Mohon tunggu...
Nur Fadilah
Nur Fadilah Mohon Tunggu... Mahasiswi

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

mencintai dalam perbedaan: dinamika sosial, dan budaya dalam hubungan cinta beda agama di indonesia

2 Mei 2025   23:31 Diperbarui: 2 Mei 2025   23:31 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mencintai dalam Perbedaan: Dinamika Sosial, Hukum, dan Budaya dalam Hubungan Cinta Beda Agama di Indonesia

Cinta beda agama bukanlah fenomena baru di Indonesia, namun tetap menjadi salah satu isu sosial yang paling sensitif dan kompleks. Ketika dua insan jatuh cinta dengan latar belakang keyakinan berbeda, perasaan yang tumbuh tak jarang berbenturan dengan norma, doktrin, serta tekanan dari lingkungan sekitar. Ini bukan sekadar kisah personal, melainkan cermin dari realitas masyarakat multikultural yang masih mencari cara berdamai dengan perbedaan.

Di tengah masyarakat yang menjunjung nilai religius, pasangan beda agama menghadapi tantangan besar. Persoalan bukan hanya datang dari keluarga, tapi juga dari institusi keagamaan, komunitas, bahkan negara. Pasangan semacam ini sering kali menemui kebuntuan ketika hendak melangkah ke jenjang pernikahan karena regulasi negara yang tidak mengakui pernikahan lintas agama tanpa kompromi administratif atau konversi agama.

Mahkamah Agung melalui Surat Edaran No. 2/2023 mempertegas bahwa pencatatan pernikahan harus sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan, yang berarti hanya pernikahan seagama yang dapat dicatatkan. Hal ini menyebabkan banyak pasangan terpaksa menikah di luar negeri atau menggunakan celah hukum lain agar dapat hidup bersama secara legal. Peraturan ini memperlihatkan dilema antara keinginan pribadi dan batasan legal formal yang kaku.

Namun, generasi muda kini menunjukkan tren yang berbeda. Kaum Gen Z dan milenial cenderung lebih terbuka terhadap cinta lintas agama. Mereka memandang pasangan melalui kacamata kepribadian, nilai kemanusiaan, dan kecocokan emosional. Akses internet, globalisasi, dan media sosial turut mendorong terbentuknya lingkungan yang lebih cair terhadap keberagaman.

Sayangnya, keterbukaan ini belum sepenuhnya diterima di tingkat masyarakat luas. Banyak pasangan yang harus menjalani hubungan secara sembunyi-sembunyi karena takut akan stigma. Sebagian lainnya harus menghadapi ultimatum dari keluarga atau komunitas keagamaan. Di sisi lain, pasangan yang memilih mempertahankan cinta mereka justru sering menjadi contoh toleransi dan kekuatan komitmen dalam perbedaan.

Dalam realitas sosial, cinta beda agama juga mengungkap betapa pentingnya pendidikan tentang keberagaman. Gagasan "kurikulum cinta" yang digagas pemerintah menunjukkan bahwa upaya membangun pemahaman lintas agama harus dimulai sejak usia dini. Pendidikan yang inklusif dapat menciptakan generasi yang lebih terbuka terhadap pluralisme, sehingga konflik atas nama agama dapat ditekan sedini mungkin.

Perspektif ini juga turut hadir dalam dunia hiburan dan seni, meski sering kali dibalut dengan kehati-hatian. Representasi cinta beda agama dalam karya sastra atau sinema biasanya menggambarkan konflik internal maupun eksternal secara dramatis, namun juga mengangkat nilai kemanusiaan yang universal. Seni menjadi ruang aman untuk mendiskusikan apa yang di dunia nyata sering kali dianggap tabu.

Tidak semua cinta beda agama berakhir tragis. Ada yang berhasil menemukan jalan tengah melalui dialog yang mendalam, kesepakatan tentang pendidikan anak, hingga keputusan untuk tetap mempertahankan identitas masing-masing. Namun, keberhasilan ini menuntut kedewasaan emosional yang tinggi dan kesiapan menghadapi tekanan sosial.

Dengan meningkatnya wacana toleransi, cinta beda agama seharusnya tidak lagi dipandang sebagai ancaman, tetapi sebagai peluang untuk merefleksikan nilai-nilai kemanusiaan dan kebersamaan. Negara dan masyarakat perlu menciptakan ruang hukum dan sosial yang adil dan aman bagi semua jenis relasi, termasuk yang lintas keyakinan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun