Mohon tunggu...
Nur Fitri
Nur Fitri Mohon Tunggu... Mahasiswa

Kebetulan hobi saya traveling, seperti ke pantai maupun ke gunung. Diantara keduanya merupakan kegiatan yang saya sukai, jika hidup saya mulai merasa jenuh.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dampak Penyalahgunaan Aset Terhadap Kepercayaan Stakeholder

21 Mei 2025   17:00 Diperbarui: 20 Mei 2025   21:54 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Penyalahgunaan aset adalah tindakan ilegal yang dapat merusak kepercayaan para pemangku kepentingan atau stakeholder terhadap sebuah organisasi. Hal ini merupakan masalah serius karena dapat menyebabkan kerugian finansial yang signifikan dan merusak reputasi jangka panjang suatu entitas. Penyalahgunaan aset terjadi ketika individu di dalam organisasi secara tidak sah mengambil, menggunakan, atau bahkan mencuri aset milik organisasi untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu (Jimenez Serrano et al., 2025; Yusrianti et al., 2020). Definisi ini mencakup spektrum luas tindakan, mulai dari pencurian fisik hingga manipulasi catatan keuangan.

Dampak penyalahgunaan aset terhadap kepercayaan stakeholder sangatlah merugikan dan berjangka panjang. Berikut adalah beberapa dampak utamanya:

  • Kerusakan Reputasi Organisasi: Reputasi adalah aset tak berwujud yang paling berharga bagi setiap organisasi. Ketika penyalahgunaan aset terungkap, citra organisasi akan tercoreng secara drastis (Jimenez Serrano et al., 2025). Publik, klien, mitra bisnis, dan investor akan memandang organisasi sebagai tidak dapat dipercaya atau tidak kompeten dalam mengelola sumber dayanya. Kerusakan reputasi ini bisa sangat sulit untuk diperbaiki, bahkan membutuhkan waktu bertahun-tahun.
  • Kehilangan Kepercayaan Stakeholder: Kepercayaan adalah fondasi dari setiap hubungan yang sehat, termasuk antara organisasi dan stakeholdernya. Penyalahgunaan aset mengikis kepercayaan ini hingga ke akarnya (Yusrianti et al., 2020). Investor akan ragu untuk menanamkan modal, pelanggan mungkin beralih ke pesaing, dan karyawan bisa kehilangan motivasi karena merasa perusahaan tidak memiliki integritas. Kehilangan kepercayaan ini dapat menciptakan efek domino yang merugikan.
  • Penurunan Investasi: Investor, baik perorangan maupun institusi, mencari organisasi yang stabil, transparan, dan memiliki tata kelola yang baik. Adanya kasus penyalahgunaan aset akan secara langsung menurunkan minat investasi (Koomson et al., 2020). Investor akan melihat risiko yang lebih tinggi dan potensi pengembalian yang lebih rendah, sehingga menarik modal mereka atau memilih untuk tidak berinvestasi sama sekali. Ini dapat menghambat pertumbuhan organisasi dan kemampuannya untuk berinovasi.
  • Pengaruh pada Hubungan Bisnis: Kemitraan dan kolaborasi bisnis dibangun di atas dasar saling percaya. Ketika sebuah organisasi terlibat dalam penyalahgunaan aset, mitra bisnisnya akan mengevaluasi kembali hubungan mereka (Ghani et al., 2021). Mereka mungkin khawatir tentang risiko keuangan, hukum, atau reputasi yang terkait dengan kerja sama tersebut. Akibatnya, kontrak bisa dibatalkan, peluang baru bisa hilang, dan seluruh jaringan bisnis organisasi dapat terganggu.

Penyebab Penyalahgunaan Aset

Penyebab utama penyalahgunaan aset seringkali multifaktorial, namun ada beberapa pemicu umum yang sering diidentifikasi:

  • Melemahnya Sistem Pengendalian Internal: Ini adalah salah satu penyebab paling signifikan. Ketika kontrol internal, seperti pemisahan tugas, otorisasi transaksi, dan rekonsiliasi akun, lemah atau tidak ada, individu memiliki peluang lebih besar untuk menyalahgunakan aset tanpa terdeteksi (Koomson et al., 2020).
  • Kurangnya Pengawasan: Pengawasan yang tidak memadai dari manajemen senior atau dewan direksi dapat menciptakan celah bagi individu untuk melakukan tindakan ilegal. Jika tidak ada pemeriksaan rutin atau akuntabilitas yang jelas, perilaku tidak etis cenderung meningkat (Ghani et al., 2021).
  • Budaya Organisasi yang Mengizinkan Pelanggaran Etika: Budaya organisasi yang toleran terhadap pelanggaran etika, di mana nilai-nilai integritas tidak ditekankan atau bahkan diabaikan, akan memupuk lingkungan di mana penyalahgunaan aset dapat berkembang. Ini bisa berupa kurangnya penegakan kode etik atau bahkan sikap permisif terhadap "jalan pintas" yang melanggar aturan.

Contoh Penyalahgunaan Aset

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, berikut beberapa contoh penyalahgunaan aset yang sering terjadi:

  • Pencurian Uang Tunai atau Aset Lainnya: Ini adalah bentuk penyalahgunaan aset yang paling langsung, seperti seorang karyawan yang diam-diam mengambil uang dari kas atau mencuri inventaris perusahaan (Mohd et al., 2023).
  • Pemalsuan Laporan Pengeluaran atau Dokumen Lainnya: Karyawan memalsukan tanda terima atau membuat klaim pengeluaran fiktif untuk mendapatkan penggantian dana yang sebenarnya tidak dikeluarkan atau untuk kepentingan pribadi (Jimenez Serrano et al., 2025).
  • Penggunaan Fasilitas atau Aset untuk Kepentingan Pribadi: Contohnya termasuk penggunaan kendaraan dinas untuk liburan pribadi, penggunaan alat kantor untuk proyek sampingan, atau penggunaan waktu kerja untuk aktivitas non-bisnis (Yusrianti et al., 2020).

Memahami Penyebab Melalui Teori Segitiga Kecurangan

Teori Segitiga Kecurangan (Fraud Triangle Theory) yang dikembangkan oleh Donald Cressey (1953) memberikan kerangka kerja yang kuat untuk memahami mengapa individu melakukan kecurangan, termasuk penyalahgunaan aset. Teori ini mengidentifikasi tiga elemen utama yang harus ada agar kecurangan terjadi:

  • Tekanan (Pressure): Ini adalah motif atau kebutuhan yang mendorong individu untuk melakukan kecurangan. Tekanan bisa bersifat finansial (misalnya, masalah utang pribadi, gaya hidup mewah) atau non-finansial (misalnya, tekanan untuk mencapai target kinerja yang tidak realistis, kebutuhan untuk mempertahankan status).
  • Peluang (Opportunity): Ini adalah celah dalam sistem pengendalian internal atau kurangnya pengawasan yang memungkinkan individu untuk melakukan kecurangan dan menyembunyikannya. Tanpa adanya peluang, meskipun ada tekanan, kecurangan akan sulit dilakukan.
  • Rasionalisasi (Rationalization): Ini adalah kemampuan individu untuk membenarkan tindakan ilegal mereka. Pelaku kecurangan seringkali meyakinkan diri sendiri bahwa tindakan mereka dapat diterima, misalnya dengan berpikir bahwa mereka hanya "meminjam" uang, perusahaan "berutang" kepada mereka, atau semua orang juga melakukannya.

Pencegahan Penyalahgunaan Aset

Mengingat dampak destruktifnya, organisasi harus memprioritaskan pencegahan penyalahgunaan aset. Beberapa strategi efektif meliputi:

  • Menerapkan Sistem Pengendalian Internal yang Efektif: Ini adalah lini pertahanan pertama dan terpenting. Sistem pengendalian internal yang kuat mencakup pemisahan tugas yang jelas, otorisasi transaksi yang tepat, rekonsiliasi akun secara berkala, dan kebijakan yang terdokumentasi dengan baik (Tarjo et al., 2024).
  • Melakukan Pengawasan yang Ketat: Manajemen harus secara aktif mengawasi kinerja karyawan, transaksi keuangan, dan kepatuhan terhadap kebijakan. Audit internal yang rutin dan tidak terduga juga sangat penting untuk mendeteksi dan mencegah kecurangan (Koomson et al., 2020; Mackevičius & Kazlauskienė, 2009).
  • Memberikan Pelatihan Etika kepada Karyawan: Membangun budaya etika yang kuat dimulai dengan pendidikan. Pelatihan etika dapat membantu karyawan memahami pentingnya integritas, mengenali situasi yang berpotensi menjadi konflik kepentingan, dan mengetahui saluran pelaporan pelanggaran (Ghani et al., 2021).
  • Menggunakan Teknologi Canggih: Teknologi seperti sistem ERP (Enterprise Resource Planning) dan e-procurement dapat secara signifikan mengurangi peluang penyalahgunaan aset dengan mengotomatisasi proses, meningkatkan transparansi, dan menyediakan jejak audit yang lebih baik (Tarjo et al., 2024).
  • Meningkatkan Kesadaran dan Kepatuhan Karyawan: Organisasi harus secara rutin mengomunikasikan kebijakan dan prosedur terkait pengelolaan aset dan anti-fraud. Ini membantu memastikan bahwa semua karyawan memahami ekspektasi dan konsekuensi dari pelanggaran. Saluran pelaporan yang aman dan anonim juga penting untuk mendorong karyawan melaporkan dugaan pelanggaran.

Sumber Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun