Mohon tunggu...
E. Niama
E. Niama Mohon Tunggu... Psikologi dan Pendidikan | Tentor Akademik | Penulis Lepas | Pengamat Kehidupan dan Pendengar Cerita | Serta Seorang Intuitive Thinker

Pengamat kehidupan yang percaya pada kekuatan kata. Sebagai lulusan Psikologi dan tentor akademik, saya terbiasa membaca dinamika manusia dari berbagai sisi. Menulis bagi saya adalah ruang kontemplasi sekaligus cara berbagi makna.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

25 Warna dalam Satu Kelas: Refleksi Guru BK Tentang Setiap Anak yang Berhak Didengar dan Dilihat

27 Agustus 2025   08:02 Diperbarui: 27 Agustus 2025   08:02 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Refleksi guru BK tentang peran guru mendampingi anak di sekolah, memahami karakter, dan memberi ruang berkembang. Sumber: pexel @Pavel Danilyuk

Beberapa saat lalu, saat menjadi guru BK di salah satu SD swasta Semarang, saya diminta menjadi wali kelas sementara menggantikan guru yang menunaikan ibadah umroh. Sebagai guru BK selain saya berhadapan dengan siswa yang mengalami masalah seperti hambatan belajar, siswa yang berkonflik, atau siswa yang indispliner. Terkadang saya juga diminta mengisi atau mendampingi kelas yang gurunya absen hadir.

Di kelas 4 itu, saya bertemu dengan 25 anak yang sangat beragam karakternya. Ada Andi (nama disamarkan untuk menjaga privasi) yang lantang berusaha menertibkan kelas, ada Rafi yang penuh kompetitif dan ambisius selalu ingin menjadi yang pertama, Della yang ramah dan suka menyapa, ada Huda yang energetic dan sulit untuk diam. Di sisi lain, ada Melati yang duduk tenang penuh perhatian, Rio yang sunyi namun selalu memperhatikan, Laras yang seperti memberikan ketenangan di tengah ramainya suasana kelas.

Pengalaman itu membuka mata saya tentang makna sesungguhnya apa itu "Aspirasi Pendidikan Bermutu Untuk Semua". Pendidikan bermutu tidak hanya soal materi yang tersampaikan atau nilai yang tercapai, tetapi tentang kemampuan kita melihat dan mendengar setiap anak dalam keunikannya.

Ketika 25 Warna Berkumpul dalam Satu Kelas

Hari-hari pertama mengajar membuat saya semakin memahami betapa uniknya setiap anak. Ada tipe anak ahli hitung seperti Anand dan Herri yang mudah menguasai konsep matematika, sementara Meri masih berjuang memahami konsep dasar matematika. Fatah yang sangat fokus saat pelajaran matematika, tetapi menajdi tidak tertarik jika itu mata pelajaran lainnya. Ifa yang ekspresif dalam bercerita, Diana yang suka memeluk dan berbagi jajan, Abdel yang hening namun kreatif, serta Rio lebih memilih mengamati dalam kesunyian.

Dari interaksi di atas menandakan apa?, menandakan bahwa manusia itu kompleks, manusia memiliki differensi keanekaragaman yang berbeda. Sebagai guru kita sepakat mengenai ini bahwa setiap siswa dalam kelas itu pasti beda-beda. Ada anak yang ceriwis, ada yang seneng ngobrol dan menarik perhatian, ada yang suka usil dengan temannya, ada juga yang pendiam dan pemalu. Dan perbedaan itu hal lumrah, karena di realita aslinya manusia juga bermacam-macam.

Begitupun soal gaya belajar, kemampuan, dan kecerdasan yang berbeda. Ada yang belajar dengan cara visual dimana tertarik belajar kalau gambarnya menarik, ada yang lebih mudah memahami melalui penjelasan verbal dengan cukup diterangkan, dan ada yang tipe kinetetik butuh praktik langsung contoh konkret berkali-kali baru paham.

Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa sebagai guru, kita tidak bisa menyamaratakan metofe belajar. Kepekaan untuk memahami keunikan setiap anak menjadi kunci utama dalam menciptakan pembelajaran yang efektif. contohnya ketika saya menerangkan materi matematika dengan cara yang sama di depan papan tulis kepada semua anak, hasilnya? sangat beragam tidak semua anak faham. Ada anak yang langsung paham cukup diterangkan di papan tulis, ada anak yang perlu didekati khusus secara personal untuk diajari step by step baru paham.

Kompleksitas Peran Wali Kelas SD

Sebagai guru BK, rutinitas saya biasanya berfokus pada konseling, mendengar satu-dua anak yang meminta waktu, atau menangani kasus tertentu. Menjadi wali kelas SD ternyata jauh lebih kompleks dari yang saya bayangkan.  saya harus mengelola banyak mata pelajaran, memimpin aktivitas harian, sekaligus menjadi "orang tua kedua" yang hadir setiap hari di satu ruang itu.

Menjadi wali kelas SD juga dalam satu hari, saya harus mengajar Matematika, IPAS, Bahasa Indonesia hingga Pendidikan Pancasila sambil memberikan teladan budi pekerti yang baik. Belum lagi literasi dan numerasi yang harus diintegrasikan dalam setiap pembelajaran.

Peran wali kelas SD itu multidimensi dan multi peran. Tidak hanya sebagai pengajar, namun juga pengamat, penasehat, dan teladan perilaku. Saya akui Tanggung jawabnya berat jadi wali kelas, namun di sanalah kesempatan terbesar untuk membantu mengembangkan hidup kecil-kecil yang sedang tumbuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun