasional KOMNAS HAM 2016).

Dalam konteks ini, hak-hak masyarakat adat atas wilayah adat (hak ulayat) dan relasinya dengan otonomi masyarakat adat adalah atribut yang paling banyak disebut-sebut dalam hal perlindungan masyarakat adat. 

Resonansi tentang pentingnya perlindungan hak masyarakat adat di bidang sumber daya alam kemudian disalurkan oleh organisasi-organisasi masyarakat sipil dari level kampung, lokal, nasional dan bahkan internasional secara konsisten. 

Dengan relasinya dengan negara, gerakan masyarakat adat kemudian melahirkan sebuah diktum "Pengakuan Masyarakat Adat" sebagai tujuan yang hendak dituju dari gerakan ini, yang selaras dengan pembaruan hukum untuk memastikan tujuan-tujuan tersebut dilaksanakan.  

Makalah ini mengajak pembaca untuk melihat arus pengakuan masyarakat adat dalam arena daerah. Lokus ini dipilih sengaja oleh penulis untuk melihat relasi negara dan masyarakat adat dalam proses aktualnya di lapangan yang sejalan dengan arus pergeseran kekuasaan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah melalui desentralisasi. 

Desentralisasi merubah konfigurasi relasi politik pemerintah pusat -- daerah yang menyebabkan produksi hukum menyebar dari sentrum kekuasaan di Jakarta ke daerah - daerah (Savitri 2011). Khususnya dalam hal pengakuan hukum masyarakat adat, pemerintah daerah menjadi satu-satunya otoritas yang dimandatkan oleh hukum untuk pengakuan, sehingga pemerintah daerah menjadi aktor utama dalam agenda pengakuan masyarakat hukum adat (Andiko dan Firmansyah 2014, Savitri dan Uliyah 2014).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun