Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Seru Mana, Perkelahian Emak-emak atau Perang antar Tokoh Elit?

5 Maret 2019   22:04 Diperbarui: 5 Maret 2019   23:02 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi : tirto.id

Pesatnya perkembang teknologi,  kehidupan menjadi lebih mudah dan serba instan. Dapat mendekatkan yang jauh meringankan yang berat. Saking mudahnya, untuk berantem pun orang tak perlu takut menghajar lawan.  Cukup dihantam dari media sosial, gendrang perang  siap menabuh.  

Semasa saya kecil dahulu sebagaian besar pelaku perkelahian itu emak-emak kampung. Bermula dari gosip di tepian mandi, berkembang ke beranda-beranda tetangga sembari mencari kutu di kepala. Omong sini bohong sana, dari A mantul ke B. Endingnnya, pihak yang merasa dirugikan marah,  terjadi perang mulut. Tak jarang berujung  bentrok fisik.  Tetapi tak pernah saling lapor, apalagi berurusan dengan aparat hukum.

Namanya saja orang awam. Ditambah aroma penjajahan yang masih mewangi. Paling-paling  berlaku "hukum asmara".  Jika yang berkelahi janda versi wanita bersuami, suaminya diselingkuhi sama si janda. Kapan perlu diajak nikah. Wow ..., Asyeek ....

Di era digital ini, kasus serupa tak ditemui lagi. Meskipun ada,   tidak separah zaman dahulu. Mungkin selain karena masyarakatnya sudah berpendidikan, tradisi ngerumpi bereng  bagi  emak-emak sudah langka. Kebanyakan aktivitas warga terkosentrasi dalam rumah masing-masing. Mandi, BAB, nonton,  belanjaan pun kadang-kadang diantar sampai ke alamat. Dampaknya, hal pemantik fitnah sulit tercipta.

Mirisnya, kini trend bergaduh telah merambah ke ibu kota. Subjeknya beberapa oknum tokoh publik  ternama. Bapak-bapak pula. Mereka melancarkan perang di akun medsos.  Sehingga dikonsumsi  oleh manusia sejagat.

Belakangan ini sejumlah  media massa dan medsos dibuat ramai. Diwartakan telah terjadi  pertikaian antara mantan Ketua Mahkamah Konstitusi  Bapak Prof. Mahmud MD,  dengan pemilik akun twiter @KakekKampret_.

Dalam kasus ini, Mahfud mempersoalkan twit @KakekKampret_, pada 27 Februari 2019 yang menulis "Saudara mahfud @mohmahfudmd apa bener Mobil Camry punya anda Plat B 1 MMD adalah setoran dari pengusaha besi kerawang ex cabub PDIP. Jika bener atas dasar apa pemberian itu."

"Kakek sekadar bertanya?" tambah tulisan akun itu sambil ditambah ikon tertawa.

Mahfud mengatakan dirinya sudah menjawab pertanyaan itu, tapi tidak dengan membalas langsung cuitan dari @KakekKampret_. Alhasil, akun itu malah makin parah membuat ulah.
"Mungkin itu pertanyaan, tetapi bagi saya itu penghinaan," kata Mahfud.

Mahfud juga mengklarifikasi bahwa mobil yang dimaksud oleh akun @KakekKampret_ tersebut dibelinya sendiri pada 2013, tepatnya tiga hari sebelum ia pensiun dari MK.

"Saya beli karena mobil dinas ditarik. Saya beli mobil secara tunai. Ini kok dikaitkan dengan Pilbup 2015. Tidak ada kaitannya dan saya anggap sebagai penghinaan," kata Mahfud.

Tak terima atas twit akun itu yang dinilai menghina dirinya dan mengandung hoaks,  Mahfud MD melaporkan akun Twitter @KakekKampret_ ke Mapolres Klaten, Jawa Tengah, pada Jumat, 1 Maret 2019. Untuk jelasnya klik di sini!  

Simak  pula perseteruan Mayor Jenderal  Purnawirawan Kivlan Zen dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto. 

Sebelumnya Mantan Kepala Staf Komando  Cadangan Strategis Angkatan Darat  (Kostrad) ini menuduh Wiranto sebagai dalang kerusuhan 1998 dalam acara 'Para Tokoh Bicara 98' di Gedung Ad Premer Jakarta Selatan pada Senen 25 Februari 2019. (Temp.co, 29 Februari 2019).

Kisah lengkapnya  ada di sisni.

Sumber ilustrasi : aceh.tribunnews.com
Sumber ilustrasi : aceh.tribunnews.com
Sejauh yang saya ikuti, sama seperti pertikaian antara Mahfud MD dan pemilik akun Twitter @KakekKampret_, perang antar kedua elit ini (Kivlan Zen dan Wiranto) juga saling serang di media massa dan medsos. Sehingga tak luput juga dari konsumsi publik.

Karena telah berkembang  di facebook dan twitter, perang  terbuka meluas ke akar rumput. Tanpa diundang,  satu persatu warga net yang merasa paham dan sok paham duduk perkaranya, menanggapi dan ikut bergabung, melemparkan komentar seenak jempol.  Satu membela, puluhan lainnya menyerukan perlawanan. Dan sebaliknya.

Efeknya, terjadi perang berantai yang lebih heboh daripada sengketa pokok pencetus kasus.

Ini  hanya seper sekian dari jumlah tokoh bangsa di negeri ini  yang  terlibat keributan di dunia maya. Tak terhitung pula jumlahnya yang saling lapor berdasarkan alasan yang kurang jelas. Sebagiannya  berpangkal dari kicauan di akun twitter. Dikit-dikit ngetwit. Dikit-dikit ngetwit.  Menyusul twit sanggahan kayak berbalas pantun. Kapan perlu saling buka aib. Beda-beda tipis dengan kelakuan emak-emak kampung zaman old.

Sebagai masyarakat biasa saya dan mungkin juga anda semua, sangat  risih dengan kondisi begini. Semoga sekadar bagian dari narasi politik dan tidak berlangsung lama. Usai Pemilu mereka tak akan gontok-gontokan lagi. Kami rakyat kecil sangat mencintai kedamaian.  Emak-emak kampung saja sudah meninggalkan tradisi berkelahi. Malu dong, sama mereka!

****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun