Mohon tunggu...
Nuraziz Widayanto
Nuraziz Widayanto Mohon Tunggu... lainnya -

belajar menulis apa saja sambil minum kopi.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Firasat

3 September 2010   06:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:29 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sebuah wilayah rasa yang tidak tersembunyi namun seperti jauh dan hanya sekejap melintasi hati. Dapat mudah kita kenali sekaligus membuat semua hal menjadi jauh dari pasti. Sesudah itu, seringkali hanya desahan nafas yang diikuti aktivitas untuk mengalihkan hati. Rasionalitas segera menjemput kita untuk melakukan hal-hal yang terbatas indera saja. Yang terlihat mata, terdengar telinga, terbau hidung, terasa kulit dan terjilat lidah. Namun rasionalitas kadang bertanya, benarkah firasat adalah indera keenam? Jelas tidak akan pernah menemukan jawabnya. Rasionalitas selalu menganggap firasat adalah wilayah ‘lawan’ yang selalu bertentangan. Dan seterusnya, rasionalitas segera membuat definisi atas firasat untuk bisa dipahami dalam wilayah rasionalitas. Tidak pernah mau melepas firasat untuk bermain dan memeluk jiwa-jiwa resah. Rasionalitas tidak pernah istirahat.

Rasanya banyak nada minor tentang rasionalitas, bagaimana dengan firasat sendiri? Jika saya mengajukan jawaban atas pertanyaan ini maka saya sudah merasionalisasikan firasat. Tapi biarlah, tulisan berwujud bahasa ini terkadang bisa berkelindan ke semua rasa dan nuansa.

Sering, bahkan teramat sering, saya mempunyai firasat. Saat mempunyai firasat banyak yang saya rasakan dari perut mules, tidak tenang sampai kepala migren. Ada apa ini? biasanya minum air putih, kopi kemudian mulut mendesah panjang oleh asap rokok. Dalam hitungan menit, sesuatu terjadi, ada sebuah kabar tentang banyak hal juga. Dan setelah itu, semua mules, migren dan rasa tidak tenang hilang dalam sekejab. Hanya menyisakan tanya dalam diri saya. Tidak ada satupun tanda yang bisa dibaca oleh rasionalitas saya.

Sudahlah, semua sekolah mengajarkan metode tanpa rasa. Semua dipahami melalui angka, sebab dan akibat. Rasionalitas berkuasa. Saya hanya mengajak untuk mari bersama rasa. Nyeri di dada terkadang bukan dari benda yang mendera. Resah di hati terkadang bukan dari mata yang ingin melihat benda. Sudah waktunya tidak memanjakan raga jika akhirnya adalah jelas, tanah belaka.

Tulisan ini hanya renungan terhadap situasi hari ini, berhadapan dengan semua alat modern yang tiba-tiba menjadi kebutuhan kita. Alat-alat produk rasionalitas. Dan memang sejak Descartes mengumumkan ‘cogito ergosum’, aku berfikir maka aku ada, tiba-tiba firasat terkubur dan bersembunyi dalam kesibukan mesin-mesin dan beton-beton rasionalitas yang melahirkan modernitas. Mungkin mulai malam nanti, saat anda sendiri di sebuah ruang, memejamkan mata dan mungkin baru terasa, hidup modern itu melelahkan.

*coretan lama. ketika hari ini sebuah firasat lagi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun