Mohon tunggu...
Nurfalih Mirza Rashanda
Nurfalih Mirza Rashanda Mohon Tunggu... Pelajar Siswa SMA

Dunia tidak akan hancur oleh penguasa pemimpin jahat, melainkan oleh rakyat yang tidak bersuara atau tidak melakukan apapun selain menonton dunia hancur

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Nilai Hanya Jadi Alibi: Sekolah Menjual Moral, Tapi Tak Menjalankannya

22 September 2025   11:46 Diperbarui: 22 September 2025   11:48 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap sekolah memiliki prinsip yang sama dengan sebuah peraturan atau pendoman untuk sebagai mencerminkan sekolah yang seharusnya apa untuk diadaptasi, bagaikan seperti negara kita saja yaitu Indonesia yang memiliki asas-asas pancasila untuk diwajibkan dan diimplementasikan sebagai warga negara Indonesia.

Saya seorang siswa dari Internasional yang menjalani sebagai pelajar selama 2 tahun, beberapa artikel saya menunjukan dengan ketertarikan geopolitik, internal politik, serta finansial yang sangat dekat hingga saya mengeluarkan pendapat dengan berjalan fakta dan data yang sudah tersirat dari media.

Sekolah Internasional biasanya ada banyak cabang disekitar Indonesia, khususnya di pulau jawa, seperti dari Bekasi, Serpong, Simprug, Semarang, dan Surabaya. Sekolah itu memiliki satu values atau nilai pendoman yang harus diadaptasi oleh siswa itu sendiri


Dari artikel ini penulis akan menjelaskan dari bagaimana cara bekerja nilai atau values ini yang diadopsi oleh seluruh sekolah saya dan bagaimana sesungguhnya nilai ini merefleksikan masyarakat serta nilai pendidikannya.

Nilai di sekolah internasional penulis belajar, nilai pendoman ini sudah sangat lama diimplementasikan sejak 2014, tidak menyangka Universitas dan Sekolah ternama saya ini memakai untuk mendomankan menjadi nilai utama dengan asas-asas yang penting untuk dipelajari serta diadaptasi. Lalu apa dampak besar untuk masyarakat terutama pada mahasiswa dan siswa di sekolah saya ini?.

Dengan pengalaman pribadi penulis ini, penulis selaku sebagai siswa SMA. Siswa-siswa yang menjadi siswa baru biasanya ada sebuah opening yang biasa dilakukan untuk kepala sekolah untuk memperliatkan dan menunjukan apa saja yang harus dipatuhi dan dijalankan di sekolah ini. Pada saat penulis memasuki menjadi siswa baru di sekolah, tentu dengan pengalaman sekolah penulis dulu di sekolah islam selama 14 tahun cenderung memiliki culture shock dalm segi relasi sosial dan serta kurikulum yang akan dipakai yaitu Cambridge.

Tapi dalam segi diperlihatkan nilai di sekolah penulis ini harus diimpelementasikan itu sangat susah jika didalami untuk dipahami walaupun anda sendiri sebagai Siswa di sekolah itu sendiri. pasalnya, dalam penulis pribadi sendiri menganggap jika ini hal yang harus diikuti dan diwajibkan, banyak diantara siswa di sekolah ini tidak terlalu murni apa yang mereka kerjakan dan kegiatan sehari-hari.

Tentu disekolah ada terjadi sebuah kasus yang sangat tidak sesuai peraturan sekolah seperti vaping atau melakukan rokok elektrik disekolah dan serta membawainya yang tidak sesuai peraturan sekolah. Mungkin jangan terlalu jauh dalam kasus ini, lihatlah ada banyak diantara siswa yang terlambat yang tidak sesuai perseverence, banyak yang diantaranya membawa HP tanpa sepengetahuan oleh guru disekolah hingga  sampai diamati dan diambil oleh guru dan siswa memprotes yang sebenarnya tidak sesuai nilai Respect dan Integrity.

Ada suatu momen dimana penulis memiliki guru di sekolah yang sedang membicarakan sebuah kejadian dimana ada momen beliau pernah dipanggil oleh kepala sekolah dengan alasan yang beliau anggap itu sangat jengkel, pada sesaat dimana yaitu ujian semester dengan keketatan yang sangat disiplin sehingga sebelum ujian dimulai, siswa-siswi harus melakukan body-checking terlebih dahulu.

Pada suatu ujian semester, seorang guru menceritakan pengalamannya menghadapi seorang murid yang datang terlambat 30 menit dan mengenakan Crocs, bukan sepatu hitam sebagaimana aturan sekolah. Pada sebelum 2 minggu menjelang melakukan ujian semester sudah diingatkan bahwa setiap siswa harus membawa kartu identitas mereka yaitu ID cardnya dan serta perlengkapan seperti pulpen dan kalkulator jika dibutuhkan sekaligus juga diharapkan memakai sepatu hitam.

Guru itu yaitu, dengan niat baik, mengikhlaskan meminjamkan sepasang sepatu darurat miliknya agar sang murid tetap bisa mengikuti ujian. Namun, tindakan sederhana penuh empati itu justru berujung teguran dari kepala sekolah, hanya karena ia berusaha memberi kesempatan pada murid yang dianggap "nakal" oleh pandangan umum guru-guru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun