Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Takut Kepepet? Tiru Pengalaman Ini!

27 September 2018   20:56 Diperbarui: 27 September 2018   21:58 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: psikologinews.blogspot.com

Apa yang dilakukan nenek sepupu saya itu merupakan wujud dari upayanya  mencurahkan potensi yang dimiliknya,  untuk menyelamatkan diri dalam waktu kepepet. Dia menciptakan rambu-rambu jalan dengan caranya sendiri. Sesuai dengan kemampuan akalnya sebagai seorang buta huruf. Meskipun tidak berhasil menemui buah hatinya, dia sudah kembali dengan selamat. Semuanya adalah berkat kepiawaiannya mengelola ide cerdas yang detemuinya dalam waktu kepepet.

Kisah kedua, pengalaman yang saya alami sendiri. Jauh sebelum listrik masuk desa, uasaha menjahit saya laris manis. Namun, saya tidak mampu memutar mesin jahit. Jika dipaksa, usai aktifitas perut saya sakit badan meriang. Suami minta saya berhenti dengan mengemukakan dua opsi. Sayang nyawa apa sayang uang.

Jujur, saya sayang kedua-duanya. Siapa yang tidak sayang uang. Terlebih upah yang saya terima cukup menggiurkan. Kerjanya juga santai, sambilan soalnya. Malam memotong, siang pulang mengajar menjahit. Meskipun pesanan melimpah ruah, saya menerima sekadarnya saja.

Saya harus memutar otak bagaimana caranya agar usaha lancar, tanpa mengorbankan kesehatan. Dicoba pakai tenaga kerja. Saya tukang potong dia menjahitnya. Hasilnya, sangat tidak memuaskan. Ujung-ujungnya saya terpaksa turun tangan.

Suatu hari, Didi  (5 tahun) anak tetangga menginjak-injak pedal mesin jahit saya dari posisi terbalik. Artinya, dia memutarnya (berdiri) di sisi yang berlawanan.  Saya berpikir. Apa tidak mungkin, kalau saya menjahit mesinnya dioperasikan orang lain. Saya mengendalikan jarum dan benangnya.

Besoknya, saya  tawarkan kepada 2 putri ibu kost. Satu  kelas 4 SD lainnya 1 SMP. "Siapa yang mau belajar mutar mesin dan membantu Ibu menjahit? Setiap lembarnya dibayar sebesar upah obras."

Berebutan kedua bocah itu minta diajari. Dalam sehari, kedua-duanya pandai. Akhirnya berbagi giliran. Mulai saat itu, saya menjahit pakai listrik tenaga manusia. Saya punya tangan, orang lain punya kaki. Kami duduk saling berhadapan.

Untungnya tidak ketahuan Arist Merdeka Sirait dan Kak Seto Mulyadi. Bisa-bisa saya dipenjara karena mempekerjakan anak di bawah umur.

Jika dicermati, pengalaman saya dan sang nenek sepupu, dua-duanya berawal dari kondisi kepepet. Bedanya, ide si nenek muncul spontanitas lalu dikembangkannya menjadi kreatifitas yang mencengangkan. Sedangkan saya tercetus dari pengamatan di lingkungan. 

Sebagai tambahan, mari kita menyimak peristiwa yang menggemparkan media dalam dan luar negeri  beberapa hari terakhir. Aldi Novel Adilang, seorang  pemuda asal Manado mampu bertahan hidup selama 49 hari terapung-apung di laut.  Setelah perbekalannya habis, setiap hari cowok 19 tahun itu memancing ikan buat dikonsumsi.  Untuk minum, dia menyesap air bajunya yang terlebih dahulu dibasahinya  dengan air laut. Tujuannya untuk mengurangi rasa asin. (Selengkapnyabacadisini!)

Sepak terjang Aldi bersumber  dari ide cerdas yang meletup saat dirinya sedang kepepet.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun