Mohon tunggu...
Nur Hasanah
Nur Hasanah Mohon Tunggu... Editor - Peminat sastra

Peminat sastra

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Andai Kertas Punah, Anda Berhenti Membaca?

5 Desember 2016   22:42 Diperbarui: 6 Desember 2016   04:02 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Shutterstock

Saya baru memasuki dunia kerja kala itu, 2008, sekaligus menetapdi Jakarta, ketika menyatakan kepada seorang rekan sekantor kalau saya inginmencari buku di Kwitang. Teman saya tersebut berkomentar, "Lu kayak masihkuliah aja masih nyari buku." Ketika itu saya agak mengerutkan keningkarena bagi saya, membaca adalah kegemaran. Sejak bisa membaca, saya sukamembaca. Tak terpikir sama sekali untuk menghilangkan kebiasaan membaca begitukeluar dari dunia pendidikan formal. 

Saya tetap suka membaca. Saya tetap membeli buku. Tapi satu yangterlambat saya sadari, semakin lama bekerja, saya makin terseret tenggelamdalam rutinitas yang baru: bekerja dan nge-mal. Ya, itulah aktivitas mainstream muda-mudi yang saya perhatikan dankemudian menjangkiti saya. Pada suatu hari, ketika saya membaca buku kembali,ada yang berbeda. Saya jadi lemot memahami isi buku tersebut. Apa karena otaklama tidak dipakai? Pikir saya.

Saya pun mulai memaksa diri untuk memasukkan aktivitas membacadalam keseharian saya. Selain karena menemukan kembali keasyikan membacatentunya setelah sekian lama tidak membaca. Saya bahkan memutuskan untukmenulis novel. Dua tahun kemudian, novel tersebut selesai saya tulis dan kalahdalam sayembara novel yang saya ikuti. Sambil memendam kecewa, saya tawarkannovel itu, Pagi Gerimis,kepada banyak penerbit. 

Empat tahun saya berjuang menawarkan naskah novel saya dari satupenerbit ke penerbit lainnya sambil terus merevisinya. Semua penerbit yang sayakirimi email menolaknya. Saya putar otak bagaimanacaranya novel saya tidak hanya teronggok di laptop saya. Kebetulan pada tahuntersebut mulai ramai dibicarakan newstand buku digital. Saya pun cari tahutentang itu. Dua di antaranya yang paling saya pelajari adalah Scoop dan Google Play Book.     

Saya merasa menemukan angin segar untuk novel saya. Ya, sayaakan menerbitkannya secara independen dan menjualnya via Scoop. Sibuklah sayamencari ilustrator untuk membuat kover novel saya. Layout-nya saya yang urus.Kebetulan saya mantan editor di penerbit buku dan majalah. Saya juga lulusanSastra Indonesia. Jadi, saya pikir urusan editing novel bisa saya tangani sendiri.Begitu semuanya beres, saya ajukan ke Scoop dan tak lama kemudian terpajanglahnovel saya di sana. Saya juga menjualnya di Google Play Book. Lega. Setidaknya,selesai sudah saya mengurusi Pagi Gerimis. 

Tidak lupa, saya beli novel saya sendiri di Scoop, sekadar untukmencari tahu seperti apa tampilannya kalau dibaca via aplikasi Scoop. Dua tahunkemudian, dengan tidak sengaja, saya ditawari oleh kenalan saya, editor ElexMedia Komputindo, untuk memasukkan naskah novel saya ke penerbit tersebutketika saya menanyakan biaya print on demand karena ada teman saya yang ingin bacanovel saya yang versi cetak. Tak dinyana, Elex Media Komputindo tertarik untukmenerbitkan novel saya. Saya hampir tidak percaya. Pasalnya, novel itu sudahditolak oleh tujuh atau delapan penerbit. Begitu terbit versi cetaknya, versiterbitan Elex itu pun dipajang di Scoop pula. Tentu dengan label penerbittersebut. Lega tak terkira. Penuh rasa syukur pastinya.

Novel saya dipajang di Scoop. (dokumentasi pribadi)
Novel saya dipajang di Scoop. (dokumentasi pribadi)
Buku edisi digital bisa melengkapi edisi cetak. Banyak orangyang tak bisa move on dengan buku cetak, tapi banyak pulayang terbuka terhadap kemajuan teknologi dan leluasa membaca buku di mana puntanpa perlu menenteng tas berat. Saya sendiri suka mengoleksi buku cetak. Noveldan kumpulan puisi serta kumpulan cerpen masterpiece sastrawan dunia adalah prioritas untuksaya koleksi. 

Namun, buku-buku seperti panduan fotografi makanan, menata rumah, marketing, dan kumpulanresep masakan cukup saya baca via aplikasi. Selain hanya perlu menyerap isinya,saya tidak perlu pusing dengan penataan kamar kos saya yang sudah penuh buku.Terbayang ribetnya kalau saya pindahan kos. Tambahan lagi, ibu saya kurangsenang melihat saya beli-beli buku. Lebih baik ditabung uangnya, kata beliau.

Tampilan halaman buku Scoop yang dibaca via desktop. (dokumentasi pribadi)
Tampilan halaman buku Scoop yang dibaca via desktop. (dokumentasi pribadi)
Selain soal ringkasnya ruang penyimpanan buku, saya juga jadibisa membaca di mana pun. Jadi ingat, sewaktu jadi mahasiswa dulu, selalu adabuku di tas saya untuk saya baca kalau ada waktu luang di luar kos. Maklummahasiswa, cita-cita masih tinggi. Sebanyak mungkin mimpi dipupuk dandiusahakan untuk diwujudkan. Salah satunya dengan memanfaatkan waktu luangdengan membaca buku sampai-sampai buku mata kuliah yang belum diambil pun sudahsaya baca. 

Menengok beberapa tahun terakhir, saya merasa kurang membacabuku. Sekarang ini saya menantang diri dengan membaca lebih banyak buku. Sayapun rajin memborong buku kalau kebetulan di kantor saya ada bazaar buku. Karenabanyak buku bagus dan baru yang tidak ada di bazaar, saya mencoba upgrade member di Scoop jadi premium. Mumpungsedang ada diskon yang lumayan besar. Ribuan buku dan majalah bebas diakses.Jumlah yang bisa saya akses pun tidak dibatasi. 

Terbayang kalau saya bisa bacalima puluh novel hanya dengan Rp89.000,00. Jadinya saya kejar-kejaran denganwaktu agar bisa membaca sebanyak mungkin. Pasalnya, kalau sudah sebulan dantidak memperpanjang akun premium, koleksi di halaman Library akun Scoop sayajadi nol kembali khusus buku-buku yang saya akses secara premium. Lumayan jugatrik ini untuk memproduktifkan waktu luang saya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun