Koneksi Antar Materi: Pembelajaran Sosial Emosional
Oleh: Nurohmat
Akankah peserta didik kita belajar bagaimana bergaul dengan orang lain? Akankah mereka cukup pintar untuk menghindari narkoba, pergaulan bebas, tindakan asusila? Akankah mereka tahu bagaimana menangani perbedaan tanpa menggunakan kekerasan? Akankah mereka mempelajari keterampilan hidup yang dibutuhkan untuk berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat kita?
Jenis kecerdasan yang dibutuhkan untuk menjawab beberapa pertanyaan di atas tidak didapatkan dengan menghafal rumus matematika, rumus fisika,  hafal regulasi hukum negara atau hafal nasehat-nasehat religius, serta  kemampuan akademik dan  teknologi.
Ternyata kemampuan itu semua tidak cukup untuk menghadapi permasalahan kehidupan sehari-hari. Banyak permasalahan yang dihadapi membutuhkan kemampuan lain, yakni kemampuan sosial emosional.
Untuk memanusiakan manusia kemampuan sosial emosional perlu dilatihkan terhadap guru dan peserta didik. Melatihkan kemampuan sosial emosional pada peserta didik dapat diintegrasikan dalam pembelajaran di kelas melalui model, strategi, dan metode pembelajaran yang memuat permainan edukatif  di kelas, kegiatan rutin, dan pembiasaan di sekolah.
Menurut Carnegie (1989), Menemukan cara bagi guru dan peserta didik untuk mengembangkan hubungan pribadi sangat penting. Namun sedikit sekali sekolah yang mengembangkan kemampuan peserta didik untuk meningkatkan kemampuan sosial dan emosionalnya.Â
Padahal kajian ilmiah banyak yang menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara keterampilan sosial emosional terhadap kesuksesan hidup masa depan sebagaimana yang  pernah dipublikasikan oleh George Valliant (2000).Â
Daniel Goleman (1995) pernah mengemukakan bahwa kualitas seperti pengendalian diri, motivasi, dan empati adalah "master of attitudes" yang dapat menghantarkan orang yang memilikinya memperoleh kepuasan hidup. Â
Untuk itu betapa pentingnya keterampilan sosial emosional untuk diajarkan dan dilatihkan di sekolah agar peserta didik memiliki keadaban atau penguasaan diri sebagaimana apa yang di gagas oleh Ki Hajar Dewantara.
Menurut Ki Hajar Dewantara, tujuan pendidikan adalah penguasaan diri (zelfbeheersching) atau keadaban (beschaving). Bescaving is Zelfbeheersching, keadaban adalah pengendalian diri.