Pendidikan adalah tempatku belajar menulis, membaca, mendengarkan, melihat guru di depan papan tulis menjelaskan isi mata pelajaran. Tempatku rutinitas upacara setiap hari senin dengan segala bentuk protokol upacara mulai dari petugasnya dan peserta lain yang hadir pagi itu.
Tempat dimana guru memarahiku karena aturan yang telah aku langgar dan tempat dimana guru memujiku dengan segala bentuk prestasi yang telah aku raih karena nilaiku terbaik di kelas maupun perlombaan-perlombaan yang di adakan oleh lembaga pendidikan.
Tempatku mendapatkan PR (pekerjaan rumah) dari sekolah yang harus aku kerjakan di rumah dengan waktu yang telah ditentukan oleh guru di sekolah. Rutinitas tersebut aku jalani beriringan dengan waktu yang terus berjalan setiap harinya tanpa mengenal mengeluh dan bermalas-malasan.
Sekarang semuanya tampak berbeda terakhir bulan maret 2020 saya menjalankan pembelajaran di sekolah. Dikarenakan peraturan pemerintah semua lembaga sekolah harus diliburkan dikarenakan virus covid-19 yang sedang melanda Indonesia dan belahan Negara lainnya.
Mula-mula yang dirasakan adalah perasaan senang, gembira, ceria karena rutinitas belajar off untuk sementara waktu semua tugas rumah tidak ada bebas liburan di rumah sesuka hati sampai batas waktu yang ditentukan untuk masuk sekolah lagi.
Satu minggu berjalan semua baik-baik saja masih dengan perasaan senang karena masih libur tanpa tugas dari guru, setelah selang beberapa minggu kedepan bahwa sekolah memberitahukan pembelajaran di kelas ditiadakan tapi di ganti pembelajaran di rumah. Satu persatu tugas bermunculan lewat chat whatsApp grup yang sengaja dibuat untuk mengeshare tugas-tugas dari guru untuk para siswa yang sedang belajar di rumah.
Metode-metode pembelajaran pun bermunculan mulai dari pembelajaran daring (dalam jaringan) lewat zoom tanpa harus tatap muka, diberlakukan pada sistem pembelajaran kita. Secara bersamaan siswa dituntut untuk memiliki smartphone untuk bisa menerima tugas dan mengirimkan tugas yang diberikan oleh guru.
Penuntutan tersebut tanpa melihat latar belakan siswa yang mampu maupun yang tidak mampu dalam hal finansialnya untuk membeli sebuah android. Terpaksa orang tua berusaha semampunya dengan uang seadanya, mungkin hutang ditetangga, pinjam kredit atau apapun caranya untuk bisa membelikan anaknya handphone.
Mungkin hal tersebut banyak terjadi di daerah saya Desa Wonokerto Kecamatan Kedunggalar Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Fenomena pembelajaran dengan sistem online tanpa harus tatap muka dengan siswanya dengan segala bentuk keruwetan, membingungkan siswa, dan secara tidak langsung orang tua murid juga ikut andil dalam membimbing anaknya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh sekolah meskipun harus mengorbankan waktu mereka untuk bekerja di pagi hari sampai siang harinya.
Waktu berjalan begitu cepat tak terasa sudah tiga bulan saya tidak masuk sekolah mungkin waktu yang begitu lama untuk bisa namakan liburan sekolah. Sekarang timbul perasaan rindu akan sekolah dan jenuh pembelajaran di rumah saja, mungkin semua murid merasakan perasaan yang sama dengan apa yang saya rasakan.
Pertanyaan yang terlintas dibenakku adalah sampai kapan situasi seperti ini akan terus berlalu, dengan bertebaran isu pemeberitaan bahwasannya sekolah mulai di buka lagi sampai awal bulan januari 2021.