Mohon tunggu...
Nurdizal M Rachman
Nurdizal M Rachman Mohon Tunggu... Konsultan CSR, ESG, GCG dan Pengembangan Masyarakat

Saya adalah konsultan ESG dan CSR memiliki ketertarikan mendalam terhadap teknologi, ekonomi, serta dinamika sosial. Saya menguasai beberapa bahasa daerah, yakni Minang dan Sunda. Memiliki minat terhadap komunikasi lintas budaya dan pemahaman yang lebih dalam terhadap beragam perspektif. https://corebest.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dark Factory, Teknologi, Dampak SOsial dan Masa Depan

26 Maret 2025   00:00 Diperbarui: 24 Maret 2025   22:44 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dark factory, atau pabrik tanpa cahaya, merupakan fasilitas manufaktur yang sepenuhnya otomatis dan dapat beroperasi tanpa kehadiran manusia. Istilah "gelap" mengacu pada fakta bahwa pabrik-pabrik ini secara teoritis tidak memerlukan pencahayaan karena tidak ada pekerja manusia yang membutuhkan cahaya. Konsep ini menjadi mungkin berkat perkembangan teknologi yang pesat dalam beberapa dekade terakhir.

Teknologi di balik dark factory mencakup berbagai sistem canggih yang memungkinkan operasional tanpa intervensi manusia. Robotika tingkat lanjut menjadi salah satu elemen utama, di mana robot dengan kemampuan sensorik, kecerdasan, dan ketangkasan tinggi mampu melakukan berbagai tugas manufaktur. Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning turut berperan dalam mengontrol, mengoptimalkan, serta memantau proses produksi secara otomatis. Internet of Things (IoT) menghubungkan perangkat dan mesin dalam jaringan yang saling berkomunikasi dan berbagi data secara real-time. Selain itu, sensor dan otomatisasi memainkan peran penting dalam mengumpulkan data lingkungan dan kinerja mesin, yang kemudian digunakan untuk menyesuaikan proses dan pemeliharaan secara otomatis.

Sejarah dark factory telah dimulai sejak beberapa dekade lalu, namun baru dalam beberapa tahun terakhir teknologi yang diperlukan telah cukup berkembang untuk mewujudkannya. Perkembangan dalam robotika, kecerdasan buatan, dan IoT memungkinkan otomatisasi tugas-tugas yang lebih kompleks serta penciptaan sistem yang dapat beroperasi secara mandiri. Saat ini, dark factory masih dalam tahap awal adopsi. Meskipun beberapa perusahaan telah menerapkan tingkat otomatisasi yang tinggi, pabrik yang sepenuhnya gelap masih jarang ditemukan. Namun, dengan kemajuan teknologi yang terus berlangsung dan biaya otomatisasi yang semakin menurun, jumlah dark factory diperkirakan akan meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun ke depan.

Masa depan dark factory diprediksi akan membawa banyak perubahan dalam industri manufaktur. Efisiensi dan produktivitas dapat meningkat karena pabrik dapat beroperasi selama 24 jam tanpa istirahat, sehingga output produksi meningkat dengan waktu yang lebih singkat. Biaya operasional juga dapat ditekan karena otomatisasi mengurangi kebutuhan tenaga kerja manusia, menghemat energi, serta mengurangi biaya pemeliharaan. Selain itu, kualitas produk dapat ditingkatkan karena mesin dan robot mampu bekerja dengan presisi dan konsistensi yang lebih tinggi dibandingkan manusia. Faktor keselamatan juga menjadi salah satu keunggulan, di mana dengan menghilangkan kehadiran manusia di lingkungan kerja berbahaya, risiko kecelakaan kerja dapat diminimalkan.

Namun, meskipun dark factory membawa berbagai manfaat, implikasi sosial dan ekonomi yang ditimbulkannya tidak dapat diabaikan. Salah satu dampak terbesar adalah hilangnya pekerjaan dalam skala besar di sektor manufaktur. Pekerjaan yang bersifat repetitif dan manual berisiko tinggi untuk digantikan oleh mesin, menyebabkan perubahan besar dalam kebutuhan keterampilan tenaga kerja. Pergeseran ini menuntut adanya peningkatan keterampilan bagi para pekerja, terutama dalam bidang desain, pemeliharaan, dan pengoperasian sistem otomatisasi. Ketimpangan upah juga menjadi tantangan yang harus dihadapi, di mana pekerja berketerampilan tinggi mendapatkan manfaat lebih besar dibandingkan mereka yang memiliki keterampilan rendah. Selain itu, dampak psikologis dan sosial seperti stres, kecemasan, dan hilangnya harga diri akibat kehilangan pekerjaan dapat berpengaruh pada stabilitas sosial masyarakat.

Dalam menghadapi tantangan ini, perusahaan memiliki tanggung jawab sosial untuk meminimalkan dampak negatif dari otomatisasi. Perusahaan perlu mengembangkan program pelatihan ulang dan mendukung transisi karir bagi pekerja yang terdampak. Etika dalam penerapan otomatisasi juga harus menjadi perhatian utama, memastikan bahwa perubahan yang dilakukan mempertimbangkan keadilan dan kesejahteraan pekerja. Selain itu, investasi dalam pengembangan sumber daya manusia menjadi langkah penting untuk memastikan bahwa tenaga kerja tetap relevan di era otomatisasi. Transparansi dalam komunikasi terkait rencana otomatisasi juga sangat diperlukan agar pekerja dan masyarakat lebih siap menghadapi perubahan yang terjadi.

Selain perusahaan, negara juga memiliki peran penting dalam mengelola dampak dark factory. Pemerintah perlu mengembangkan kebijakan pendidikan dan pelatihan yang berorientasi pada masa depan, termasuk mendorong pembelajaran di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM). Jaring pengaman sosial juga harus diperkuat untuk mendukung pekerja yang kehilangan pekerjaan, termasuk peningkatan akses terhadap tunjangan pengangguran, program bantuan perumahan, serta layanan kesehatan dan pendidikan. Regulasi dan perpajakan dapat digunakan sebagai instrumen untuk mendorong perusahaan agar mengadopsi praktik otomatisasi yang bertanggung jawab. Selain itu, desain ulang sistem sosial ekonomi menjadi penting untuk memastikan bahwa manfaat dari otomatisasi dapat dirasakan secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat. Beberapa pendekatan yang dapat diterapkan mencakup pendapatan dasar universal (UBI), sistem berbagi kepemilikan dalam perusahaan, serta penerapan ekonomi sirkular untuk menciptakan lapangan kerja baru di sektor daur ulang dan perbaikan.

Indonesia menghadapi tantangan tersendiri dalam mengadopsi dark factory. Ketertinggalan dalam pengembangan dan penerapan teknologi otomatisasi dapat memperburuk daya saing industri manufaktur nasional. Jika tidak segera beradaptasi, Indonesia berisiko semakin bergantung pada impor teknologi dan produk manufaktur dari negara-negara yang lebih maju. Ketergantungan ini dapat memperlemah neraca perdagangan dan memicu inflasi yang tidak terkendali. Selain itu, keterlambatan dalam adopsi teknologi dapat menghambat masuknya investasi asing, terutama jika fasilitas produksi di negara lain lebih efisien dan produktif. Ketimpangan ekonomi juga dapat meningkat jika tidak ada intervensi yang tepat untuk mengatasi dampak otomatisasi terhadap tenaga kerja.

Menghadapi tantangan ini, kerja sama internasional menjadi sangat penting. Dark factory merupakan fenomena global yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam pengembangan kebijakan dan standar internasional. Negara-negara perlu bekerja sama untuk memastikan bahwa otomatisasi digunakan demi kepentingan bersama, bukan hanya untuk meningkatkan keuntungan bisnis semata. Kesimpulannya, meskipun dark factory memiliki potensi besar untuk merevolusi industri manufaktur dan membawa manfaat ekonomi yang signifikan, penting untuk mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkannya. Pemerintah, bisnis, dan masyarakat perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk mengurangi dampak negatif dan memastikan bahwa manfaat dari otomatisasi dapat dinikmati oleh semua pihak secara adil dan berkelanjutan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun