Mohon tunggu...
Nurrachmat Rangga
Nurrachmat Rangga Mohon Tunggu... Universitas Negeri Jakarta

“Live for yourself and you will live in vain; Live for others, and you will live again.” -Bob Marley

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Carok Madura: Antara Harga Diri dan Kekerasan

7 Juli 2025   17:14 Diperbarui: 7 Juli 2025   17:24 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Indonesia dikenal sebagai negeri yang kaya akan budaya, dari Sabang sampai Merauke. Keberagaman suku, adat istiadat, dan tradisi yang berkembang di masyarakat Indonesia menunjukkan betapa kuatnya identitas budaya lokal. Salah satu budaya yang sering dibicarakan, sekaligus menimbulkan kontroversi, datang dari Madura yaitu tradisi carok.

Carok bukan sekadar kisah tentang celurit dan perkelahian. Carrok adalah ekspresi sosial yang kompleks, lahir dari nilai-nilai luhur tentang kehormatan, identitas laki-laki, serta hubungan antarmanusia. Sayangnya, karena kerap dikaitkan dengan kekerasan dan pembunuhan, carok seringkali mendapat stigma negatif, bahkan dianggap sebagai tindakan kriminal. Tapi, benarkah semuanya seburuk itu?

Mirisnya, masyarakat di sekitar pelaku sering kali gak melihat tindakan itu sebagai kejahatan. Justru, kadang pelaku carok dianggap pemberani atau pahlawan keluarga dan dijadikan suatu solusi untuk mengatasi masalah.

Ketika Harga Diri Lebih Mahal dari Nyawa

Buat masyarakat Madura, harga diri atau ajhina itu sakral. Sampai-sampai ada pepatah: "Lebbi bagus pote tolang atembang pote mata," yang artinya lebih baik mati daripada menanggung malu. Nah, dari sinilah carok punya tempat tersendiri dalam kehidupan sosial masyarakat Madura. Carok dilakukan biasanya oleh laki-laki terhadap laki-laki lain yang dianggap telah merendahkan harga diri, bisa karena perselingkuhan, penghinaan, sengketa tanah, bahkan hal-hal sepele yang dianggap memalukan.

Carok dilakukan dengan cara duel, memakai senjata tajam khas Madura: celurit. Bukan tanpa aturan, carok sebenarnya punya norma, harus satu lawan satu, disetujui oleh kedua pihak, dan dilakukan dengan niat mempertahankan kehormatan, bukan sekadar ingin melukai.

Tapi yang jadi masalah, perkembangan zaman membawa carok pada penyimpangan. Dari yang awalnya duel terbuka (ngonggai), belakangan bergeser jadi serangan diam-diam (nyelep). Bahkan, tak jarang carok dilakukan atas dasar dendam pribadi, bukan lagi murni karena kehormatan. 

Carok  adalah simbol budaya, produk dari nilai-nilai sosial masyarakat Madura. Carok lahir dari nilai kehormatan yang melekat kuat dalam budaya Madura. Bagi mereka, memperjuangkan harga diri bukan sekadar pilihan, tapi kewajiban. Dalam masyarakat yang hierarkis dan patriarkal, laki-laki Madura dituntut untuk menjadi pelindung keluarga, khususnya terhadap istri dan anak perempuan.Gangguan terhadap keluarga dianggap sebagai penghinaan terhadap martabat.

Celurit, sebagai senjata tradisional menjadi simbol budaya Madura. Celurit bukan sekadar alat untuk bertarung, tapi juga lambang kejantanan dan semangat juang. D. Zawawi Imron bahkan menyebut celurit sebagai representasi karakter orang Madura yang tajam, tegas, dan berani. 

Di satu sisi, ia adalah warisan budaya yang menunjukkan betapa pentingnya harga diri dalam masyarakat Madura. Di sisi lain, ia menjadi beban sosial ketika terus berlanjut sebagai tindakan kekerasan yang merugikan. Masyarakat Madura sendiri sudah mulai mengalami pergeseran sikap. Beberapa Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar orang Madura tidak lagi melihat carok sebagai solusi utama, melainkan lebih memilih jalan damai dan bijak dalam menyelesaikan konflik. Pendidikan, agama, dan kesadaran hukum menjadi faktor penting dalam perubahan ini.

Referensi 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun