Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Tatkala Kandidat dan Relawan Saling Membohongi

16 Februari 2019   23:56 Diperbarui: 17 Februari 2019   15:21 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menjelang pemilihan umum, setiap calon presiden dan wakil presiden pasti memiliki relawan untuk mendukung calonnya masing-masing (Ilustrasi: KOMPAS/JITET)

Relawan adalah individu atau sekelompok orang yang melakukan aktivitas dengan sukarela, tidak karena diwajibkan atau dipaksa. Mereka bekerja dengan tulus tanpa mengharapkan bayaran atau imbalan jasa apapun. Misalnya, kegiatan tersebut ditujukan untuk kepentingan masyarakat banyak. Seperti bergotong royong untuk membangun tempat ibadah, jalan, saluran air yang tersumbat sampai menyebabkan orang sekampung kebanjiran, dan lain sebagainya.

Namun, terkait dengan kondisi sekarang, kata relawan ini nyaris identik dengan pesta demokrasi yang sebentar lagi akan digelar di negeri tercinta ini. 

Dalam kontek ini, para relawan berjuang untuk memenangkan kandidat tertentu, bertarung merebut kursi legislatif mulai dari DPR tingkat kabupaten, provinsi, sampai ke tingkat pusat, dan utusan daerah. Kebetulan, jadwalnya bersamaan pula dengan pemilihan presiden.  

Pertanyaan yang sering mengemuka, adakah kesamaan antara relawan dan tim sukses? pada praktiknya boleh dikatakan ada. Mereka sama-sama bekerja untuk menyukseskan kandidat yang mereka dukung untuk meraih jabatan yang diinginkannya. 

Bedanya, tim sukses berasal dari partai pengusung calon, atau orang kepercayaan sang kandidat yang berpengaruh, dan memiliki kemampuan menejerial.

Sedangkan relawan tidak harus berasal dari dalam partai apapun. Mereka bekerja atas panggilan nurani sendiri tanpa digaji. Yang penting sosok idolanya menjadi pemimpin negeri. Memang diberikan sejumlah uang, tetapi sekadar untuk menutupi biaya akomudasi. Di desa-desa, orang senewen ringan pun yang ingin bergabung juga diterima. Ini sah-sah saja. Suatu saat manusia seperti ini sangat dibutuhkan.

Terlepas dari persamaan dan perbedaan tersebut, saya pakai kata "relawan" saja. Kalau dibilang tim sukses, toh mereka belum sukses, masih dalam perjuangan. Bagaimana nantinya kalau gagal? Tentu tak ada yang mau disebut tim gagal.

Hari gini apa masih ada orang yang bekerja tanpa pamrih? Saya hanya berani menjawab, "Ada. Barangkali jumlahnya sedikit." Yang banyak, menuhankan pribahasa "Tak ada makan siang yang  gratis."

Berkaca dari pengalaman, jangankan makan siang gratis, minum setengah cangkir teh pahit saja di warung kaki lima, wajib dibayar. Bahkan di Seimen, segelas kecil air mineral harus dibayar dulu baru boleh diminum.

Februari 2009, saya dan 25 rekan kerja termasuk tiga atasan dalam perjalanan pulang dari Bali. Tak disangka-sangka waktu  berhenti  di sebuah rumah makan Padang, ketemu seorang tokoh politik dari Jakarta yang lumayan berpengaruh. Sebelumnya dikabarkan bahwa beliau akan  ikut bertarung merebut kursi DPR RI dari Daerah pemilihan provinsi Jambi yang akan digelar tanggal 09 April 2009.  

Sontak, seorang teman yang berpengalaman jadi relawan memeberikan aba-aba." Wah ..., ada Bapak RR. Ini momen keberuntungan. Yuk kita minta ditraktir. Ntar dia pasti butuh dukungan kita-kita. Kapan sudah menang, bau kentutnya aja tak bakalan mengalir kepada pemilihnya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun