Mohon tunggu...
nurlailahnurlailah
nurlailahnurlailah Mohon Tunggu... mahasiswa

saya adalah mahasiswa universitas negeri malang fakultas ilmu sosial

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Debu Maut Energi Kotor

3 Maret 2025   13:13 Diperbarui: 3 Maret 2025   13:13 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 
Ratusan ikan bandeng mati mendadak dan terapung di perairan Desa Tani Indah, Kecamatan Kapuiala, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.  Warga menduga kematian massal tersebut disebabkan pencemaran limbah cair dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PT OSS di kawasan industri nikel Morosi.  PT OSS membantah klaim tersebut, menyatakan limbah mereka dikelola dengan baik dan tidak mengalir ke sungai. Namun, warga menunjukkan saluran air yang menghitam saat musim hujan, yang bermuara ke laut hanya beberapa ratus meter dari lokasi PLTU.
 
Selain pencemaran air, warga juga mengeluhkan dampak debu batubara dari PLTU yang sangat mengganggu kesehatan dan lingkungan.  Bapak Samsudi, misalnya, mengaku menderita penyakit pernapasan parah akibat debu batubara yang masuk ke rumahnya.  Debu tersebut menempel di seluruh bagian rumah, perabotan, dan bahkan makanan.  Bapak Syamsudin mengalami sesak napas dan nyeri dada, sementara Zainuddin melaporkan penurunan kualitas hasil panen akibat debu batubara.
 
Hasil pengujian sampel limbah air menunjukkan kandungan tembaga dan zat beracun yang melebihi batas aman, berbahaya bagi kehidupan air dan kesehatan manusia.  Kandungan tembaga melebihi batas yang diizinkan (0,0485 mg/L vs. 0,02 mg/L). Zat beracun tersebut dapat menyebabkan masalah pernapasan, kerusakan organ, gagal reproduksi, kerusakan ginjal, tulang rapuh, dan risiko kanker.
 

hasil pengujian sampel limbah air (Sumber: https://images.app.goo.gl/R6NF8F3wXnvYmo2x7)
hasil pengujian sampel limbah air (Sumber: https://images.app.goo.gl/R6NF8F3wXnvYmo2x7)
Warga telah mengajukan gugatan hukum terhadap PT OSS pada Desember 2024 atas pelanggaran hak asasi manusia dan lingkungan hidup, namun hingga kini belum ada realisasi pertanggungjawaban dari pemerintah.  Mereka hanya berharap adanya pertanggungjawaban atas dampak pencemaran yang telah mereka alami.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun