Mungkin generasi zaman sekarang banyak yang tidak tahu apa itu filateli. Itu adalah hobi mengumpulkan prangko dan benda-benda pos yang dikirimkan lewat kantor pos. Kini, masyarakat sudah jarang sekali --atau bahkan tidak pernah lagi-- mengirimkan surat, kartu pos, atau paket lewat kantor pos yang ditempeli prangko.
 Sebagai gantinya, paket dikirimkan lewat kurir yang dibayar lewat e-money. Sementara surat bisa dilayangkan dalam bentuk e-mail, facebook, atau whatsapp. Walhasil, prangko semakin tidak dikenali lagi. Apakah hobi mengumpulkan prangko dan benda-benda pos lainnya juga ikut "mati"?
Sepertinya -- atau semoga-- tidak. Peminat filateli mungkin memang berkurang, tapi tentu saja tidak lantas peminatnya hilang menjadi 0%. Data persisnya sulit didapat. Apalagi jumlah yang terungkap belum tentu juga valid atau merefleksikan jumlah yang sesungguhnya.Â
Menurut sebagian pedagang filateli yang pernah saya temui di Kantor Filateli Jakarta, peminat filateli mungkin tinggal berjumlah sekitar 10.000 - 20.000 orang saja. Sebuah angka yang relatif kecil untuk negara dengan jumlah penduduk lebih dari 260 juta jiwa seperti Indonesia. Beberapa grup Fb filateli pun jumlah anggotanya hanya beberapa ribu orang saja, bahkan ada yang hanya beberapa ratus orang.
Oke, kita kembali ke topik awal saja, yakni tentang sejarah singkat filateli. Saya coba ringkas dari buku Filateli Sebagai Hobi dan Invetasi yang ditulis oleh Bramadi (saya sendiri) dan diterbitkan oleh Balai Pustaka tahun 2001. Â Kata filateli berasal dari bahasa Yunani philos yang artinya 'teman' dan ataleia yang artinya 'pembebasan'.Â
Maksudnya, dengan mengumpulkan prangko kita bisa mendapatkan teman dan terbebas dari biaya pengiriman pos. Prangko ditemukan oleh Sir Rowland Hill, seorang Inggris yang lahir pada 3 Desember 1795. Prangko pertama resmi digunakan dinas pos Inggris pada 6 Mei 1840. Bentuk dan warnanya masih sederhana (hitam-putih) dan tanpa lem di belakangnya.Â
Seiring dengan penemuan prangko itu, yang juga dibarengi dengan penerbitan prangko-prangko lainnya, mulai muncul minat orang untuk mengumpulkannya. Awalnya, mereka mengumpulkan bukan untuk koleksi, melainkan untuk "didaur-ulang" agar prangko itu bisa digunakan lagi untuk mengirim pos.Â
Maklum, ketika itu kualitas tinta cap pos masih rendah sehingga mudah dihapus. Jadi, motivasinya adalah penghematan. Tentu saja hal ini tidak berlangsung lama karena dinas pos Inggris segera melakukan pembenahan, termasuk dalam hal pelanggaran hukum bagi yang "mendaur-ulang" prangko-prangko yang sudah digunakan.Â
Tahun 1861, terbitlah katalog prangko yang pertama seiring dengan makin beragamnya prangko yang diterbitkan. Setahun kemudian, yakni 1862, mulai dijual album prangko pertama. Sebelumnya, orang mengoleksi prangko hanya dalam buku tulis biasa yang tentunya kurang memadai.
 Uniknya, istilah filateli sendiri bukan dicetuskan oleh orang Inggris, tapi oleh orang Prancis bernama Herpin, pada tahun 1864. Wadah organisasi bagi para filatelis (peminat filateli) dibentuk di Prancis pada 1926 dan berkedudukan di Zurich (Swiss). Oke, itu adalah sekilas tentang sejarah filateli di dunia. Bagaimana dengan di Indonesia?
Kantor pos pertama di Indonesia didirikan di Batavia pada 26 Agustus 1746 oleh Gubernur Jenderal G. W. Baron Van Imhoff. Waktu itu, belum ada prangko, tapi masih menggunakan stempel khusus. Pada tahun 1789-1795, digunakan stempel khusus dengan lambang VOC.Â