Mohon tunggu...
Nurifah Hariani
Nurifah Hariani Mohon Tunggu... Guru (dulu)

Di rumah saja

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Berkencan dengan Benang di Musim Bediding

27 Juni 2025   20:09 Diperbarui: 28 Juni 2025   10:42 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi merajut(Rawpixel via kompas.com)

Mbediding atau bediding adalah istilah yang digunakan untuk menyebut perubahan suhu yang mencolok di awal musim kemarau. Malam hari terasa sangat dingin sedangkan di siang hari matahari seperti mengapung di langit-langit.

Fenomena ini terjadi pada awal musim kemarau. Orang Jawa menyebutnya mongso mbediding. Dalam kalender pertanian Jawa yang disebut Pranoto Mongso, musim mbediding termasuk mangsa atau musim "kasa" atau "kartika"  yang berlangsung selama 41 hari (Juni s/d Agustus). 

Musim ini digambarkan (payandra) sebagai "sesotya murca ing embatan" artinya intan jatuh dari wadahnya . Ciri-cirinya  adalah daun-daun berguguran, kayu mengering dan belalang masuk ke dalam tanah. Inilah saatnya  petani membakar jerami dan mulai menanam palawija.

Kalau di Kota Malang, musim mbediding bersamaan waktunya dengan musim mahasiswa baru. Fenomena ini terjadi saat kampus-kampus di kota ini melaksanakan semacam ospek bagi para maba. 

Maka kota ini akan dipenuhi wajah-wajah baru berkepala plontos dengan pakaian hitam putih yang giginya gemerutuk dengan bibir pucat karena menahan dingin.

Bagi saya yang sejak lahir sampai saat ini tetap di Malang, musim mbediding menjadi hal yang lumrah. Musim ini terjadi setiap tahun, sudah tidak heran, sudah tidak gumun. Mbediding itu normal terjadi.

Bedanya mbediding kali ini bersamaan waktunya dengan waktu pensiun. Sudah 35 tahun saya mengajar di sebuah SMP swasta, meski umur belum mencapai 60 tahun, saya pensiun bersamaan dengan suami yang memang sudah waktunya purna tugas. 

Teman-teman sejawat banyak yang menyayangkan keputusan saya. Tapi sudahlah meskipun berat saya sudah bertekad untuk mendampingi suami, di rumah bersama-sama. Kalau memaksakan diri, bisa-bisa saya akan merepotkan banyak orang karena akan banyak membolos nantinya.

Gambar crochet. Sumber Rinso.co.id
Gambar crochet. Sumber Rinso.co.id

Pagi yang dingin saya lewati dengan tenang.  Sudah tak ada ritual yang membuat saya terburu-buru.  Saya tak perlu menyiapkan sarapan  karena  suami bisa sarapan kapan saja.  

Untuk menghalau dingin saya jalan kaki ke pasar. Tidak jauh, hanya perlu setengah jam jalan kaki santai. Jika ada yang sreg ya beli, bila tidak ada yang cocok ya tidak apa pulang dengan tangan hampa. Sudah seharusnya, kami mulai memilih makanan bila ingin sehat agar tidak merepotkan anak cucu.

Sepulang dari jalan-jalan, suami melanjutkan hobinya yaitu membuat kacau barang-barang yang ada di rumah.  Heran? Begitulah suami saya, orangnya tidak bisa diam. 

Kemarin ia membongkar kursi di teras. Ada dua kursi pendek dan satu kursi panjang, dibongkar semuanya, katanya mau di make over karena alasnya yang sudah tidak karuan bentuk dan warnanya. Ia sudah beli cover dan segala peralatan yang diperlukan.

Musim mbediding begini mengharuskan badan terus bergerak, diam akan membuat badan makin menggigil.  Saya membongkar harta karun yang sudah lama tak terjamah karena kesibukan di sekolah. 

Benang, kain perca, flanel, pita dan manik-manik isinya. Bukan emas apalagi permata. Pensiunan guru mana mungkin punya harta karun seberharga itu.

Ya, saya akan merajut lagi. Hoby yang sudah lama terlupakan. Saya belajar merajut dari Ibuk. Rajutan pertama saya adalah syal panjang dari benang woll berwarna merah muda. 

Banyak barang yang bisa dihasilkan dari merajut. Syal, sweather, tas, aksesories juga taplak meja.  Dari sekian banyak itu merajut taplak meja adalah favorit saya.

Taplak bulat dari benang woll. Dokumen pribadi
Taplak bulat dari benang woll. Dokumen pribadi

Tidak banyak orang yang menekuni hoby merajut. Banyak yang bilang merajut itu kegiatan orang tua. Bisa jadi karena anak muda tidak telaten merajut. 

Merajut itu seperti meditasi dengan benang dan jarum, setiap tusukan menciptakan ritme yang menenangkan.  Merajut bisa dilakukan kapan dan dimana saja. 

Hanya dengan alat rajut yang disebut hakpen yang ringan yang mudah dibawa kemana saja. Saya dulu sering menemani suami kerja sambil merajut. Rasanya sayang sekali jika waktu terbuang tapa melakukan apa-apa. Saya bisa merajut sambil nonton TV, sambil ngobrol. Tetapi jangan merajut ketika sedang memasak. Bisa gosyong nanti, karena keasyikan merajut.

Mengapa suka merajut?

Tangan dan jemari yang terus bergerak dalam sebuah pola dapat membantu terjadinya relaksasi, penurunan kortisol dalam tubuh sehingga denyut nadi, tekanan darah dan ketegangan menurun.

Merajut dapat menjadi salah satu metode yang efektif untuk mengelola nyeri kronis. Saat merajut akan terjadi relaksasi yang akan mengiterupsi otak sehingga membuat nyeri sedikit berkurang.

Ada sebuah studi kasus terhadap pasien alzheimer berusia 70 tahun. Hasilnya menunjukkan kegiatan merajut dapat menurunkan perasaan apatis dan penurunan mood.

Kegiatan kreatif seperti merajut bermanfaat dalam meningkatkan kepercayaan diri, penerimaan diri dan kesehatan mental secara umum. Saat merajut senyawa serotonin akan dilepaskan dalam tubuh sehingga dapat meningkatkan mood.

Yang terakhir merajut dapat menghasilkan cuan. Lumayan. Alhamdulillah.

Saya pernah mendapat pesanan  bros rajut untuk souvenir. Sering juga teman-teman memesan taplak rajut dari benang katun. 

Merajut. Sumber facebook.com/p/Hand-made
Merajut. Sumber facebook.com/p/Hand-made

Merajut yuuk!

Merajut  itu asyik. Mudah dan murah. Ada banyak tutorial di internet, komunitas merajut pun banyak bertebaran di kota.

Toko-toko kerajinan yang menjual benang dengan segala perniknya biasanya juga membuka kursus merajut. Kelas merajut online juga bisa menjadi pilihan bagi yang ingin belajar merajut.

DI musim mbediding begini, di teras depan rumah yang menghangat saya merajut.  Sebagai pemanis saya menyediakan  teh jahe hangat dan pisang rebus yang  mengepulkan asap tipis. Hem , maka nikmat Tuhan mana yang kau dustakan?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun