Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Belajar Menulis dari Sahabat Pena, Honornya 5 Ribu Plus Tiket ke Istana

21 September 2018   22:40 Diperbarui: 22 September 2018   02:56 928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belajar menulis  dari sahabat pena, honornya 5 ribu plus tiket ke istana. Sekilas judul ini terkesan kampungan, pamer, ria, dan memuji diri sendiri, seperti katak di bawah tempurung. Habis, bagaimana lagi? Daripada  kisah ini tak terbagi, terus mengendap menjadi batu.

Semestinya  saya sudah menjadi penulis hebat. Sebab, dari remaja saya telah mulai melibatkan diri di dunia tulis-menulis. Nyatanya, pada usia mendekati kepala tujuh, kemampuan saya belum menunjukkan kemajuan berarti. Zaman itu kondisi lingkungan tidak mendukung. Saya tak punya uang buat membeli buku bacaan. Membeli buku tulis saja untuk keperluan sekolah susahnya setengah mati.

Awal tahun tujuh puluhan, saya mulai mengenal majalah bulanan Sahabat Pena yang diterbitkan oleh Perum Pos. Yakni, majalah khusus pelajar dan remaja non pelajar yang gemar berkoresponden.  Di samping berisi ilmu pengetahuan, Sahabat Pena juga memuat album sahabat dari  dalam dan luar negeri, disertai foto dan alamat lengkapnya.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Waduh, asyiknya  saling berbalas surat antar sejawat yang keberadaannya jauh di sana.

Semenjak mengenal Sahabat Pena, sering saya makan pakai garam. Maklum, tinggal di tempat kos, mau membalanjakan duit untuk apa tiada yang larang. Kiriman orangtua saya gunakan untuk membeli perangko. Majalahnya nebeng ke tetangga kosan.  Dari sanalah saya mulai  menumbuhkan semangat untuk menulis.

Kegiatan tersebut terhenti setelah lulus sekolah, dan pulang ke kampung halaman yang jauh dari Kantor Pos.  Kurang lebih 35 kilometer, melewati jalan raya yang masih hutan belantara.

Sekolah tamat, hobi menulis maherat. Lalu menikah, hidup melarat. Lengkaplah sudah penderitaan anak muda yang baru belajar mencari makan itu.

Setelah bekerja, disibukkan dengan urusan pekerjaan. Diselingi jadi tukang jahit sambilan untuk menambah ekonomi, mengasuh anak, plus urusan rumah tangga. Hobi menulis semakin tenggelam.

Salah satu cerpen Sahabat Pena. Dokumen pribadi
Salah satu cerpen Sahabat Pena. Dokumen pribadi
 Pertengahan tahun delapan puluhan, anak-anak mulai besar.  Saya kembali  ke Majalah Sahabat Pena. Isinya semakin bagus dan kompleks dibandingkan terbitan era tujuh puluhan. Lembaran utama yang menjadi  favorit saya adalah cerpen. Lengkap dengan halaman "Pertemuan dan Catatan Kecilnya" mengupas, mengoreksi, dan mengomentari cerpen yang terbit pada edisi yang bersangkutan oleh pakarnya. Dari  sana saya banyak belajar.

Tangan saya mulai gatal lagi untuk menulis. Tapi bingung. Mau berkirim surat kepada siapa, mau nulis apa. Anehnya,  ide sering melintas di kepala, saya tidak mampu menuangkannya di atas kertas. Saya miskin kata-kata. Boleh dikatakan nafsu besar selera berkurang. Maklum, tidak pernah berlatih, dan jarang membaca.  Paling selain sahabat pena (tidak rutin), membaca bahan ajar dan sekali-sekali  ada Majalah Suara Guru milik Sekolah. Koran tidak sampai ke desa. 

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Sekali sebulan bisa ke kota, tapi harga majalah tidak terjangkau oleh kantong PNS Golongan rendahan seperti saya. Pokok gaji  Rp 33.400, harga majalah level Femina kalau tak salah ingat 8 ribu rupiah. Enaknya, suami saya rajin membeli majalah bekas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun