Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Phobia

11 September 2019   20:59 Diperbarui: 11 September 2019   21:02 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

.Di bulan Juli pada pertengahan kemarau udara sangat panas siang ini seperti kemarin   matahari tegak lurus dengan ubun ubun bayang pun seperti noktah besar di seputar setiap benda. Sang surya seperti tanpa jarak dan penghalang mengakibatkan panasnya terasa membakar menghujam tajam  menguliti seluruh tubuh, pandangan mata pun pedih untuk sekadar melihat, angin yang berhembus ikut ikutan membawa desau panas jauh dari  sejuk bahkan  menyengat. Intinya adalah tidak nyaman. Ketidaknyamanan itulah mengakibatkan semua yang di bawah kolong awan  menghindar ataupun berlindung. Burung berteduh tidak terbang seakan takut terbakar. Orang orang jarang berlalu lalang banyak yang menyingkir. berlindung di segala keteduhan di sekitar taman

Siang yang tidak bersahabat lalu lalang kendaraan dan pemakai jalan ogah-ogahan. Tiba-tiba para pengendara roda empat melambatkan laju mesinnya, pesepeda motor mengerem dan memelankan kecepatannya, pejalan kaki langsung berhenti. Seolah-olah ada medan mahnet sangat kuat sehingga dapat mengubah  gerak kecepatan mekanik dan pada kejadian berikutnya mereka  terhenyak oleh hentakkan  suasana gaduh. Seorang gadis berteriak hebat, histeris, menendang, memukul, membenturkan kepala, sudah tak terbilang berapa benda rusak, dan orang yang berusaha menghentikan kegilaanya mengalami kesialan berapa di antaranya tangan terkilir,  kepala benjol, hingga tubuh yang lebam. Itulah mengapa kemudian tak seorang pun yang sudi mendekat tak sudi niat baik berakibat luka. Hanya dilihat saja seoalah olah ada pertunjukan topeng monyet,   dibiarkan saja si gadis itu meraung sendirian. Si  gadis tambah tidak terkendali ia cakar yang ada di dekatnya ia lempar segala benda yang di dekatnya akibatnya semua benda dan oranamen yang ada didekatnya menjadi rusak masai. Seperti tidak terpengaruh orang disekelilingnya gadis itu tetap meraung seperti kucing akan kawin, sangat gaduh. Namun lama-lama tenaganya berkurang bagai karung bocor nglemprek tidak mampu berdiri. Akhirnya gadis itu  lunglai tenang sendiri, sekarang  tatapan matanya berubah menjadi pilu, sisa sisa tangis bercampur dengan debu menutupi wajah cantiknya. Kini ia lunglai. Namun tak seorang pun yang berani mendekat hanya berdiam menatap dan menjaga jarak.

 Orang_orang bertambah banyak berkerumun ada yang mengabadikan dengan kamera sakunya, memotret langsung selanjutnya diunggah di akunnya, atau sekedara berswafoto seakan kejadian ini adalah sesuatu yang sangat langka dan layak untuk diabadikan tidak peduli apakah ini peristiwa derita atau bahagia untuk orang lain yang jelas karena memang masanya untuk melakukan selfie dengan latar peristiwa aneh. Bahkan kalau perlu peristiwa aneh itu mereka abadikan dengan membuat prank yang lagi mewabah di kalangan  penggila medsos dengan alasan sekedar lelucon. Prank yang dimainkan oleh beberapa orang yang berakibat kaget, tidak nyaman, heran, histeris bagi korban, namun untuk pembuatnya tentu saja  hanyalah lucu-lucuan. Sayangnya pembuat prank  tidak memikirkan akibat dari tindakannya itu berakibat trauma, fobia, atau apalah yang timbul akibat peristiwa itu. Si gadis hanyalah satu dari sekian  banyak peristiwa yang hadir dan bisa dijadikan model. 

"Minggir... minggir... minta lewat," tiba-tiba ada suara nge-bas kuat membuat kerumunan sedikit buyar dan agak memberi ruang untuk  satu pejalan. Orang yang bersuara ngebas itu   mempunyai tinggi kurang  lebih dari seratus delapan puluh senti, dengan berat delapan puluh kilogram otot-otot lengan menyembul seperti gada Bima, dada sangat bidang, bentuk tubuh seperti Ade Ray tidak tampak lemak berlebih ditubuhnya. Banyak yang mengira dia seorang atlit, karateka, pesilat, pegulat atau semacamnya. Mungkin itulah sangat mudah baginya untuk menyibak kerumunan yang menyemut.

"Pulang!" Lelaki itu membentak sambil menarik lengannya yang masih histeris. Si gadis pun pertama-tama hanya  menoleh sedikit memicingkan matanya. Namun ketika melihat sesok tubuh yang sangat tidak asing baginya tiba tiba ia menurut bagai anak kecil yang diberi es krim atau gula-gula hingga menjadi penurut. Gadis itu kini seakan-akan telah lupa keonaran yang telah dilakukannya. Seolah-olaht tidak ada sisa histeria sebelumnya yang sempat membuat kewalahan sepuluh lelaki dewasa.

"Bubar-bubar ini bukan sirkus!" Katanya sambil menarik lengan si gadis menjauh dari kerumunan.

"Pulang-pulang." Teriak yang lain.

"Sudah habis tontonannya." Sahut lainnya

Kerumunan itu baik secara sadar maupun terpaksa pergi karena dibubarkan oleh pihak keamanan yang sudah datang dan mengambil peran dengan menertibkan semua yang ada. Atau meninggalkan  tempat karena sudah bosan dan mencari tempat lain untuk sekedar menghabiskan waktu. Akhirnya benar-benar sepi suasana taman yang  sudah tidak sepanas siang tadi. Kini sinar matahari sudah mengakibatkan bayang sejauh dua kali benda artinya sudah agak sore. Tiba-tiba saja anak kecil datang  bersama orang tua yang datang belakangan sedikit heran karena mereka mendapati taman sedikit lusuh. Dan mereka banyak menjumpai orang pergi dari taman, dari keingintahuan  kemudian dicobanya bertanya pada penjual mainan

"Habis ada pencopetan ya Mang?"

"Bukan," sambil merapikan barang dagangannya.

"Pembunuh ditangkap polisi?"

"Bukan juga," masih acuh sedikit

"Atau bandar narkoba habis ketembak?" Tanya Bapak itu tetapi penjual mainan di hadapannya masih acuh dan mulai memasukkan dagangannya ke kotak kotak untuk diangkat pulang. 

Eh mang..."

"Apalagi?" Terlihat sekali kalau pedagang mainan tidak lagi ramah.

"Berapa harganya mainan kuda-kudaan itu?" Si Bapak menyembunyikan sedikit senyum, karena ia tahu pedagang itu akan memberikan informasi dengan dibeli dagangannya, biasalah begitu. Semua orang akan sedikit terbuka jika ada hal yang membuatnya merasa untung. Tidak terkecuali si pedagang.

"Bapak akan beli mainan?" kata pedagang iti agak lunak.

"Ya.kan bapak tahu saya bawa anak kecil."

"Kuda-kudaan kayu apa yang remote"

"Yang remot berapa...?" sambil memilih kuda-kudaan yang digerakkan remote control, karena anak kecil yang ia ajak sudah merengek minta pulang sambil terus menunjuk barang yang diinginkannya yang rupa rupanya sedang dipegang si penjual dan akan dimasukkan ke kotak

"Lima puluh ribu aja Pak."

"Tidak boleh kurang Mang?"

"Harga segitu sudah murah, cobalah lihat di toko pasti lebih mahal"

Sambil memberikan uang ia bertanya lagi, "bener nih mamang tidak tahu mengapa gadis itu tiba-tiba histeris?" Tanyanya dengan sedikit menyindir.

Ah... otak pedagang benar nih penjual mainan, sedikit sedikit langsung disuruh membandingkann dengan pedagang lain atau toko lain. Pikir Bapak-bapak yang mengajak anak kecil itu.

"Karena mendengar dering telepon," suaranya datar tapi jelas.

"Mamang tidak bercanda, kan?"

"Katanya ingin tahu, memang begitu kejadiannya, si gadis menjadi histeris karena mendengar ringtone yang didengarnya dari orang yang duduk di sebelahnya. Padahal sebelumnya si gadis seperti yang ada di taman ini duduk berteduh dari siang yang panas, dan dia hanya membaca buku." Penjual itu tidak hanya bercerita tentang si gadis orang-orang di taman pun diceritakannya betapa mereka tidak peduli dengan dagangannya.

Ada banyak pertanyaan yang ingin diajukan, tetapi setelah melihat keseriusan di wajah pedagang itu diurungkan niatnya. Ditambah pedagang yang sudah siap pergi, Bapak dan anak kecil itu  segera berlalu namun di dalam benaknya masih bergejolak dengan asumsi-asumsi.

Apakah orang ini antimainstream, sudah kebalikan dari zaman keluar dari kebiasaan ketika orang sangat akrab dengan telepon, android, internet orang ini menjauhinya. Masak apa ada hanya mendengar dering telepon harus histeris. Mungkin sangat langka kalaupun ada pasti hanya beberapa, dan gadis ini  termasuk dari beberapa manusia yang antimainstream dan pasti mempunya cerita lain tentang telepon. khususnya dering telepon. Kalau dipikir apakah aneh ada orang takut pada sesuatu, padahal pada pihak kebanyakan menjadi sesuatu yang lumrah. Adalagi yang takut suara halilintar, takut gonggongan anjing, takut kucing mengeong, takut ayam berkokok, takut pintu ditutup, takut suara jangkerik, takut suara katak, fobiaa lonceng, takut balon, fobiaa suara jam dinding, Misalnya orang menyetir mobil berbelok ke kiri adalah hal lumrah tetapi ada juga yang takut belok ke kiri .  Jadi betapa runyamnya jarak yang harus ditempuh. Akhirnya ia harus belok kanan terus hingga sampai tujuan.

Adalagi yang takut dengan suara sirene, sehingga orang yang fobia pada suara ini akan gemetar, menangis, bahkan pingsan. Bisa dibayangkan kalau orang yang punya rasa takut pada suara sirine ini adalah seorang sopir. Ketika sedang menyetir tiba-tiba ada suara sirine yang meraung raung, mungkin ia menangis sehingga membuat kaget seluruh penumpang. Ya kalau hanya menangis tiba tiba pingsan, bisa berakibat fatal. kesimpulannya fobia itu menakutkan dan bisa berakibat fatal

Sepenggalah siang telah bergeser ke barat  semua benda tampak bayang rerata alam. Dan gadis muda yang ditarik-tarik seorang laki-laki yang ternyata bapaknya telah sampai di rumah.

"Memalukan! " Suara.keras bapaknya. Dan anaknya hanya terdiam tidak menangis. Si gadis masih ngilu saat tadi tangannya dipegang sangat kuat, karena dirinya melawan maka kekuatan bapaknya menjadi berlipat-lipat sehingga dirinya yang kecil seperti terseret. Apalagi setelah sampai rumah ia dilemparkan begitu saja. Ingin melawan tetapi dirinya merasa seperti ayam dihadapan buaya yang tinggal menunggu waktu untuk masuk keperut sang carnivora. Akhirnya ia pilih diam Membisu. Entah berapa banyak kalimat yang diucapkan bapaknya si anak hanya menatap kosong matanya menerawang jauh. Tidak bisa beruara mungkin nafasnya harus ditahan agar tidak terdengar bapaknya. Ia merasakan tubuhnya lama-lama hilang tidak berbentuk sama sekali setara siluet.

Lama-lama kosong pikiran gadis dan ia menikmati ketiadaan dirinya untuk  berkelana mengenang kala sore entah berapa bulan lalu. Saat itu  ia mendengar suara dering telepon suaranya khas waltz nada dering  telepon kesayangan ayah terdengar jelas namun mati kemudian tak lama suara telepon genggam  itu tereengar lagi karena orang tuanya di belakang maka ringtones yang berulang-ulang dan agak keras ridak dipedulikannya hingga ia beranikan diri untuk menerima panggilan itu.

"Hallo sayang,..."Terdengar bunyi manja suara wanita. Kaget si gadis, bukankah ibunya lagi di kebun belakang dengan ayahnya. Mana mungkin ibunya telepon ayahnya. Segera ia reject. Dan cepat ia berlalu dari ruang tamu, takut ada suara telepon lagi.

Tidak lama ayahnya ke ruang tamu dan mengambil telepon genggamnya, kemudian ke teras. Ia lihat ayahnya berbicara lewat telepon. sejurus kemudian ia dipanggil ayahnya.

"Kamu tadi yang menjawab telepon?" Gadis itu hanya diam merunduk takut. Ia paham betul ayahnya seorang petugas keamanan yang temperamental mudah menjatuhkan tangan. Bahkan ibunya pun sering kena pukul, kena tendang dan ketika marah benda-benda di rumah dilemparkannya berhamburan dan melayang.

"Ingat kalau sekali lagi berani pegang telepon ayah!" Ancamnya.

Sejak itu ia gemetar kalau.ada suara telepon, meskipun telepon dari ayahnya, ibunya, kakeknya, teman-temannya,  atau sekedar bunyi suara telepon dari televisi yang besuara senada milik ayahnya.

Pagi cerah, udara sangat segar tanah pun gembira setelah semalam dibasuh hujan. Si gadis tengah duduk di teras beristirahat setelah menata tanamannya, tiba-tiba ada telepon di meja sampingnya ia gemetar. Namun entah dari mana datangnya kekuatan ia angkat telepon dan ditekannya tombol jawab.

"Halo sayang, lama banget ngangkatnya...." Suara itu lagi, dari seorang wanita yang diterimanya lewat telepon ayahnya kala itu. Sebelum kekuatannya kembali untuk meletakkan telepon ke tempat semula tiba-tiba duk dak duk duk...ia rasakan keras sekali ada benda sangat kuat dihantamkan ditengkuk dan kepalanya kemudian semuanya gelap. Hanya suara nada dering telepon waltz memenuhi otaknya dan membuatnya terus gelap gelap menggigil dan jatuh ke lubang tanpa dasar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun