Mohon tunggu...
Nurina Ayuningtyas
Nurina Ayuningtyas Mohon Tunggu... -

Nina

Selanjutnya

Tutup

Politik

KPK: Jangan Menyerah!

7 Oktober 2012   14:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:07 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Konflik antara KPK dan Polri terjadi lagi. Kali ini dilatar belakangi oleh adanya upaya penangkapan satgas penyidik KPK yang juga anggota kepolisian, Komisaris Polisi Novel Baswedan, terkait oleh kasus penganiayaan yang berakibat kematian, yang terjadi pada tahun 2004 silam. Banyak hal menarik yang terjadi terkait upaya penangkapan tersebut, yaitu:

1.Upaya penangkapan dilakukan pada Jum’at malam sekitar pukul 20.00-21.00 WIB oleh puluhan anggota kepolisian yang tidak berpakaian dinas. Jumlah anggota kepolisian yang dikerahkan dalam upaya penangkapan Novel tersebut setara dengan jumlah yang dikerahkan dalam penangkapan pelaku teroris.

2.Upaya pengkapan dilakukan ketika Polri menarik kembali tenaga penyidik yang diperbantukan di KPK, dan 5 orang anggota polisi (termasuk Novel) menolak untuk kembali ke kepolisian, dan ingin terus membantu penyidikan di KPK.

3.Upaya penangkapan dilakukan ketika Novel menjabat sebagai Ketua Tim Penyidik kasus Simulator SIM yang diduga akan banyak menyeret petinggi Polri.

Pertanyaan pertama yang timbul di sini adalah mengapa kasus lama kembali dipermasalahkan? Awalnya polisi mengatakan bahwa ada pengaduan dari keluarga korban (delik aduan), namun terakhir diketahui bahwa keluarga korban tidak pernah melakukan pelaporan apa-apa, dan menolak dikaitkan dengan konflik yang terjadi antar KPK dan polisi. Fakta lain lagi menyebutkan bahwa sebenarnya Novel tidak terlibat penganiayaan secara langsung. Namun, pada tahun 2004 sebagai pemimpin, Novel merasa ikut bertanggung jawab dan mengaku bersalah sehingga dia dikenai sanksi kode etik. Dengan begitu, sebenarnya masalah telah selesai.

Pertanyaan lain yang timbul adalah mengapa upaya penangkapannya harus berlebihan? Padahal yang hendak ditangkap adalah sesama anggota kepolisian. Dan mengapa hal tersebut disaat dia sedang menyelidiki kasus yang terkait dengan petinggi Polri? Hal inilah yang menimbulkan spekulasi-spekulasi tentang apa yang sebenarnya terjadi dan hendak dilakukan kepolisian.

Menurut saya, ketakutan-ketakutan para pelaku korupsi, khususnya pelaku yang memiliki jabatan penting baik dikepolisian maupun pemerintahan, telah mencapai puncaknya. Sehingga berbagai cara dilakukan untuk melemahkan KPK. Upaya penangkapan Novel merupakan salah satu dari upaya-upaya mereka untuk itu. Apalagi Novel Baswedan memang bukan tokoh sembarang. Telah banyak kasus korupsi yang diselidiki dan dibongkar olehnya. Sebut saja kasus Nazarudin, Angelina Sondakh, pengadaan Al-Qur’an di kementerian agama, dan yang terakhir adalah masalah simulator SIM.

Belum hilang dalam ingatan kita tentang penolakan anggaran KPK untuk melaksanakan tugasnya dan juga upaya revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinilai oleh banyak pihak sebagai bentuk pelemahan KPK dalam memberangus tindak pidana korupsi. Ada beberapa pasal yang hendak direvisi antara lain, penghapusan kewenangan penuntutan dan penyadapan.

Menurut saya, undang-undang KPK memang tidak perlu direvisi oleh Komisi III DPR sebab hal tersebut adalah bentuk dari pelemahan kewenangan KPK yang sampai saat ini telah efektif menekan angka korupsi. Dan pada kenyataannya, memang banyak kasus korupsi terungkap berdasarkan penyadapan.

Ditengah perseturuan antara KPK dan Polisi, tampaknya belum juga ada tanda-tanda “kehadiran” SBY, selaku Presiden. Menurut saya, dalam situasi ini sangat diperlukan ketegasan dan keberpihakan SBY. Harus ada rincian langkah-langkah ketegasan yang bisa dirumuskan oleh para pejabat setingkat menteri atau wakil menteri. Harus ada solusi yang cepat dan tepat sehingga fokus kedua belah pihak bisa kembali ke masalah pemberantasan korupsi.

Tapi, untungnya, masyarakat Indonesia tidak tinggal diam. Berbagai aksi dukungan diberikan kepada KPK, dari berbagai kalangan. Massa pendukung yang disebut “Semut Rangrang” menyarankan agar KPK tetap terus kukuh mengusut kasus korupsi, dan semut rangrang akan selalu siap mengeroyok aktor pelemahan KPK. Nama “Semut Rangrang” digunakan karena semut rangrang itu ibarat pejuang. Walau kecil, jika mereka bersatu maka kuat dan tidak mudah dilemahkan.

Sekarang ini, saya yakin masyarakat akan terus mengawal setiap pergerakan yang dilakukan oleh pemerintah (termasuk kepolisian) dan juga KPK. Di sini, kembali people power yang akan berbicara. Masyarakat agaknya sudah sangat lelah dibohongi. Sudah saatnya kebenaran terkuak, dan Indonesia bangkit. Jika dilakukan bersama-sama, Indonesia pasti bisa bebas dari korupsi. Ayo KPK, jangan menyerah!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun