Mohon tunggu...
Nurrahman Fadholi
Nurrahman Fadholi Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa, pengajar, penulis

Mahasiswa Sastra Inggris Universitas Terbuka Yogyakarta dan pengajar Bahasa Inggris

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tanpa Kartini, Perempuan di Indonesia Tidak akan Memiliki Hak yang Sama dengan Laki-laki

21 April 2021   13:47 Diperbarui: 21 April 2021   14:50 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
R.A. Kartini (sumber : tribunnews.com)

Semua orang pasti mengenal sosok beliau. Beliau adalah Raden Ajeng Kartini atau yang biasa dikenal dengan R.A. Kartini. Raden Ajeng Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879 di Jepara. 

Kartini juga memiliki seorang kakak laki-laki yang bernama Sosrokartono, atau nama lengkapnya adalah Raden Mas Pandji Sosrokartono. Sosrokartono ini adalah seorang cendekiawan yang memiliki macam-macam kelebihan salah satunya adalah memotret kawah Gunung Kawi tanpa menggunakan pesawat terbang saat menjadi seorang wartawan dulu. 

Kartini adalah sosok yang memperkenalkan istilah emansipasi wanita karena pada saat itu, wanita tidak diperbolehkan untuk mengenyam pendidikan tinggi seperti halnya yang dilakukan oleh kaum pria. 

Sangat berbeda sekali dengan masa saat ini dimana wanita memperoleh hak yang sama untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Kita seharusnya berterima kasih kepada ibu Kartini yang telah memperjuangkan hak para kaum perempuan untuk memiliki hak yang sama dengan laki-laki.

Padahal beliau sendiri tidak bisa mengenyam pendidikan yang lebih tinggi karena telah dipersunting oleh bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat yang sudah memiliki istri. 

Dari pernikahan tersebut, Kartini memiliki seorang anak yang bernama Soesalit Djojoadhiningrat yang lahir pada 13 September 1904, empat hari sebelum Kartini wafat pada tanggal 17 September 1904. Kartini wafat pada usia 25 tahun. 

Soesalit Djojoadhingrat kemudian menjadi seorang tentara yang pernah bergabung dengan PETA (Pembela Tanah Air) seperti halnya Jenderal Abdul Haris Nasution, dan Panglima Besar Jenderal Soedirman.

Setelah Kartini wafat, surat-surat yang pernah ditulis oleh Kartini pun dikumpulkan oleh Jacques Abendanon dan dibukukan. Surat-surat itu adalah surat yang pernah dikirimkan kepada teman-temannya di Eropa. Pada tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkannya dalam bahasa Melayu dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran, yang merupakan terjemahan dari Empat Saudara. 

Pada tahun 1938, sastrawan Armijn Pane membukukannya dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang. Dalam versi ini, Armijn Pane membaginya menjadi lima bab pembahasan untuk menunjukkan cara berpikir Kartini sepanjang waktu korespondensinya. 

Musisi Wage Rudolf Supratman juga menulis sebuah lagu yang terinsipirasi dari sosoknya, yang berjudul Ibu Kita Kartini. Lagu tersebut telah dikenal oleh anak-anak sekolah dari generasi saya dulu dan telah menjadi lagu wajib nasional. Kartini telah dianugerahi sebagai Pahlawan Nasional pada tanggal 2 Mei 1964 oleh Presiden Soekarno. Hari lahirnya selalu diperingati sebagai Hari Kartini pada setiap tahunnya. Pada tahun 2017, sutradara Indonesia Hanung Bramantyo membuat sebuah film yang diberi judul Kartini dengan Dian Sastrowardoyo sebagai Kartini. Pada tahun 2016, Rania Putri Sari juga berperan sebagai Kartini dalam film Surat Cinta Untuk Kartini yang disutradarai oleh Azhar Kinoy Lubis melalui rumah produksi MNC Pictures. Kartini juga pernah difilmkan pada tahun 1982 dengan judul R.A. Kartini yang disutradarai oleh Sjumandjaja dengan pemeran Yenny Rahman sebagai Kartini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun