Mohon tunggu...
Nur Laila Sofiatun
Nur Laila Sofiatun Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Penulis

Perempuan yang ingin bermanfaat bagi keluarga, agama, bangsa dan negara

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Banjir, Salah Siapa?

17 Juli 2022   07:01 Diperbarui: 17 Juli 2022   10:11 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi banjir (sumber: TheConservation.com)

Jika mendengar kata Banjir, saya teringat dengan kejadian tahun 2018. Saat itu kami akan melakukan takziyah ke Banjarnegara dengan menaiki mini bus. Mini bus melaju dari Kota Semarang sekitar pukul 11.00 wib. Agar tidak terkena macet, kami memilih rute jalur Bandungan-Sumowono. 

Kala itu bulan Januari, yang terkenal dengan singkatan hujan sehari-hari. Maka tak dapat dipelak, hujan turun saat kami berada di Bandungan, tepat saat berada di tanjakan.

Malang tak dapat dihindar, hujan turun dengan lebatnya. Jalanan tiba-tiba dipenuhi dengan air. Banjir melanda aspal tempat mini bus kami lewat. Dengan sangat terpaksa, mini bus berhenti untuk menunggu banjir air yang bercampur longsoran tanah berhenti.

Bukankah ini terlihat aneh, di daerah pegunungan pun terjadi banjir. Jika terjadi di daerah perkotaan atau daerah dekat pantai, banjir mungkin terdengar lebih akrab. Setiap tahun banjir melanda Kota Jakarta. Tak berbeda pula dengan Kota Semarang, yang mengalami Banjir setiap tahunnya.

Lalu apa sebenarnya yang mengakibatkan banjir terjadi dimana-mana? Bahkan di daerah pegunungan yang seharusnya jauh dari kata Banjir.

Penyebab Banjir

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, banjir didefinisikan sebagai kata kerja: berair banyak dan deras, kadang-kadang meluap (tentang kali dan sebagainya; kata benda: yang banyak dan mengalir deras; air bah; kata benda geologi: peristiwa terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena volume air yang meningkat;

Jadi bisa diambil kesimpulan bahwa banjir adalah air yang datang secara berlebihan yang membenam daratan. 

Jika dilihat dari lokasi terjadinya, banjir tidak bisa dikaitkan dengan letak suatu daerah. Dimana daerahnya ada kemungkinan terjadi banjir. Hanya saja probabilitas terjadinya banjir berbeda -beda.

Banjir bisa terjadi karena beberapa hal, dia antaranya:

1. Sedikitnya pohon besar yang dapat menampung air.

Tidak dapat dipungkiri jumlah pepohonan di negeri ini semakin berkurang saja jumlahnya. Entah karena penebangan liar, pembakaran hutan, pembangunan gedung-gedung, pembangunan wisata, dan lain sebagainya. Banyak dari mereka yang membangun gedung-gedung tidak mengganti daerah untuk resapan air sebagai ganti penerbangan pohon yang ia lakukan.

2. Banyaknya sampah yang menghalangi aliran air.

Sampah ada dimana -mana, kasar mata, tidak tertata, dan menyebabkan malapetaka. Mungkin kalimat itu cocok disematkan untuk banyaknya sampah yang di buang sembarangan, yang akhirnya menghalangi aliran air agar sampai ke muara. 

3. Berkurangnya daerah resapan air

Banyaknya pembangunan, pembuatan jalan aspal, pengecoran jalan tentu akan mengurangi jumlah daerah resapan air. Sehingga seharusnya dalam waktu tertentu air sudah meresap ke dalam tanah, karena terhalang oleh hal-hal seperti di atas air jadi membutuhkan waktu yang lebih lama untuk meresap ke dalam tanah.

Hal-hal seperti di ataslah yang menjadi penyebab banjir terjadi. Jadi salah siapa?

"Tentu jawabnya adalah salah manusia sendiri, sebagai pemimpin di bumi."

Mungkin akan ada yang mengelak, "banjir gara-gara udane ga mandeg-mandeg" (banjir karena hujan tidak berhenti -henti).

Menurut saya ini tidak bisa dijadikan alasan. Karena apa? Karena kita ketahui saat pelajaran IPA di sekolah kita tahu, jumlah air di bumi itu tetap. Jadi, sudah jelas dari dulu sampai sekarang air yang ada di bumi itu jumlahnya tetap. 

Zaman dulu saja, tidak benar banjir meskipun bagaimana lebatnya hujan. Jadi bagaimana sekarang gara-gara hujan yang tidak ada hentinya bisa mengakibatkan banjir?


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun