Â
Kementerian Kesehatan di Jalur Gaza merilis data bahwa lebih dari 18.592 anak-anak dan lebih dari 60.200 warga Palestina secara keseluruhan, telah tewas akibat serangan militer Israel sejak Oktober 2023. Pemboman terus menerus ini telah meluluhlantakkan infarstruktur sipil, menyebabkan krisis pangan dan memperburuk kondisi kemanusiaan di sana (Metrotvnews.com, 1/8/2025).
Antaranews.com (23/8/2025) melaporkan bahwa satu juta perempuan dan anak perempuan menghadapi kelaparan massal, kekerasan, dan pelecehan di Gaza, demikian disampaikan Badan Bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Kawasan Timur Tengah (UNRWA) pada Sabtu (16/8) di platform media sosial X.
Program Pangan Dunia PBB (WFP/World Food Programme) juga mengatakan bahwa Gaza berada di ambang kelaparan, stok makanan kian menipis, harga bahan makanan di pasaran melambung tinggi, itu pun hampir habis. Apalagi setelah pengeboman satu-satunya pabrik roti yang masih berdiri. Dapur-dapur umum diperkirakan tidak bisa beroperasi lagi karena kehabisan bahan makanan.
PBB menyatakan bencana kelaparan yang meluas di Jalur Gaza merupakan dampak langsung dari kebijakan Israel yang memblokade pengiriman bantuan kemanusiaan ke wilayah tersebut. PBB menyebut hal tersebut dengan istilah "man-made starvation".
"Dalam beberapa pekan terakhir, otoritas Israel hanya mengizinkan bantuan masuk dalam jumlah yang jauh di bawah kebutuhan untuk mencegah kelaparan meluas," kata Juru Bicara Kantor Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, Thameen al-Kheetan, kepada media di Jenewa, Swiss, Selasa (19/8/2025), dikutip dari laman Reuters.
Human Right Watch mengungkapkan bahwa Pemerintah Israel menggunakan kelaparan warga sipil sebagai metode peperangan di Jalur Gaza yang diduduki, dan ini jelas merupakan kejahatan perang.
Kondisi memprihatinkan ini telah menyita perhatian dunia. Warga dan aktivis kemanusiaan di sejumlah negara menggelar aksi untuk meminta penghentian kelaparan di Gaza. Aksi solidaritas untuk Palestina terus menggema hampir di seluruh belahan dunia, termasuk Eropa dan Amerika. Pusat Informasi Palestina Eropa (EPAL) melaporkan bahwa dalam kurun waktu 675 hari, sedikitnya 42.000 demonstrasi dan aksi pro-Palestina digelar di lebih dari 700 kota di 20 negara Eropa (indo.palinfo.com, 18/8/2025)
Maher Hijazi, anggota dewan administrasi EPAL mengatakan bahwa suara-suara lantang di Eropa tersebut mencerminkan penolakan masyarakat terhadap kebiadaban Israel yang telah menggunakan kelaparan sebagai senjata perang dengan menghalangi masuknya bantuan kemanusiaan serta menyerang titik distribusi bantuan yang berubah menjadi "perangkap maut".
Di sisi lain, para petinggi negara-negara di dunia hanya mampu beretorika dan mengecam bahkan tak sedikit yang hanya bungkam. Tidak sedikit pula pemimpin-pemimpin negara di dunia yang menyetujui solusi dua negara (two-state solution) termasuk Presiden Indonesia. Selain gencatan senjata, Prabowo Subianto juga mendukung solusi dua negara untuk mengatasi konflik Israel-Palestina. Solusi itu dibicarakan saat acara Shangri-La Dialogue yang diselenggarakan oleh International Institute for Strategic Studies (IISS) di Singapura. Padahal mendukung solusi dua negara atas genosida Palestina oleh Israel merupakan bentuk pengkhianatan kepada Palestina. Bukankah ini sama saja dengan berbagi harta kita dengan maling si pencuri harta? Logika yang tidak masuk akal!