Dalam pandangan saya, sebagai seorang mahasiswa dan calon pendidik, Kurikulum Merdeka adalah langkah besar pemerintah dalam mencoba memperbarui sistem pendidikan nasional agar lebih sesuai dengan perkembangan zaman. Kurikulum ini memberi ruang luas bagi siswa untuk bereksplorasi, berpikir kritis, dan mengembangkan potensi diri sesuai dengan minat dan bakat masing-masing. Guru juga diberi kebebasan dalam merancang strategi pembelajaran yang relevan dengan konteks lokal. Semangat kebebasan belajar yang diusung Kurikulum Merdeka memang menjadi langkah positif yang mampu menjawab tantangan pendidikan di era globalisasi.
Namun, jika dilihat dari perspektif pendidikan Islam, kurikulum ini masih memiliki kekurangan yang cukup besar.
Meskipun pendidikan agama tetap termasuk dalam struktur kurikulum, nilai-nilai Islam belum sepenuhnya menjadi pondasi utama dari seluruh kegiatan belajar mengajar. Pendidikan Islam tidak hanya tentang pengetahuan agama dalam arti sempit, melainkan mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk moral, sosial, dan spiritual. Idealnya, setiap pelajaran, baik itu sains, matematika, maupun seni, bisa menjadi sarana untuk menumbuhkan rasa kagum terhadap kebesaran Allah SWT. Sayangnya, hal ini belum menjadi fokus utama dalam penerapan Kurikulum Merdeka.
Menurut saya, kurikulum pemerintah masih terlalu fokus pada pencapaian duniawi seperti keterampilan abad ke-21, penguasaan teknologi, dan daya saing global. Tujuan ini memang penting, tetapi jika tidak diimbangi dengan pembentukan iman dan akhlak, maka pendidikan hanya akan menghasilkan generasi yang cerdas secara intelektual, tetapi kurang berkembang secara spiritual. Dalam Islam, pendidikan seharusnya mampu membentuk insan kāmil, yaitu manusia yang seimbang antara ilmu dan iman, antara dunia dan akhirat. Jika keseimbangan ini tidak terwujud, maka pendidikan akan kehilangan maknanya.
Selain itu, integrasi nilai-nilai Islam dalam kurikulum nasional masih kurang optimal.
Pelajaran agama terlihat seperti mata pelajaran yang terpisah, bukan sebagai sumber nilai yang menginspirasi seluruh proses belajar mengajar. Akibatnya, banyak siswa yang pintar secara akademik, tetapi belum memiliki pemahaman mendalam tentang pentingnya akhlak, kejujuran, dan tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari. Padahal, Rasulullah SAW pernah mengatakan bahwa tujuan utama pendidikan adalah membentuk akhlak yang mulia, seperti yang tercatat dalam hadis: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” Prinsip ini seharusnya menjadi dasar dari setiap kurikulum di Indonesia, yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Menurut saya, penerapan Kurikulum Merdeka di sekolah-sekolah perlu diperkuat dengan pendidikan karakter yang berdasarkan nilai-nilai Islam. Contohnya, dalam pelajaran sains, guru bisa menyampaikan bahwa hukum alam adalah tanda kekuasaan Allah. Dalam pelajaran ekonomi, siswa dapat diajak memahami konsep keadilan dan keberkahan dalam mencari rezeki, bukan sekadar mengejar keuntungan materi. Pendekatan seperti ini akan membuat setiap pelajaran memiliki makna spiritual dan moral, bukan hanya secara akademis saja.
Saya juga merasa bahwa guru memegang peran penting dalam membentuk kurikulum yang bernuansa Islam.
Guru bukan hanya orang yang mengajar ilmu, tetapi juga contoh dalam perilaku dan pelatih jiwa. Jika seorang guru mampu menyelipkan nilai-nilai keislaman dalam cara mengajarnya, maka siswa akan tumbuh dengan kesadaran bahwa ilmu yang mereka pelajari bukan cuma alat untuk bekerja, tetapi juga jalan untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena itu, pelatihan guru perlu dilakukan bukan hanya untuk menguasai metode mengajar modern, tetapi juga untuk memperkuat kemampuan spiritual dan pemahaman terhadap nilai-nilai Islam.
Saya percaya Kurikulum Merdeka memiliki potensi besar menjadi wadah pendidikan Islam yang ideal, selama pemerintah dan lembaga pendidikan mampu mengarahkan penerapannya secara lebih integratif. Program seperti Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) bisa dikembangkan menjadi Profil Pelajar Muslim Indonesia, dengan menekankan nilai-nilai iman, ilmu, dan amal saleh. Dengan begitu, siswa tidak hanya cerdas dan mandiri, tetapi juga berakhlak mulia dan bertanggung jawab sebagai hamba Allah.
Secara pribadi, saya melihat bahwa Kurikulum Merdeka belum bisa dikatakan sebagai pendidikan Islam yang ideal.
Nilai-nilai spiritual, moral, dan akhlak belum menjadi dasar utama dalam seluruh proses belajar mengajar. Kurikulum yang ideal untuk pendidikan Islam adalah kurikulum yang sanggup menggabungkan ilmu pengetahuan dan iman, logika dan hati, dunia dan akhirat. Pendidikan seperti ini akan menciptakan generasi yang tidak hanya mampu menghadapi tantangan zaman, tetapi juga tetap berpegang pada nilai-nilai ilahiah.
Oleh sebab itu, saya berpendapat bahwa langkah pemerintah melalui Kurikulum Merdeka sudah berada di jalur yang benar, tetapi memerlukan penyempurnaan dari segi spiritualitas dan moralitas. Memadukan nilai-nilai Islam dalam setiap bidang ilmu bukanlah sesuatu yang menghambat kemajuan, melainkan justru memperkaya dan memperkuat karakter bangsa. Jika kurikulum mampu menciptakan keseimbangan antara akal dan hati, antara ilmu dan iman, maka pendidikan Indonesia akan melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berakhlak mulia dan berjiwa Islami.
Sumber Reference:
Wulandari, D., Sa’diyah, L. L., Ummah, N. S., Dewi, S., Hariyanto, E., & Deta, U. A. (2024). Implementasi Kurikulum Merdeka pada SMA sebagai Sekolah Penggerak. Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pembelajaran, 2(2), 72–78.