Mohon tunggu...
Nur Akhillah Roikhatul Jannah
Nur Akhillah Roikhatul Jannah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas jember. Terima kasih telah membaca artikel-artikel saya, semoga bisa menambah informasi para pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kupas Tuntas Investasi Obligasi Negara, Untung atau Rugi?

11 April 2023   08:22 Diperbarui: 11 April 2023   08:25 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrumen fundamental pembangunan nasional. Pembangunan nasional yang dilakukan oleh pemerintah bertujuan untuk menyejahterakan rakyat, seperti halnya pembangunan infrastruktur, penyediaan fasilitas pendidikan dan kesehatan, subsidi serta pemberian rasa aman dan tenteram yang tentunya memerlukan anggaran yang tidak kecil, untuk itu pentingnya mengatur anggaran negara dalam APBN. Hal ini karena setiap pembiayaan di berbagai sektor dibiayai melalui APBN baik sektor ekonomi, politik, pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, bentuk APBN harus dijaga pada posisi yang ideal antara pendapatan dan distribusi. Secara konseptual APBN dapat dikatakan berkesinambungan, apabila dapat membiayai seluruh anggaran belanja yang sudah direncanakan dalam waktu yang tidak terbatas. Masalah utama dalam kelangsungan APBN adalah masih adanya defisit anggaran dari tahun ke tahun yang relatif bisa naik atau turun. Berdasarkan perspektif perekonomian, defisit anggaran dan utang negara adalah hal yang wajar, akan tetapi yang menjadi masalah adalah menjaga defisit anggaran pada level yang aman, sehingga defisit tersebut masih bisa dicarikan pembiayaannya.

Risiko kebijakan fiskal yang tidak dapat diprediksi secara tepat akan membebani anggaran, sehingga dapat memberikan peluang untuk menghambat pembangunan dan pencapaian pertumbuhan ekonomi. Di negara berkembang, implikasinya lebih parah yaitu munculnya risiko fiskal yang membebani anggaran akan menyebar dengan cepat ke seluruh perekonomian, memicu arus keluar modal dan bahkan mengubah arah pertumbuhan ekonomi. Lebih jauh lagi, di negara-negara berkembang dengan institusi ekonomi yang lemah, ekspektasi akan terjadinya risiko fiskal akan mempengaruhi perilaku pelaku ekonomi sehingga berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi meskipun risiko fiskal tersebut belum benar-benar terwujud. Oleh karena itu, agar utang nasional tidak membebani ruang gerak fiskal maka sejak tahun 2005, Surat Utang Negara (SBN) menjadi instrumen utang yang tepat dalam pembiayaan APBN. SBN yang selama ini digunakan dalam pemerintahan Indonesia adalah SUN (Surat Utang Negara) yang terdiri atas  Obligasi Negara dan Surat Perbendaharaan Negara dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk Negara.

Pada saat kondisi ekonomi dunia melambat dan penuh ketidakpastian, obligasi bisa menjadi salah satu instrumen investasi yang diincar banyak investor. Adakalanya pendapatan negara dari pajak, non pajak, atau hibah tidak cukup untuk membiayai belanja negara. Salah satu instrumen yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mengeluarkan obligasi. Obligasi negara merupakan bagian dari Surat Utang Negara (SUN) yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia. Penerbitan obligasi negara wajib mendapatkan persetujuan dari DPR terlebih dahulu. Secara umum, obligasi adalah suatu surat berharga yang dikeluarkan oleh penerbit kepada investor, di mana penerbit akan memberikan suatu imbalan hasil berupa kupon yang dibayarkan secara berkala dan nilai pokok ketika obligasi tersebut mengalami jatuh tempo. Jumlah uang tetap yang dibayarkan pada waktu jatuh tempo merupakan pokok pinjaman obligasi yang sering disebut nilai nominal, sedangkan pembayaran kupon secara berkala disebut kupon. Ketika pemerintah membutuhkan uang maka akan menerbitkan pinjaman berjangka panjang.

Secara umum, tujuan penerbitan obligasi yaitu sebagai alternatif sumber pembiayaan ekstern berjangka menengah atau berjangka panjang yang dapat diperoleh lebih cepat dan murah dibandingkan dengan sumber pembiayaan jangka menengah atau jangka panjang lainnya. Obligasi dapat dilihat dari dua pandang, yaitu sebagai instrumen investasi dan sebagai instrumen pembiayaan. Artinya bagi sektor penerbit, obligasi merupakan instrumen pembiayaan, sedangkan bagi pembeli atau investor merupakan instrumen penanam modal. Nyatanya banyak investor yang tertarik untuk membeli obligasi negara karena imbalannya lebih menarik dari hasil deposito dan relatif aman karena dijamin 100% oleh pemerintah. Hal tersebut karena terdapat jaminan pengambilan dana hasil investasi obligasi lewat goverment bond yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 Tentang Surat Utang Negara dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara.

Manfaat penerbitan obligasi negara yaitu:

  • Sebagai instrumen fiskal, yang mana obligasi negara diharapkan dapat menggali potensi sumber pembiayaan APBN yang lebih besar dari investor pasar modal.
  • Sebagai instrumen investasi, obligasi negara menyediakan alternatif investasi yang relatif bebas risiko gagal bayar dan menawarkan kesempatan kepada investor dan pelaku pasar untuk mendiversifikasikan portofolionya untuk meminimalisir risiko investasi. Selain itu, investor obligasi negara juga memiliki potential capital gain dalam transaksi perdagangan di pasar sekunder, yang mana investor memiliki keuntungan pada saat menjual asetnya kembali.
  • Sebagai instrumen pasar keuangan, obligasi negara dapat memperkuat stabilitas sistem keuangan dan dapat dijadikan referensi untuk menentukan nilai instrumen keuangan lainnya.

Namun, dalam penerapannya penerbitan obligasi negara ini juga dapat menimbulkan risiko jika diterbitkan oleh pemerintah suatu negara yang negaranya memiliki kapabilitas kebijakan finansial yang  kurang bagus. Berikut risiko yang ditimbulkan dari penerbitan obligasi negara:

  • Risiko tingkat bunga, yang terjadi akibat volatilitas suku bunga yang disesuaikan dengan suku bunga referensi. Apabila hal ini terjadi maka dapat menambah beban pembayaran bunga portofolio.
  • Risiko nilai tukar, yang terjadi akibat fluktasi nilai tukar mata uang, baik mata uang lokal maupun mata uang asing seperti US Dollar, yang ditunjukkan oleh rasio utang mata uang asing terhadap total uang.
  • Risiko pembiayaan kembali (refinancing) yaitu potensi peningkatan biaya utang pada saat melakukan pembiayaan kembali, atau bahkan tidak dapat dilakukan refinancing sama sekali yang dapat meningkatkan beban pemerintah dan mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan pembiayaan pemerintah. Risiko refinancing disebabkan oleh jumlah utang yang jatuh tempo dalam jumlah besar yang terjadi secara bersamaan, sehingga meningkatkan jumlah penerbitan utang dan menuangkan yield yang diminta investor. Perlu diketahui yield adalah tingkat pengembalian investasi bagi seorang investor yang presentasikan dalam bentuk persentase.  
  • Risiko legalitas formal, yang mana risiko ini muncul apabila ada Undang-Undang atau peraturan pemerintah baru yang terkadang menghalangi atau memberatkan baik penerbit maupun investor obligasi negara.

Obligasi negara merupakan salah satu instrumen investasi yang aman dan menguntungkan, namun dalam pelaksanaannya tentu terdapat risiko investasi. Sehingga sebelum berinvestasi, para investor harus melakukan diversifikasi dan memahami karakteristik instrumen untuk memaksimalkan potensi keuntungan dan meminimalkan risiko kerugian. Karena dalam prinsip investasi selalu terkait untung rugi, di mana kerugian merupakan sesuatu yang tidak dapat dihilangkan, namun dapat diminimalkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun