Mohon tunggu...
Nurinda FadillahZahra
Nurinda FadillahZahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Hi! perkenalkan namaku Nurinda Fadillah Zahra kalian bisa memanggil aku 'ody'

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Melihat Kaca Film: Tantangan Etnis Tionghoa dalam "Babi Buta yang Ingin Terbang"

7 Januari 2024   17:09 Diperbarui: 7 Januari 2024   17:10 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://infoscreening.co/

Film sebagai bentuk seni yang memiliki kemampuan untuk merefleksikan dan menggambarkan berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu karya yang mencerminkan realistas sosial adalah film Babi Buta yang Ingin Terbang(2008) garapan sutradara Edwin, seorang pria keturunan Tionghoa. Dalam karyanya, Edwin secara lugas menggambarkan kehidupan masyarakat etnis Tionghoa sebelum era reformasi, fokus pada realitas diskriminasi yang mereka alami. Banyak representasi dengan menampilkan simbol atau tanda pada film ini, lantas menjadi domain untuk memberikan kebebasan interpretasi kepada penonton. Benang merah yang konsisten sepanjang narasi adalah ketersisihan etnis Tionghoa pada masa itu. Seiring berjalannya waktu, era sekarang menyaksikan geliat dan perkembangan yang luar biasa bagi komunitas Tionghoa, terutama dalam bidang bisnis dan kebudayaan.

Diskriminasi biasanya dilakukan terhadap kaum minoritas yang lemah, imbas dekriminasi jelas merugikan, mulai dari perasaan teralienasi, rendah diri, terpojokan, hingga menjadi objek kekerasan, diskriminasi seringkali dijumpai dalam lingkup masyarakat akibat terjadinya sebuah perbedaan yang membeda-bedakan, hal ini masih sering terjadi di berbagai negara yang disebabkan oleh budaya, kebangsaan, warna kulit, golongan, suku, jenis kelamin, dan agama. Pada umumnya diskriminasi terjadi karena kelompok mayoritas yang menyudutkan terhadap kelompok minoritas, sebuah kelompok yang memiliki kuasa ini dapat bertindak semena-mena pada kelompok yang lebih sedikit atau minoritas. Diskriminasi adalah perlakuan yang tidak adil yang dirasakan oleh individu atau kelompok tertentu (Fulthoni, et, al, 2009). Mereka yang terdiskriminasi pasti akan tersisih, apalagi kalau mereka sejak awal memang merupakan kaum minoritas, berkaca pada teori Spiral Keheningan yang dicetuskan oleh politik Elisabeth Noelle-Neumann, minoritas yang tidak didukung oleh media massa, cenderung memilih untuk bungkam (West & Tumer: 2007). Tindakan dikriminatif pasti menimbulkan perasaan yang sangat tidak nyaman, kaum minoritas sendiri jadi tidak mempunyai ruang gerak yang bebas, perasaan tidak nyaman ini pun membawa pada hasrat ingin menutup diri dan menyebabkan sebuah trauma yang dapat membuatnya malas untuk berbaur dengan kelompok lainnya dibandingankan dengan sesama kaumnya.

Film "Babi Buta yang Ingin Terbang" menceritakan pengalaman-pengalaman yang penuh cobaan tentang kehidupan komunitas minoritas yang di diskriminasi. Dalam salah satu scene, terdapat karakter Tionghoa yang berprofesi sebagai dokter gigi bernama Halim, dia tergambar sebagai individu yang tertutup dengan perasaan rendah diri. Ekpresi perasaannya tercermin dan direpresentasikan dari tindak tanduknya keseharian Halim, melalui usahanya untuk memperbesar matanya agar terlihat lebih besar dan juga upayanya untuk pindah agama menjadi islam, agama yang dipeluk mayoritas pribumi, yang masih belum terlampau umum dipeluk oleh orang Tionghoa, sebab biasanya mereka beragama Konghucu. Simbol atau tanda visual juga bisa dipakai untuk menegaskan, bahwa dia orang yang rendah diri atau malu dengan lingkungan. Misalnya, penggunaan kacamata hitam unutk menyembunyikan kesipitannya. Melalui teori Sausssure tentang oposisi binner, tampak pula perbedaannya dengan lingkungan, saat semua orang yang tidak bermata sipit tidak menggunakan kacamata hitam, sedangkan dia yang bermata sipit menggunakannya, yang dimana berarti ada ciri fisik yang sengaja ditutupi dengan kacamata tersebut. Selain Halim, perasaan rendah diri terwujud melalui karakter anak kecil yang bernama Cahyono, dia selalu menundukan dirinya saat berjalan di hadapan sekolompok bocah pribumi Indonesia asli, tingkah Cahyono membuat mereka menyebutnya seperti babi, Cahyono sebenernya adalah orang manado, meski tergolong pribumi, karakteristik fisik Cahyono menyerupai orang Tionghoa. Oleh karena dirinya merasa tersisih atau terdiskriminasi, yang dilakukan Cahyono menundukan dirinya disaat berjalan, secara tidak sengaja itu "mewarisi" ciri fisik Tionghoa yang merepresentasikan sikap rendah diri. Ini menggambarkan dampak negatif dari stereotip dan diskriminasi etnis Tionghoa, menyampaikan pesan mendalam tentang pengaruh lingkungan dalam membentuk persepsi diri dan bagaimana hal tersebut dapat diwariskan secara tidak langsung kepada generasi berikutnya.

Film, sebagai bentuk media, memiliki peran penting dalam membentuk realitas (Sobur, 2004). Dalam beberapa kondisi, ada kalanya kita sebagai penonton mengesampingkan kreator dan menelaah sendiri apa yang menjadi subtansi dari produk media tersebut. Film "Babi Buta yang Ingin Terbang" menjadi sebuah karya yang memunculkan tanda atau simbol yang menunjukan diskriminasi maupun imbasnya terhadap etnis Tionghoa sebelum era reformasi, seperti yang sudah di telaah dalam bagian sebelumnya, terdapat salah satu bentuk maupun imbas diskriminasi di film ini. Film ini menggambarkan kemalangan demi kemalangan yang dirasakan etnis Tionghoa yang dapat dirasakan bagaimana tertekan karena lingkungannya. Kondisi mereka laksana babi yang ingin terbang, tapi apa daya mata pun tak punya. Sebab, judul "Babi Buta yang Ingin Terbang" sejatinya memiliki makna yang berkaitan dengan etnis Tionghoa di zaman orde baru. Terlebih, dalam film juga berkali-kali ditampilkan scene babi yang terikat dan ingin melepaskan ikatan, saat terlepas pun, babi terseok-seok berjalan di padang rumput gersang. Ini menunjukan betapa malangnya binatang yang mata dan anusnya digambarkan berair atau dalam keadaan tak beres itu. Bahkan, dalam satu adegan, seorang anak bernama Cahyono, walaupun berasal dari suku Manado, merasa terdiskriminasi karena ciri fisiknya yang menyerupai etnis Tionghoa. Cahyono terpaksa menundukan diri layaknya seekor babi ketika melewati teman- temannya yang mayoritas pribumi asli, menyampaikan pesan kuat tentang dampak diskriminasi dan perlunya merenungkan bagaimana kita sebagai masyarakat melihat serta memperlakukan satu sama lain.

Untuk itu, kita sebagai manusia yang berlatar belakangi mahluk sosial harus menciptakan rasa tolerasnsi dan menciptakan sebuah sikap yang saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Toleransi adalah sebuah sikap yang saling menghormati dan menghargai antar kelompok atau individu. Kata Toleransi atau toleran ini sendiri berasal dari bahasa latin "tolarare" yang berarti dengan sabar membiarkan sesuatu. Sebuah sikap toleransi dapat menghindari terjadinya diskriminasi, seperti banyaknya kelompok atau sebuah suatu golongan yang berbeda dalam sebuah kelompok masyarakat. Toleransi juga dapat terjadi karena adanya sebuah  keinginan-keinginan  yang  mungkin  dapat  menghindarkan  dirinya  dari  sebuah perselisihan yang saling merugikan kedua belah pihak (Amira, 2021). Dengan menghargai perbedaan tersebut, kita membuka ruang untuk membangun pemahaman yang lebih mendalam antar individu dan kelompok, pentingnya toleransi terlihat dalam penolakan terhadap segala bentuk diskriminasi berdasarkan etnis, sehingga setiap anggota masyarakat, tanpa memandang latar belakangnya, dapat merasakan hak asasi manusia dan kesetaraan. Sebuah toleransi berarti menghormati dan saling belajar dari orang lain yang berbeda, dengan saling menghargai perbedaan itu, dapat menjembatani sebuah kesenjangan budaya dan menolak stereotip yang tidak adil, sehingga terciptanya kesamaan sikap. Toleransi dianggap tidak cukup dipertahankan, sehingga lebih menuntut konsep baru toleransi sebagai semacam "pengakuan" atau "penerimaan" terhadap perbedaan, sesuatu yang lebih tegas dari sekedar sikap pasif tidak menggangu kepentingan orang lain (Macedo, 2014).


Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun