Pada awal 1990-an, isu tata kelola pemerintahan mulai menjadi perhatian global karena diyakini berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Banyak penelitian empiris yang memperkuat hasil bahwa kualitas tata Kelola pemerintahan yang baik (good governance) memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Tata kelola pemerintahan (governance) adalah sistem, proses, dan struktur yang mengatur cara pengambilan keputusan, pelaksanaan, serta pengawasan dalam suatu pemerintahan. Dengan kata lain, tata kelola pemerintahan adalah cara pemerintah menjalankan kekuasaannya untuk mengatur berbagai urusan negara. Paradigma baru pengelolaan pemerintahan menyebutkan bahwa terdapat tiga pilar governance, yaitu pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.
Tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) berupaya menciptakan pemerintahan yang efektif, adil, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. Prinsip ini memastikan bahwa pengambilan keputusan dan pelaksanaannya dilakukan secara terbuka, adil, dan bertanggung jawab, dengan melibatkan semua pihak terkait, yaitu partisipasi masyarakat dan sektor swasta. Argüden (2011) menyebutkan bahwa tata kelola pemerintahan yang baik berfokus pada penyusunan kebijakan yang berpihak pada kepentingan publik, pengelolaan sumber daya yang efisien, serta penegakan hukum yang adil untuk mendukung pembangunan inklusif dan berkelanjutan. Artinya, tata kelola yang baik memastikan adanya implementasi kebijakan yang efektif, pelayanan publik yang responsif, dan menciptakan kerangka kerja yang berorientasi pada keadilan dan kebutuhan generasi mendatang. Dengan demikian, tata kelola pemerintahan yang baik bertujuan meningkatkan pembangunan manusia serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Dengan memastikan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi aktif semua stake holders, tata kelola yang baik (good governance) akan meningkatkan kualitas hidup, membangun kepercayaan publik, menjaga ketertiban sosial melalui penegakan hukum yang adil, mengatasi permasalahan sosial, serta menurunkan kemiskinan dan ketimpangan.
Kerangka konsep tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) pertama kali diperkenalkan oleh lembaga-lembaga internasional terkemuka seperti World Bank, Asian Development Bank (ADB), dan United Nations Development Program (UNDP). World Bank mengukur kualitas tata kelola pemerintah melalui Worldwide Governance Indicators (WGI) yang mencakup enam indikator dimensi tata Kelola pemerintahan, yaitu:
- Voice and Accountability;
- Political Stability and Absence of Violence/Terrorism;Â
- Government Effectiveness;Â
- Regulatory Quality;Â
- Rule of Law; danÂ
- Control of Corruption.
Indikator-indikator tersebut diukur dengan skala indeks antara -2,5 sampai +2,5, dimana semakin tinggi skornya mencerminkan tata kelola pemerintahan yang semakin baik.
Peringkat Worlwide Governance Indicators (WGI) IndonesiaÂ
Menurut UN E-Government Survey 2024, Indonesia meraih peringkat WGI yang ke-64 dari 193 negara atau naik 13 peringkat dari posisi tahun sebelumnya. Peningkatan ini disebabkan adanya inisiatif pemerintah dalam mendorong transformasi digital melalui penerapan SPBE (Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik).
Worlwide Governance Indicators (WGI) dihitung berdasarkan pada 35 sumber data yang berasal dari 4 kelompok berikut:
- survey rumah tangga dan perusahaan (misal: survei Afrobarometer, Gallup World Poll, dan survei Global Competitiveness Report);
- organisasi non-pemerintah (misal: Global Integrity, Freedom House, Reporters Without Borders);
- penyedia informasi bisnis komersial (misal: Economist Intelligence Unit, S&P Global, Political Risk Services); dan
- organisasi sektor publik (misal: penilaian CPIA terhadap Bank Dunia dan Bank Pembangunan Regional).
Implementasi tentang tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) menjadi penting karena dapat:
- Meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
- Mendukung stabilitas dan pembangunan ekonomi.
- Mencegah korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
- Mewujudkan pemerintahan yang efektif, efisien, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Dalam penerapannya, good governance dihadapkan pada beberapa tantangan, seperti: budaya korupsi, kurangnya kesadaran dan partisipasi masyarakat, serta kurangnya kapasitas dan sumber daya. Â Budaya korupsi yang sudah mengakar kuat dalam masyarakat dan birokrasi yang tidak efisien dapat menjadi hambatan dalam menerapkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Masyarakat yang kurang aktif dan tidak peduli terhadap proses pemerintahan juga dapat menghambat upaya penerapan tata kelola pemerintahan yang baik. Demikian pula, keterbatasan kapasitas dan sumber daya yang dimiliki oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah juga menjadi penghambat penerapan prinsip-prinsip good governance secara efektif.