Mohon tunggu...
Nur Auliya Ramadhani
Nur Auliya Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi aktif program studi Manajemen Universitas Pembangunan Jaya angkatan 2023

-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dibalik Selembar Kain Hijab

20 Desember 2023   16:18 Diperbarui: 20 Desember 2023   16:25 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Ilustrasi perasaan sedih. Foto: Freepik.com

Pakai hijab itu pilihan yang tidak bisa dipaksa ma, pa.

        Dear muslimah, pernahkah kamu berpikir seperti itu ketika belum berhijab? Kamu merasa belum siap untuk mengenakan hijab. Kulit wajahmu terlihat lebih gelap, rambut cantikmu tidak bisa dipamerkan, dan kamu tidak bisa memakai pakaian terbuka. Kemudian kamu membuat kesimpulan, aku jelek ketika berhijab. Lantas kamu merenung sambil memikirkan cara agar bisa dan terbiasa berhijab.

        Saya pernah berpikir seperti itu di awal mengalami pubertas. Pikiran itu bermula dari komentar orang tua terhadap penampilan saya yang tidak memakai hijab, yang di mana saya sudah mengalami pubertas. Dan mereka memaksa saya untuk mengenakan hijab. Karena itu, saya menjalani hari dengan tidak bebas dan tidak nyaman. Saya sering mengurung diri di kamar, dan jarang berkomunikasi dengan siapapun. Sampai akhirnya saya menyadari satu hal. Ternyata apa yang saya alami ini banyak dialami oleh perempuan muslim lainnya.

        Menurut Dr. Stuart Shanker dalam artikelnya yang berjudul "When to Push A Child and More Important, When Not to" menyatakan bahwa pemaksaan pada anak dapat menyebabkan gangguan pada anak seperti sering cemas dan tidak percaya diri. Pendapat tersebut semakin menguatkan bahwa perasaan sedih sampai mengurung diri adalah hal yang wajar ketika anak dipaksa melakukan hal yang mereka tidak inginkan.

        Apakah orang tua berhak memaksa anak untuk berhijab? Bagaimana dengan hak asasi manusia terhadap hal tersebut? Jangan bingung! Sekarang sudah bukan saatnya memperdebatkan hal yang sudah jelas nyata adanya di dalam Al-Qur'an. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala tentang perintah menutup aurat bagi perempuan di Q.S Al-Ahzab ayat 59 :

"Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."

Allah Subhanahu Wa Ta'ala juga berfirman dalam Q.S An-Nur ayat 31 :

"Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung."

        Seiring berjalannya waktu, sampai pada akhirnya saya mencoba meyakinkan diri dengan niat yang besar karena Allah SWT untuk berhijab sesuai dengan Perintah-Nya. Awalnya memang terasa berat untuk memulai hal baru dengan memakai selembar kain hijab di kepalaku ini. Namun, semua tidak sia-sia. Karena sekarang saya sudah terbiasa dan senang menjalani hari dengan berhijab. Saya merasa terjaga dari sesuatu yang menimbulkan dosa. Saya sadar bahwa memakai hijab perlu dipaksakan dengan niat untuk Allah SWT bukan tunggu siap atau dapat hidayah dahulu. Dijelaskan dalam buku Menjadi Dai yang Sukses oleh Dr Sa'd al-Qahtani dan Aidil Novia Lc, niat disebut sebagai dasar dan kunci suatu amal perbuatan. Bahkan, niat disebut sebagai ruh, penuntun dan pengendali suatu amalan. Jadi, niat karena Allah SWT adalah hal terpenting karena niat dipandang bukan hanya sekedar ucapan, melainkan ketulusan hati untuk hijrah sesuai dengan tujuan yang baik.

Ilustrasi perempuan berhijab perasaan bahagia. Foto: Freepik.com
Ilustrasi perempuan berhijab perasaan bahagia. Foto: Freepik.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun