Mohon tunggu...
Nuranida Hasanah
Nuranida Hasanah Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

living like the sun that always sincerely spread benefits even though sometimes hated

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ekspetasi dan Realita Kebebasan Pers di Indonesia

20 Januari 2021   22:25 Diperbarui: 20 Januari 2021   22:42 1612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari pendapat kedua ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kriminalisasi adalah suatu tindakan baik dalam bentuk perbuatan maupun kebijakan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana sehingga pelakunya dapat dikenakan sanksi pidana. Oleh karena untuk menjamin terciptanya kebebasan pers serta meminimalisir tindak kriminalisasi pers,  negara sudah mengatur regulasi hukum terkait hak dan kewajiban pers dalam menjalankan perannya dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers. 

Dengan adanya Undang-undang ini diharapkan dapat meminimalisir kriminalisasi terhadap pers dan menjamin kebebasan pers dalam menyajikan berita untuk mesyarakat. Meskipun sudah banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait kebebasan pers, tidak serta merta mewujudkan terciptanya kebebasan pers tanpa adanya tindak kriminalisasi terhadap pers. Dari fakta inilah yang menjadi poin utama mengapa penelitian ini harus dilakukan. Jika banyak pihak menutup mata atas realita ini, maka kebebasan pers di Indonesia tidak akan pernah terwujud.

PEMBAHASAN

Pers yang merupakan media masyarakat dalam mencari serta mendapatkan informasi yang teraktual dan terpercaya. Peran penting pers juga tidak hanya dalam menyajikan informasi namun juga memiliki peran penting dalam demokrasi suatu negara serta terbentuknya opini publik. Sebagaimana yang telah diatur dalam Kode Etik Pers, maka informasi yang disajikan diharapkan bersifat transparan dan jujur. Untuk mendukung terciptanya kemerdekaan pers, negara juga sudah mengatur berbagai regulasi hukum terkait pers. Namun, banyaknya regulasi yang mengatur tidak bisa menjamin kriminalisasi terhadap pers tidak terjadi. Masih banyak kriminalisasi baik secara fisik maupun melalui tuduhan-tuduhan hukum terhadap pers.

  1.  Penyebab Terjadinya Kekerasan Terhadap Pers

Pers merupakan media publik yang memiliki peran sebagai wadah masyarakat dalam mengakses informasi terkait berbagai peristiwa yang terjadi. Pers merupakan institusi sosial kemasyarakatan yang berfungsi sebagai media kontrol social, pembentukan opini dan media edukasi yang eksistensinya dijamin konstitusi. Keberadaan pers diharapkan dapat menjadi media masyarakat untuk mendapatkan informasi yang aktual, terpercaya, serta mengedukasi. 

Setidaknya pers mempunyai tiga fungsi dalam masyarakat, yaitu media pendidikan (education), media informasi (information), dan media hiburan (entertainment). Selain itu pers juga memiliki peran penting dalam negara demokrasi. Menurut R. Eep Saefulloh Fatah, pers merupakan pilar keempat bagi demokrasi (the fourth estate of democracy) dan mempunyai peranan penting dalam membangun kepercayaan, kredibilitas, bahkan legitimasi pemerintah. Dalam negara demokrasi keberadaan pers menjadi sangat penting karena sebagai penghubung antara berbagai kepentingan baik vertical maupun horizontal, atau dengan kata lain pers berperan mempertemukan rakyat dan penguasa. Selain itu, kebebasan pers juga menjadi tolak ukur sistem demokrasi yang berjalan dalam suatu negara. Oleh karena itu, sudah seharusnya media pers diberikan kebebasan dan dilindungi dalam segala macam kegiatan jurnalistiknya. Namun, dalam kenyataannya masih banyak ditemukan kriminalisasi yang dilakukan terhadap pers baik secara fisik maupun nonfisik.

Menurut Ade Wahyudin, Direktur Eksekutif Lembaga Badan Hukum (LBH) Pers pada tahun 2020 ini tercatat sebanyak 117 kasus kriminalisasi fisik pers. Selain itu banyak terjadi pula kriminalisasi terhadap nonfisik yang dilakukan terhadap media pers dengan dalih pencemaran nama baik. Data tersebeut menjadi hal yang sangat memperihatinkan karena Indonesia sebagai negara hukum dengan berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait kebebasan pers, pemerintah belum dapat menjamin kebebasan pers serta meminimalisir berbagai macam tindak kriminalisasi yang terjadi terhadap pers. Kriminalisasi merupakan tindakan atau penetapan pemerintah mengenai pebuatan-perbuatan yang oleh masyarakat dikategorikan sebagai tindkaan pidana dan dapat dikenakan sanksi bagi pelakunya.(Soekanto, 1981) Terlebih lagi kebanyakan kriminalisasi terhadap pers dalam bentuk fisik dilakukan oleh para penegak hukum itu sendiri. Seperti yang dilansir dari data yang ditemukan oleh Aliansi Jurnalis Independen Independen (AJI) sepanjang April 2019- Mei 2020 terdapat 31 kasus kekerasan terhadap jurnalis yang dilakukan oleh anggota POLRI. Dan terdapat 785 jurnalis yang menjadi korban kekerasan saat terjadi demonstrasi besar pada bulan Mei dan September 2019 yang setelah didata kembali pelaku kekerasan tersebut terdiri 65 orang anggota polisi, 60 orang massa, dan 36 orang tidak dikenal.(Briantika, 2020) Menurut Ade Wahyudi penyebab kekerasan terhadap pers yang banyak dilakukan oleh aparat polisi karena hal tersebut terkait dengan bagaimana kepolisian mengamankan demonstrasi. Terkadang saat pihak aparat sedang menertibkan massa demonstrasi yang tak jarang harus dilakukan dengan kekerasan. Selain itu menurutnya, kurangnya pemahaman aparat polisi yang bertugas di lapangan dalam memahami UU No.40 Tahun 1999 serta berbagai aturan hukum yang mengatur terkait perlindungan jurnalis.

Jika dilihat dari ilmu sosiologi, menurut Abdul Munir Mulkan, kekerasan adalah tindakan fisik yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk melukai, merusak, atau menghancurkan orang lain atau harta benda dan segala fasilitas kehidupan yang merupakan bagian dari orang lain. Terdapat empat faktor yang dapat memicu timbulnya kekerasan dalam masyarakat, yaitu

  • Tidak Terpenuhinya Motivasi dan Keinginan Masyarakat. Keinginan sendiri merupakan segala kebutuhan lebih terhadap suatu hal yang ingin dipenuhi oleh manusia dan dianggap kurang. Sedangkan motivasi sendiri merupakan dorongan dari dalam hati untuk melakukan sesuatu. Secara naluri setiap manusia pasti berusaha untuk memenuhi keinginannya terlebih dengan rasa motivasi yang dimilikinya tidak jarang membuat seseorang menghalalkan segala cara untuk memenuhi keinginan tersebut termasuk melalui kekerasan.
  • Dialog dan kompromi yang menghasilkan jalan buntu. Dialog atau kompromi merupakan suatu upaya untuk mencapai satu keputusan bersama antara dua pihak atau lebih. Terkadang dialog yang terjadi anatara dua pihak atau lebih tidak menemukan kesepakatan sebagai hasil dari dialog tersebut dan tidak jarang berujung dengan kekerasan.
  • Agresifitas dalam diri manusia. Secara alamiah dalam diri manusia pasti memiliki sifat agresif. Namun jika tidak bisa dikendalikan sifat agresif ini dapat menjadi benih-benih timbulnya kekerasan. Adanya sifat agresif disebabkan oleh beberapa faktor seperti frustasi, merasa bingung, merasa dicurigai, menghadapi ancaman dari luar, serta merasa diperlakukan tidak adil.(Rabbani, 2017)

Jika dilihat dari data tersebut kekerasan yang dialami para jurnalistik biasanya memang terjadi dalam demonstrasi besar dimana sudah pasti dijaga ketat oleh pihak polisi. Polisi selaku aparat penegak hukum pasti juga sudah mengetahui bahwa jurnalis memiliki hak untuk meliput kejadian yang terjadi di lapangan dan pada awalnya bukan jurnalis lah yang menjadi sasaran penertiban yang dilakukan oleh aparat polisi. Namun, terkadang saat pihak aparat sedang menertibkan massa demonstrasi terlebih saat keadaan demonstrasi sedang tidak kondusif yang tak jarang membuat polisi melakukan tindak kekerasan tidak sengaja terliput oleh pihak jurnalis. Dan jika dikaji menggunakan pengertian kekerasan dan faktor penyebabnya dalam ilmu sosiologi, biasanya kekerasan terhadap pers terjadi karena dialog yang terjadi antara pihak polisi dengan pers tidak menemui kesepakatan, terlebih lagi dengan keadaan fisiknya yang tidak mampu mengontrol emosinya dengan baik membuat naluri agresifnya memuncak sehingga terkadang berakhir dengan cara kekerasan.

          2. Pencemaran Nama Baik

Selain dalam bentuk fisik kriminalisasi terhadap pers juga dapat dalam bentuk nonfisik. Seringkali bentuk kriminalisasi non fisik terhadap pers dapat berupa ancaman hukum. Dan ancaman hukum terhadap pers yang paling sering terjadi ialah tuduhan pencemaran nama baik atas berita yang dipublikasikan. Para pihak yang mengancam pers dengan tuduhan pencemaran nama baik berdalih berdasarkan Bab XVI Pasal 310-321 KUHP Tentang Pencemaran Nama Baik. Namun, dalam kebanyakan kasus pasal ini justru digunakan oleh pihak terkait yang kurang suka cara pers memberitakannya. Dan undan-undang tersebut dijadikan sebagai senjata untuk menuduh pers telah melakukan penghinaan atau pencemaran nama baik. Oleh karena itu, pasal terkait pencemaran nama baik juga disebut sebagai pasal karet dan sering dianggap sebagai ranjau bagi pers. Beberapa contoh kasus kriminalisasi pers dengan tuduhan pencemaran nama baik yang pernah terjadi antara lain kasus Kriminalisasi Kontributor Metro TV, Kriminalisasi Tempo, Kriminalisasi Tujuh Media, dan lain sebagainya. Dalam mempublikasikan sebuah berita seorang jurnalis harus tetap berpegangan terhadap kode etik pers yang telah dirumuskan dalam Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 Tentang Kode Etik Jurnalistik. Kode etik pers sendiri berfungsi sebagai pedoman bagi pers dalam mempertanggungjawabkan informasi serta pendapat yang disebarkan kepada public, unutk melindungi martabat dan jati diri pers dari campur tangan pihak ain serta untuk menimbang kembali mengenai kewajiban pers terhadap dirinya dan orang lain.(Amal, 2006) Oleh karena itu, berita yang dihasilkan merupakan berita yang sesuai dengan hukum yang ada dan bukan berita yang  melanggar hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun