Tidak ada habisnya jika kita membicarakan kerusuhan yang terjadi seusai pertandingan sepak bola. Kerusuhan antar suporter kerap terjadi setelah berlangsungnya pertandingan sepak bola.Â
Suporter dari tim yang kalah biasanya menyerang suporter tim yang menang hingga akhirnya terjadi kerusuhan. Jadi, jangan heran jika polisi terpaksa menembakkan gas air mata karena tidak mungkin polisi yang anggotanya terbatas bisa melerai suporter bola yang jumlahnya ratusan bahkan ribuan orang.
Seperti yang terjadi pada Sabtu malam di Stadion Kanjuruhan, Malang. Laga Arema FC melawan Persebaya FC berakhir dengan kemenangan Persebaya FC. Kerusuhan pun terjadi pada hari itu juga.Â
Namun sebenarnya yang menjadi pertanyaan apa motif mereka yang melakukan itu? Padahal, sebenarnya yang mereka lakukan itu sangatlah konyol dan bersifat kekanak-kanakan.Â
Tak ada bedanya dengan kasus lempar-lemparan kursi yang dilakukan oleh antar anggota partai politik saat berlangsungnya rapat. Mungkin itulah yang pernah dikatakan Slank dalam lagu Tonk Kosong, yang liriknya "Otak masih kayak TK kok ngakunya sarjana". Apa untungnya coba berbuat seperti itu?Â
Yang rugi siapa? Pastilah pemerintah, PSSI, dan semua jajaran yang terlibat. Padahal timnas Indonesia bisa saja ikut Piala Dunia. Namun sayangnya, karena kejadian ini timnas Indonesia terancam tidak bisa mengikuti Piala Dunia dikarenakan suporter yang memiliki mental seperti anak STM yang suka tawuran.
Padahal itulah yang bisa membanggakan negara kita di mata dunia. Maka tidak heran jika sepak bola di negara kita ini seperti jalan di tempat. Hanya masalah permainan saja ratusan nyawa bisa melayang gara-gara kerusuhan antar suporter.
Semoga kejadian yang terjadi di Stadion Kanjuruhan ini tidak terulang kembali. Ciptakanlah sportivitas untuk dunia persepakbolaan kita dengan tidak melakukan hal-hal yang konyol itu. Salam olahraga.