Mohon tunggu...
Nurhidayah
Nurhidayah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Manusia Biasa

"Membacalah dan menulis, bentuk peradaban maju di dalam pola pikirmu." - Instagram: hayzdy Linkedin: www.linkedin.com/in/nurhidayah-h-23aab8225

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kamu Hanya Belum Tahu, Bukannya Bodoh

21 Januari 2023   13:55 Diperbarui: 21 Januari 2023   14:14 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Raib gagal menjawab soal matematika di papan tulis, ia kembali ke tempat duduk dengan lesu. Dipandanginya Yukif, teman sekelasnya, yang melangkah maju ke depan papan tulis. Pak guru terlihat bangga, bahkan ketika Yukif belum menuliskan apa-apa. 

"Aku tidak tahu kenapa ia terlihat begitu pintar, padahal kesehariannya hanya bersama game dan pacarnya," ujar Lani di samping Raib.

"Rasanya tidak adil, kan?" tanyanya, mengambil alih atensi kepala Raib yang sibuk mengoreksi jawabannya. 

"Tidak adil, kenapa?" jawab Raib, tanpa mengalihkan pandangan dari buku tulis dan Yukif si jenius. 

"Kamu terlihat berusaha keras, Ra, tapi Yukif sama sekali tidak," bisiknya, mengalihkan arah mata Raib demi menatap Lani yang bertopang dagu menatapnya. 

"Kamu tidak berhak menyimpulkan adil atau tidak, Lan, untuk sesuatu yang tidak benar-benar kamu ketahui kebenarannya," sanggah Raib, kembali menatap Yukif dan mendengar penjelasannya terkait soal matematika yang diperdebatkan. 


"Tapi realitanya seperti itu, Ra!" sungutnya, menutup buku tulis memandang keluar kelas. 

"Realita yang kamu lihat hanya seperempat dari kehidupan kami, Lan, kamu tidak pernah tahu aku atau Yukif lagi ngapain kalau lagi di rumah, atau dimana pun," jelas Raib sabar, kembali mengikuti langkah Yukif yang kembali ke tempat duduk. 

"Kenapa kamu membela Yukif, dia sainganmu, kan?" 

"Tidak, Yukif salah satu pintu belajarku, mana mungkin aku mau bersaing dan dengan sukarela menutup pintu ilmu gratis," jelas Raib, terkekeh menatap Lani yang mendelik.

"Lani, silakan maju, kerjakan nomor selanjutnya!" perintah Pak Am menginterupsi Lani yang siap menyanggah kalimat Raib. 

"Ra, sepertinya sekali lagi kebodohanku akan dipertontonkan," ujar Lani meringis, melangkah mau tidak mau ke hadapan semua murid. 

"Tidak boleh bilang seperti itu, Lan," balas Raib berbisik.

Raib tidak mengerti kenapa matematika menjadi tolak ukur kecerdasan, walaupun tidak dapat dipungkiri matematika memang berperan penting. 

Raib melirik Yukif yang duduk di pojok belakang. Penampilan dan sikap Yukif memang bisa diartikan pemalas dan terlihat bodoh, tapi bagi Raib, Yukif adalah pembelajar yang tenang. Raib bahkan tidak berpikir Yukif akan menjadi saingan, jika melihat gayanya yang setengah-setengah dalam belajar. Tapi siapa yang tahu, kan?

"Raib, rasanya aku benar-benar ingin mengundurkan diri dari kelas Pak Am," ungkap Lani seusai pelajaran matematika berakhir. Pada akhirnya, Lani dibantu oleh Yukif menjawab soal di papan tulis dan dibekali 5 soal matematika karena tertangkap tidak memperhatikan penjelasan Yukif. 

"Mana bisa, Lan, bisa-bisa nggak lulus dong kamu," jawab Raib heran. 

"Mata pelajaran itu benar-benar nggak bisa masuk kepala, Raib, kamu lihat kan tadi, aku terlihat sangat bodoh disamping Yukif yang menjelaskan," balasnya semakin kesal, mengandalkan buku matematika, Lani melampiaskan emosi dengan menggambar wajah menyebalkan Yukif dan Pak Am. 

"Kamu hanya belum tahu, Lan, bukannya bodoh. Kamu harus lebih giat belajar. Yukif bisa jadi salah satu solusinya, tuh," saran Raib lengkap dengan cengirannya. 

"Heh, kenapa Yukif sih, kamu kan juga bisa bantu aku, Ra,"

"Tapi tidak sebaik, Yukif, Lanii," 

"Bahkan Yukif sudah sangat menyebalkan walaupun tidak berhadapan. Ra, kamu suka Yukif, ya?" 

"Suka, aku memang suka orang-orang pintar, kok, Yukif salah satunya,"

"Wah, ternyata..., pantesan dibela terus. Jadi kamu nggak suka aku karena nggak pintar, begitu?"

"Tetap suka dong, lagipula kamu juga pintar. Pintar tidak hanya tentang matematika, Lan. Kamu jago gambar dan itu hebat,"

"Pantesan Yukif suka kamu, kamu memang cewek yang awesome,"

"Yang terlihat memang awesome, Lan, tapi yang tidak terlihat beda cerita lagi, tapi wait, kenapa kamu nyimpulin Yukif suka sama aku? Dia punya pacar loh,"

"Em, dia sepupuku, Ra, dia pernah bilang suka kamu," ujar Lani tak yakin, menatap Raib sesekali menghindari tatapan Lani. 

"Jadi, kenapa kamu segitu kesel sama Yukif, kalau ternyata dia sepupumu?"

"Ya gimana lagi, dia selalu jadi objek perbandingan ibu ku, sangat menyebalkan tahu," jelas Lani sebal. 

"Oh gitu ya, tapi berhubung kamu sepupu Yukif dan kita kan teman, boleh dong kita berteman juga sama Yukif," ujar Raib tidak yakin, menatap Lani dengan mata permohonan. 

Apapun judgenya, pintar atau tidak, seharusnya itu tidak menjadi penghalang untuk menghindari atau menjauhi siapapun. Raib pikir, Lani dan Yukif adalah dua orang yang salah paham. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun