Aku sedang menempuh ujian di Universitas Kehidupan pada mata kuliah Ikhlas. Mata kuliah ini menjadi momok tersendiri buatku. Entahlah, berkali-kali mengikuti kuliah ini aku selalu tidak lulus sehingga membuatku harus mengulangnya berkali-kali pula.
Jangankan berharap nilai A atau B. Mendapatkan nilai C saja aku sudah bersyukur. Tapi kenyataan berkata lain. Aku bahkan malu berkonsultasi dengan dosen pembimbing akademikku. Aku mahasiswanya yang tidak lulus mata kuliah Ikhlas I. Padahal seperti mata kuliah lainnya, mata kuliah ini harus tuntas jika ingin mengambil Ikhlas II, Ikhlas III, Ikhlas IV. Mata kuliah dasar yg tak mampu aku lalui.
"Pak, saya sudah mengulang untuk kesekian kalinya mata kuliah ini. Kalau saya selalu mengulang, kapan saya lulusnya Pak?" tanyaku kepada dosen mata kuliah Ikhlas I
"Kalau kamu bisa ikhlas, kau akan cepat naik tingkat. Jangan berharap kamu bisa ambil mata kuliah Ikhlas tingkat selanjutnya kalau kamu gak lulus mata kuliah dasar ini!" Kata dosenku tegas, bahkan ku tak sanggup melihat wajahnya.
"Dan satu hal! Jangan pernah berharap kamu bebas dari mata kuliah ini! Sebelum lulus kau akan tetap bertemu mata kuliah Ikhlas! Ah, saya pun bosan melihatmu di kelas saya!"
Ah, aku memang tidak cukup ikhlas dalam menghadapi ujian keikhlasan ini. Setiap kali menjawab soal teori, aku mampu menyelesaikannya bahkan nyaris sempurna. Tapi nilaiku selalu digagalkan oleh nilai praktikum. Praktekku E. Selalu saja E.
Untuk kesekian kalinya aku mengumpul lembar ujian tertulis paling awal.
"Pak, adakah SP jika kali ini saya tak lulus lagi?"
Dosenku membuka sedikit kacamatanya. Menatapku tajam.
Tanpa kata yg keluar, aku tahu jawabannya.
"Permisi pak."
Dan aku perlahan meninggalkan ruang ujian. Pucat pasi.