Mohon tunggu...
Nurfikri Ihsan
Nurfikri Ihsan Mohon Tunggu... Mahasiswa

41523110029 - S1 Teknik Informatika - Fakultas Ilmu Komputer - Universitas Mercu Buana - Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB - Dosen Pengampu Prof. Dr. Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Quiz 2 - Etika Stoicism Sebagai Transfigurasi Diri Menjadi Sarjana Berbahagia Identitas Diri

26 September 2025   15:26 Diperbarui: 26 September 2025   15:26 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan

Setiap mahasiswa memiliki cita-cita menjadi sarjana yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga bahagia dan bermakna dalam hidupnya. Namun, jalan menuju kebahagiaan tidaklah sederhana. Berbagai tekanan, ketidakpastian, bahkan kegagalan kerap hadir dalam kehidupan akademik maupun pribadi. Dalam situasi seperti inilah filsafat dapat memberikan tuntunan.

Salah satu aliran filsafat yang relevan bagi mahasiswa adalah Stoicism atau Etika Stoa. Stoicism dikembangkan oleh filsuf-filsuf besar seperti Seneca, Epictetus, dan Marcus Aurelius, yang menekankan pentingnya pengendalian diri, kebajikan (virtue), serta sikap bijak menghadapi hal-hal yang berada di luar kendali manusia (fortuna).

Tulisan ini mencoba menguraikan bagaimana prinsip-prinsip Stoicism dapat menjadi jalan transfigurasi diri, yakni perubahan batin menuju pribadi yang tangguh, bertanggung jawab, dan bahagia sebagai seorang sarjana.

Modul Prof. Apollo
Modul Prof. Apollo

Mengenal Stoicism

Stoicism lahir di Yunani sekitar abad ke-3 SM dan kemudian berkembang di Romawi. Tokoh-tokoh utamanya antara lain Zeno dari Citium (pendiri), Seneca (filsuf sekaligus negarawan), Epictetus (mantan budak yang menjadi guru moral), dan Marcus Aurelius (kaisar Romawi sekaligus filsuf).

Pokok ajaran Stoicism adalah membedakan hal-hal yang berada dalam kendali kita (virtue: sikap, penilaian, emosi, akal) dan hal-hal yang tidak dalam kendali kita (fortuna: kematian, sakit, kekayaan, penderitaan).

Menurut kaum Stoa, kebahagiaan sejati tidak ditentukan oleh nasib atau kekayaan, tetapi oleh kemampuan kita menguasai diri dan hidup sesuai kebajikan. Inilah yang disebut "hidup sesuai alam", yaitu hidup yang selaras dengan akal budi dan kebajikan.

Modul Prof. Apollo
Modul Prof. Apollo

Virtue dan Fortuna: Menguasai Diri, Menerima Takdir

Dalam modul, disebutkan bahwa ada dua ranah penting dalam Stoicism: virtue dan fortuna.

  • Virtue: segala sesuatu yang bisa kita kendalikan, seperti pemahaman, emosi, logika, serta kemampuan menilai dengan tepat. Di sinilah letak kebebasan manusia yang sejati.
  • Fortuna: segala sesuatu yang berada di luar kendali, seperti nasib, penderitaan, kekayaan, bahkan kematian.

Stoicism mengajarkan agar mahasiswa tidak larut dalam hal-hal yang di luar kendali. Misalnya, kegagalan dalam lomba, kondisi ekonomi keluarga, atau situasi sosial yang sulit. Semua itu adalah fortuna. Yang bisa dikendalikan hanyalah sikap kita: apakah kita tetap belajar, berjuang, dan berbuat baik, atau justru menyerah pada keadaan.

Modul Prof. Apollo
Modul Prof. Apollo

Askesis: Latihan Batin Mahasiswa

Stoicism menekankan pentingnya askesis atau latihan batin. Askesis adalah upaya terus-menerus memisahkan mana yang bisa kita kendalikan dan mana yang tidak. Dengan latihan ini, mahasiswa akan belajar:

  1. Mengendalikan Emosi: Tidak marah berlebihan ketika menghadapi masalah.
  2. Menghargai Kebahagiaan Kecil: Seperti modul menyebut, "bangun kebahagiaan kecilmu". Misalnya, bersyukur atas kesempatan belajar, pertemanan, atau kesehatan.
  3. Menerima Penderitaan dengan Tabah: Sakit, gagal, atau ditolak bukan akhir dari segalanya, melainkan bagian dari proses pendewasaan.

Dengan askesis, mahasiswa membentuk habitus yang baik: belajar, paham, sadar, dan bertindak. Hal ini selaras dengan tugas sarjana UMB sebagaimana diajarkan dalam modul.

Modul Prof. Apollo
Modul Prof. Apollo

Phronesis: Kebijaksanaan Praktis

Selain askesis, Stoicism juga menekankan phronesis atau kebijaksanaan praktis. Phronesis adalah kemampuan untuk menimbang secara rasional dan bertindak sesuai kebaikan.

Bagi mahasiswa, phronesis berarti:

  • Bijak dalam mengatur waktu antara belajar, organisasi, dan kehidupan pribadi.
  • Tidak mengejar nilai semata, tetapi kualitas pembelajaran.
  • Memilih jalan hidup bukan hanya berdasarkan keuntungan materi, melainkan juga kebermanfaatan sosial.

Stoicism mengingatkan: "Suwung ing pamrih, rame ing gawe" -- artinya ikhlas tanpa pamrih, tetapi giat dalam bekerja. Prinsip ini membentuk mentalitas mahasiswa yang tidak sekadar mengejar gelar, melainkan bertransformasi menjadi sarjana berintegritas.

Modul Prof. Apollo
Modul Prof. Apollo

Stoicism dalam Kehidupan Mahasiswa

Penerapan Stoicism dalam dunia akademik sangat relevan. Beberapa contohnya:

  1. Saat menghadapi ujian: Fokus pada usaha belajar (virtue), bukan pada ketakutan gagal (fortuna).
  2. Saat menghadapi kritik dosen: Mengendalikan emosi, mengambil pelajaran dari kritik, bukan merasa terhina.
  3. Saat ada perbedaan pendapat: Menahan diri, mendengar dengan sabar, dan mencari titik temu secara rasional.
  4. Saat merasakan kegagalan: Tidak terjebak dalam kesedihan berlebihan, tetapi menggunakannya sebagai motivasi untuk bangkit.

Dengan cara ini, Stoicism membantu mahasiswa menjadi pribadi yang kuat, resilien, dan tidak mudah rapuh menghadapi tekanan akademik maupun sosial.

Transfigurasi Diri Menjadi Sarjana Berbahagia

Transfigurasi diri berarti transformasi batin yang mendalam. Dengan mempraktikkan Stoicism, mahasiswa akan:

  • Menjadi pribadi yang mampu mengendalikan diri.
  • Tidak tergantung pada hal-hal eksternal.
  • Mampu memaknai penderitaan sebagai guru kehidupan.
  • Menjalani hidup akademik dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

Kebahagiaan yang dicapai bukan sekadar kesenangan sesaat, melainkan ketenangan batin dan kebajikan. Inilah sarjana yang unggul, profesional, sekaligus bahagia sebagaimana visi Universitas Mercu Buana.

Kesimpulan

Stoicism bukan sekadar teori filsafat kuno, melainkan jalan praktis untuk hidup bahagia di tengah realitas yang penuh tantangan. Dengan membedakan virtue dan fortuna, melatih askesis, serta mengasah phronesis, mahasiswa dapat menempuh transfigurasi diri yang sejati.

Seorang sarjana yang berbahagia bukanlah yang bebas dari penderitaan, tetapi yang mampu menghadapi hidup dengan kebijaksanaan dan integritas. Dengan demikian, etika Stoicism menjadi fondasi penting untuk menjadikan diri sebagai sarjana unggul, profesional, sekaligus manusia berbahagia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun